Chapter eleven

157 30 10
                                    

Ki Young duduk sambil menatap sepatunya. Kepalanya seakan blank. Ia kehabisan akal menghadapi tekanan dan tuntutan sang ayah. Ia berusaha memberontak, tapi ia tidak sanggup. Ayahnya tetaplah ayahnya. Kalau tidak ada ayah maka ia tidak akan lahir kedunia ini. Ia masih menghormati sang ayah. Ia tidak ingin melukainya. Tapi Ki Young sendiri tidak sadar kalau ia jauh lebih terluka.

"Maaf sajangnim..."

Refleks Ki Young mendongak. Sosok Joo Hyun di kegelapan malam hanya disinari lampu jalanan tapi sudah cukup membuat dirinya bersinar.

"Ah iya Joo Hyun.. ada apa?" Ki Young menegakan punggungnya.

"Tidak ada apa-apa..aku boleh duduk disini juga?" Joo Hyun melirik kursi disebelah Ki Young.

"Duduk saja." balas Ki Young singkat.

Hening. Mereka sama-sama diam. Ki Young mengusap wajahnya kasar.

"Aku tadi mendengar sekilas percakapanmu dengan ayahmu. Maaf aku tidak sengaja. Aku sedang membuang sampah dan terdengar olehku."

Ki Young menoleh. Ternyata gadis itu mendengarnya.

"Tidak apa." Sebenarnya ia tidak ingin siapapun tahu, ia tidak mau dikasihani oleh orang lain kalau ternyata hidupnya tidak terlihat sempurna seperti yang terlihat.

"Setiap keluarga memiliki masalah masing-masing, ya. Mataku terbuka hari ini. Status sosial dan banyaknya uang ternyata tidak membuat seseorang lepas dari masalah."

Ki Young tersenyum kecil. "Memang apa yang kamu simpulkan?"

Joo Hyun mendongak, menatap bulan yang bersinar terang diatas langit. "Sajangnim punya impian, tapi tidak disetujui oleh ayah sajangnim yang ingin sajangnim meneruskan perusahaan."

Ki Young mengangguk. "Memiliki usaha sendiri adalah impianku. Cafe ini salah satu impianku yang terwujud. Sayang, appa hanya menganggapnya sebagai sampah. Apa memang sampah?" gumam Ki Young pada dirinya sendiri.

Joo Hyun mendelik, membuat Ki Young sedikit terkejut. "Cafe ini keren sekali, sajangnim. Mana bisa kamu menyebutnya sebagai sampah? interior, isi sampai menu makanan dan minuman itu menurutku luar biasa. Usia semuda dirimu sudah mendirikan usaha seperti ini, di daerah elit seperti ini. Ini luar biasa, sajangnim." Seru Joo Hyun berapi-api. Ia akan sangat bersyukur kalau bisa mendirikan usaha sendiri seperti ini. Bagaimana bisa orang kaya menyebut cafe ini hanya sampah.

Ki Young memandangi ekspresi berapi-api dari Joo Hyun. "Kamu berfikir seperti itu?"

"Kamu orang yang luar biasa, sajangnim. Jangan sampai kamu berfikir kamu bukan siapa-siapa. Kamu sungguh keren. Seseorang yang berani mengambil resiko untuk rewujudkan mimpi. Kamu sudah berjuang sejauh ini. Jangan ragukan diri sendiri, sajangnim."

Rentetan kalimat yang keluar dari gadis ini membuat hatinya menghangat. Ia hanya orang asing, tapi bisa menyentuh bagian hatinya yang tak tersentuh. Tempat di mana tidak ada yang bisa memasukinya. Berdebu dan penuh dengan sarang laba-laba.

"Aku yakin kamu pasti bisa. Semangat terus sajangnim!" Joo Hyun mengepalkan tangannya. Karena Ki Young hanya melongo Joo Hyun meraih tangan Ki Young memaksanya untuk mengepalkan tangannya juga.

"Hwaiting!" seru Joo Hyun keras-keras.  Ki Young hanya menatapnya ragu.

"Sajangnim ayo ikuti aku. Luapkan semua yang ada di hati supaya lega lalu akan terbakar menjadi semangat."

Joo Hyun tersenyum, membuat aba-aba melalui isyarat matanya. "Hana.. dul.. set.."

"HWAITING!!!"

Joo Hyun tertawa kecil. Rasanya ia juga ikut bersemangat. Ki Young akhirnya tersenyum lebar. Suntikan semangat dari Joo Hyun benar-benar ampuh untuknya.

ReasonWhere stories live. Discover now