Dua

30 5 4
                                    

Hari ini adalah hari yang bersejarah. Tepat tanggal 2 Mei SMA Atlanta akan mengadakan upacara bendera untuk memeringati Hari Pendidikan Nasional. Demi menyukseskan acara ini, beberapa petugas upacara bendera dalam organisasi paskibra telah berlatih jauh-jauh hari. Tak hanya itu, ekstra drumband yang biasanya hanya muncul untuk mengikuti lomba kini dikerahkan untuk memeriahkan upacara.

Rayyan sudah mengenakan jas maroonnya. Jas yang selalu ia gunakan ketika upacara berlangsung sebagai tanda bahwa dirinya juga seorang petugas. Petugas kedisiplinan tepatnya.

Pukul enam pagi lelaki itu sudah ada di depan gerbang, membantu guru piket dan satpam untuk menertibkan siswa-siswi yang tidak memakai atribut lengkap, seperti dasi ataupun ikat pinggang. Selain itu, ia juga akan bertugas ketika upacara berlangsung dengan mencatat siapapun yang tidak memakai topi saat upacara.

Upacara hari itu nampak terik. Matahari sedang senang-senangnya memancarkan sinarnya. Banyak siswa-siswi yang sudah mengeluh di tempatnya. Capek, panas, dan penuh keringat sedangkan bapak kepala sekolah di atas podium sana tetap memberi amanat dengan panjang lebar seolah tak terusik dengan hawa panas yang menyerbu. Bagaimana bisa terusik jika di atasnya saja sudah ada terop yang melindungi kepalanya? Benar-benar perbedaan kasta yang sangat mencolok sekali.

"Baik, sekarang saya akan membacakan siswa-siswi teladan bulan ini."

Rayyan memberikan sebuah map kuning ke atas podium lalu berjalan turun menuju tempatnya semula.

Pak Bass membuka map tersebut dengan sedikit senyuman. "Baik... Murid teladan bulan ini adalah... Alindhita Yoelanda dari kelas 11 IPS D!"

Sorak-sorak dari seluruh siswa mulai terdengar menunggu sosok yang menjadi siswa teladan bulan ini. Mereka menatap barisan upacara dari kelas 11 IPS D, namun tak ada tanda-tanda bahwa ada seseorang bernama Alindhita hadir di sana. Bahkan nama itu terdengar asing. Apakah dia siswa baru? Kalaupun iya, betapa hebatnya dia di usianya yang masih seumur jagung di sekoah ini tiba-tiba dinobatkan menjadi siswa teladan bulan ini. Parah sih!

Tiba-tiba saja seorang gadis datang ke arah lapangan dengan santainya. Ia sedikit merapikan seragamnya sehabis ijin dari kamar mandi. Zaza yang melihat itu segera menarik Alin menuju barisan. "Lin gawat Lin!"

"Gawat kenapa?" tanya Alin dengan bingung.

"Apakah saudari Alindhita tidak masuk hari ini?" tanya Pak Bass lagi membuat seluruh siswa dibuat penasaran. Siapa sih sosok Alindhita ini yang tak segera muncul? Padahal mereka sudah saling celingak celinguk menatap sekitar. Tetapi tanda-tanda seseorang bernama Alin tak kunjung muncul.

Mendengar namanya disebut oleh bapak kepala sekolah di saat upacara tentu membuat Alin terkejut. Gadis itu segera menatap Zaza dengan selidik. "Za, gue ketinggalan apa? Kenapa Pak Kepsek manggil nama gue?"

Zaza menggigit kukunya dengan gugup. "Lo dinobatin jadi siswa teladan Lin..."

Sontak saja Alin terkejut. Ia tak menyangka baru hampir sebulan lebihbb bersekolah di sini sudah membuatnya menjadi siswa teladan. Padahal ia tak melakukan apapun selain tidur di kelas. Apakah tidur di kelas menjadi prestasi yang membanggakan di sekolah ini? Jika benar, sepertinya ia tak salah untuk berpindah sekolah di sini. Modal tidur doang sudah mendapatkan predikat murid teladan! Bagaimana jika ia rajin belajar? Pasti akan dibuatkan patung monumen!

"Gue? Siswa teladan? Gila sih! Mak gue pasti bangga!" ujar Alin dengan penuh semangat.

"Tapi Lin..." belum saja Zaza menyambung perkataannya, Alin sudah mengangkat tangannya tinggi membuat wajah Zaza langsung pias.

"Saya pak!" Teriak gadis itu lantang membuat seluruh penghuni lapangan upacara menoleh ke arahnya dengan tatapan memukau.

"Baik Saudari Alin, bisa maju ke sini sekarang. Beri tepuk tangan untuk Alin yang sudah berani maju ke depan..."

RUNNER-UPWhere stories live. Discover now