The end of winter and spring

2.4K 248 35
                                    

The cold of winter melts away,


Ghava


Jakarta, Juni 2020

Siang ini langit sangat cerah, secerah-cerahnya sampai rasanya pendingin ruangan yang ada di kamarku tidak terasa sama sekali. Aku masih membaringkan tubuhku dengan malas di atas kasur setelah aku kebosanan mondar-mandir di dalam rumah karena sedang tidak ada mood untuk pergi keluar—bahkan untuk ke Caimile, jadilah aku meminta pekerjaanku dikirimkan saja melalui e-mail dan aku handle dari rumah.

Tapi ternyata tim-ku di sana sudah mengerjakannya dengan sangat rapi sehingga aku tidak perlu banyak menambal hal-hal yang kurang sampai akhirnya aku hanya terbaring menatap langit-langit kamarku dengan pikiran terbang ke malam kemarin.

Shit.

I kissed her.

Yang sampai sekarang, detik ini masih menggangguku dengan bayang-bayang kejadian semalam. I kissed her, with full awareness. Dan sialnya sekarang aku sedang mencari-cari alasan pasti soal itu dan semuanya justru membawaku untuk mendatangkan detak yang tak aku yakini keberadaannya ada, tapi terasa dengan sangat jelas.

Setelah kejadian aku mencium Yaya semalam dan wanita itu melenggang pergi begitu saja meninggalkan aku bersama sang kembaran yang memergoki kami, Re mengajakku untuk menjernihkan pikiran dengan jalan-jalan keliling kompleks perumahan bersamanya.

Kami berjalan bersisian dengan saling diam sampai sudah cukup jauh dari rumah dan Re mengeluarkan suaranya.

"How do you feel now?" tanyanya.

Aku yang berjalan sembari bersedekap seperti belum benar-benar mengembalikan nyawaku secara utuh untuk bisa diajak berbincang mengenai apa yang aku rasakan. Aku bahkan sedang mencari-cari apa yang aku rasakan sekarang, kecuali detak jantungku yang berdetak tak karuan dan belum juga terlihat niatan untuk memelan.

"I'm sorry if Yaya has bothered you, well whatever it is you may feel you have been bothered." Lelaki itu melanjutkan kalimatnya.

Soal itu, otakku bahkan sekarang tidak bisa membayangkan waktu-waktu lalu ketika wanita itu sedang senang-senangnya menggangguku. Di dalam otakku sekarang hanya tersisa bayangan wanita itu yang memejamkan mata dan rasa bibirnya tersisa di bibirku. Oh, c'mon Ghav. It was just an ordinary kiss, you moron!

"Yaya told us, I mean me and Gemi... about you, and her feelings. Mungkin akan terlalu terdengar gue di pihak dia, cuma yah gue kenal Yaya. Kalau lo butuh tahu soal Yaya selain dari dia sendiri, ya pilihannya cuma gue. I'm a half of her, we've been close since we didn't appear in this world yet." Penuturan Re itu membuat langkah kaki kami sama-sama terhenti. Re berdecak ringan dengan senyuman. "She's in love, and I'm betting with everything I have that it's not just bullshit. And my sister choose you, Ghav." Tangannya menepuk ringan lengan atasku.

Aku diam dan tidak menjawab ucapan Re itu.

"I won't force you to accept Yaya or give her feedback with the same feelings, nope. All decisions are in your hands, totally." Dengan cepat Re melanjutkan ucapannya sembari membuat gerakan mengangkat kedua tangannya ke udara setinggi dada.

"I have found another fact that contradicts all your words. And I have to get that answer from her own mouth." Gumamku dengan pandangan menerawang ke jalanan di depan kami.

Kekehan Re terdengar. "And you got it."

"Huh?" Aku menoleh bingung kepadanya.

"You seek answers from her mouth, and you kissed her before." Kekehannya terdengar semakin banyak tetapi itu justru membuat wajahku memanas dan bayangan Yaya kembali muncul di dalam kepalaku.

Cardines Temporum | CompletedWhere stories live. Discover now