Why is winter so wonderful?

1.3K 215 7
                                    


Geyatama


Jakarta, April 2020

"Kenapa tengah malam banget sih, Ghav."

Itu adalah keluhanku sejak kemarin malam lelaki ini mengirimkan surel berupa jadwal penerbangan kami hari ini ke Manila—tepatnya tengah malam ini, dan udara Jakarta cukup dingin sekarang.

Lelaki itu sedang sibuk mengeluarkan dua buah koper besar milikku dan miliknya dari bagasi belakang mobil taxi yang kami naiki tadi dari apartemenku setelah lelaki itu datang ke apartemenku.

"Makasih, Pak." seruan lelaki itu terdengar setelah menutup pintu bagasi dengan suara keras. Tak menunggu waktu lama lelaki itu menarik dua koper besar kami mendekat ke arahku yang berdiri diam memperhatikannya sejak tadi tiba, turun dari mobil sampai sekarang mobil taxi itu sudah mulai pergi meninggalkan posisinya.

Ghava tidak bersuara setelah mengajakku untuk check-in pada terminal maskapai yang akan kami naiki nanti, padahal aku terus menggerutu karena lelaki ini memilih penerbangan tengah malam yang menyebalkannya adalah aku cukup mengantuk sekarang ditambah kenapa juga dia tidak melakukan online check-in dari pada kami harus self check-in seperti ini.

Berhasil melewati imigrasi tanpa drama, aku dan Ghava menunggu pada sebuah lounge maskapai kami sembari menunggu waktu boarding sekitar satu jam lebih lagi. Lelaki itu sudah sibuk memutari meja-meja penuh makanan yang tersedia di sini sementara aku memilih satu sofa nyaman untuk aku duduki dengan posisi ternyaman sembari mengeluarkan iPad dari dalam tas backpack Gucci putihku.

"Nih," sebuah tangan tersodor di hadapanku, sebuah piring dengan dua buah lemon cake di atasnya sementara tangannya yang lain membawa sesuatu yang lebih menyegarkan, buah semangka dan beberapa sayuran hijau.

"Mau yang itu," aku justru menunjuk bawaan pada tangannya yang lain. Seketika lelaki itu berdecak sedikit dan memilih mengalah dengan berakhir menyodorkan kedua mangkuk itu kepadaku ketika sebuah cengiran aku berikan dan ucapan terima kasih yang manis menambah mimik kesal pada wajahnya.

Bukannya kembali menuju food station, lelaki itu memilih mengambil tempat di sisi kananku dan mendesah berat sembari bersandar dan memejamkan kedua matanya. Malam ini Ghava terlihat santai dengan hoodie Horseferry Burberry berwarna pale blue ditambah celana jeans biru muda dengan sedikit robekan pada kedua lututnya, bukan hanya santai tapi totally handsome. Datang ke apartemenku membawa backpack hitam keluaran Fendi dan sekoper besar bawaannya tadi sore setelah Magrib, aku sudah dibuat terpana dengan wajah Ghava yang tampak lebih cerah, maksudnya dalam artian auranya sedikit berbeda saja seperti ada gurat-gurat lain yang aku justru senang melihatnya seperti itu.

"Ngantuk, kan?" sindirku halus setelah mengunyah buah semangka yang benar-benar segar. "Makanya, harusnya kita ambil penerbangan pagi aja."

"Nggak ada pilihan. Pilihan tercepat cuma berangkat malam tapi sampai di sana tengah malam, atau berangkat tengah malam sampai di sana pagi. Lainnya pakai transit, aku malas." Gumamnya masih dengan kedua mata terpejam, tapi suara mendayu-dayunya itu justru terdengar asyik.

"Ya emang kenapa transit? Toh kita nunggunya di lounge, nggak ngemper-ngemper."

"Ck, ya pokonya ini pilihan terbaik, Ya. Biar cepat sampai di sana dan bisa istirahat lebih cepat."

Memilih membalasnya dengan decisan tak habis pikir sebab balasannya justru seperti tidak ingin ada bantahan lagi, aku kembali sibuk dengan layar iPad-ku sementara lelaki itu sepertinya sudah memilih terbang ke dunia mimpinya.

Cardines Temporum | CompletedWhere stories live. Discover now