27. Fix You

Mulai dari awal
                                    

Padahal, ini bukan kali pertama aku terbangun disambut hujan pagi hari. Hanya saja, kali ini terasa berbeda.

Pasti karena Mark.

Ya ampun... siapa yang menduga bahwa setelah semua yang terjadi, aku akan merasakan jatuh cinta lagi.

"Kau berpikir begitu?" Mark bertanya.

Aku mengangguk. "Rasanya jadi malas beranjak dari sini." Kuakui itu.

Mark tersenyum mendengar perkataanku. Ia lalu memandang jauh. Lengannya menarikku lebih dekat dengan tubuhnya.

Jantungku berulah.

"Mark..." panggilku lirih.

"Ya, Clavina." Mark menyahut lembut.

Kuhela napas cemas. "Aku belum memberimu hadiah."

Mark langsung mengalihkan perhatiannya kepadaku. Keningnya mengernyit bingung. "Hadiah apa?"

"Hadiah ulang tahunmu." Aku merasa bersalah.

"Kau kan sudah memberikku kejutan manis." Mark mengingatkan. Sedetik kemudian, ia terlihat menyesal. "Meski aku mengacaukannya."

"Itu berbeda. Yang waktu itu adalah perayaan kecil, tapi belum ada hadiah."
Kedua mataku tidak dapat menyembunyikan rasa gusar yang sedang menggeliat.

Mark menyentuh lembut pundakku lalu membuatku berdiri menghadapnya. "Itu sudah lebih dari cukup, Clavina." Ia menenangkanku. "Aku sangat berterima kasih atas kejutan istimewa yang sudah kauberikan. Aku suka sekali masakanmu. Aku makan banyak malam itu saat kau tidur. Meski aku berharap kau juga di sana bersamaku."

Tapi semua yang dikatakan Mark belum cukup untuk mengusir sesuatu yang sedang mengganjal di hatiku. "Mark, apa yang sedang kau inginkan?"

Mark menjengitkan sebelah alisnya. "Kau masih ingin bersikeras ternyata." Kedua manik biru tiba-tiba menatapku intens. "Baiklah kalau begitu." Mark semakin menundukkan wajahnya untuk lebih dekat denganku. "Aku menginginkanmu, Clavina."

Aku menelan ludah. Tiba-tiba merasa gugup.

Mark masih membekukanku dengan tatapannya. "Aku ingin malam ini kita berkencan. Di rumah."


*****


Aku merutuki rasa gugup yang menggelayuti pundakku saat menatap pantulan diriku dalam cermin. Kencan bersama Mark? Gagasan itu sungguh membuatku merasa tidak karuan. Konyol sekali. Dia itu suamiku, aku sudah menghabiskan waktu bersamanya setiap hari selama beberapa minggu terakhir sejak kami menikah (Meski hanya 'seperti' dua orang teman). Tetap saja, seharusnya aku tidak kalang kabut begini.

Tapi. Aku. Tetap. Saja. Gugup.

Kukenakan gaun merah-lebih condong ke marunyang gagal kukenakan dalam acara perayaan kecil-kecilan ulang tahun Mark waktu itu. Wajahku kurias tipis-tipis sementara rambutku kugerai begitu saja. Aku belum keluar kamar sedari tadi karena Mark memintaku menunggu. Ia sedang mempersiapkan sesuatu di bawah sana. Aku baru boleh turun pukul tujuh tiga puluh.

Dan saat ini, jam menunjukkan tepat pukul tujuh tiga puluh.

Kutarik napas dalam-dalam, meyakinkan diriku sendiri bahwa aku tidak perlu mengkhawatirkan apa pun.

Ini hanya kencan.

Kulangkahkan kakiku menuruni tangga yang selalu mengeluarkan bunyi berderit. Jantungku berdegup dua kali lebih cepat ketika menyadari Mark sudah menungguku di ujung tangga dengan seuntai senyum hangat. Ia terlihat sangat tampan dengan kemeja hitam yang dua kancing teratasnya dibiarkan terbuka. Kedua lengan kemeja itu digulung hingga sebatas siku. Tidak ada yang berubah dari Mark, kasual seperti penampilannya sehari-hari. Tapi entah mengapa, malam ini ia terlihat berbeda. Jauh lebih memesona.

In A Rainy Autumn [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang