Chapter three

198 38 0
                                    

Di musim panas seperti sekarang, sinar matahari terasa sangat terik. Membuat malas keluar rumah, setidaknya untuk Myung Joon. Harusnya sekarang ia berada di kamarnya yang nyaman, tempat tidur yang empuk, dan menonton film sambil makan cemilan..atau bermain game online di komputernya. Tapi sekarang ia 'terpaksa' menuju rumah utama ayahnya di daerah Bukhanggang, Gapyeong, provinsi Gyeonggi. Rumah ini memang bukan berlokasi di Seoul. Dulu sekali ayahnya pernah memiliki rumah di daerah Gangnam, tapi rumah sebesar itu tetap kurang luas untuk ayahnya. Rumah yang sekarang memang lebih mewah dan lahan yang luas. Contohnya saja fasilitas kolam renang, lapangan tenis juga lapangan golf pribadi. Keluarga Ha bahkan memiliki wedding hall sendiri.

Mobil Myung Joon sudah berada di depan gerbang utama, dan letak rumah itu pun masih jauh dari gerbang. Setelah melewati lapangan golf dan lahan luas lainnya, terlihat sebuah rumah besar, rumah utama. Rumah yang sangat luas dengan fasilitas lengkap, tapi setiap masuk ke rumah itu tetap terasa sesak untuk Myung Joon. Rumah ini menyimpan banyak kenangan masa kecil yang tidak menyenangkan. Untung sebelum jalan tadi Myung Joon meminum sebutir pil anti depressan miliknya. Kalau tidak, jantung Myung Joon akan berdebar keras. Trauma masa kecilnya membuat luka yang dalam di hati Myung Joon.

Myung Joon memarkirkan mobilnya disebelah mobil mewah yang lain. Ternyata semua kakaknya sudah tiba dirumah itu. Membuat Myung Joon menghela nafas berat. Bertemu dengan ayahnya memang membuatnya malas, tapi bertemu dengan kakak-kakaknya itu jauh lebih menyebalkan.

Myung Joon masuk ke dalam rumah, disambut dengan Han Jae Pyo, salah satu orang kepercayaan ayahnya, asisten utama dirumah itu sekaligus kepala pelayan. Semua yang dilakukan dirumah itu harus melalui persetujuan Han Jae Pyo.

"Annyeong haseyo, Myung Joon ssi." Han Jae Pyo menundukkan kepalanya memberi salam. Myung Joon membalasnya sambil menepuk punggung Jae Pyo.

"Apa kabar, samchon(paman) ?" Tanya Myung Joon dengan santai. Myung Joon memang memanggilnya dengan sebutan paman, karena ia merasa akrab dengan pria itu. Hanya Jae Pyo yang bersikap ramah padanya dirumah ini, tentu selain para pelayan yang ramah. Sejak ia lahir ia sudah mengenal Jae Pyo, bahkan dulu Myung Joon kecil tidak mau berangkat les kalau tidak diantar Jae Pyo.

"Kabar saya baik. Saya harap kabar anda juga baik." Laki-laki berusia paruh baya itu tersenyum. Ia lalu mengikuti Myung Joon dari belakang.

"Aboji sudah tiba?"

"Beliau masih di jalan. Tapi semua kakak anda sudah berkumpul. Silahkan masuk, semua sedang menunggu presdir Ha di ruang keluarga."

Myung Joon berdecak malas. "Ada acara apa sih? Kenapa semua berkumpul hari ini?" Myung Joon seakan lupa kalau tiga bulan sekali adalah agenda rutin ayahnya bertemu dengan anak-anaknya.

"Presdir rindu dengan anak-anaknya, Myung Joon-ssi." Jawab Jae Pyo dengan datar.

Myung Joon tertawa kecil. "Jangan membuatku tertawa, samchon. Kalau aboji rindu pada anak anaknya, meteor akan segera jatuh ke bumi!"

Jae Pyo hanya mengangkat sudut bibirnya sedikit.

Sambil berjalan mata Myung Joon hanya menatap lurus kedepan, tidak mau menoleh ke kanan kiri. Melihat setiap sudut rumah ini terasa menyakitkan baginya.

Jae Pyo membuka pintu ruang keluarga. Tampak beberapa sofa berukuran besar disana. "Tuan muda silahkan duduk." Jae Pyo mengarahkan Myung Joon duduk di sofa.

"Annyeong haseyo." Myung Joon menundukkan kepalanya dengan malas, basa basi menyapa dua orang yang sudah duduk disana.

"Sopan sekali kamu, baru datang setelah aku sampai disini satu jam yang lalu." Ucapan sinis keluar dari mulut seorang pria dewasa.

ReasonWhere stories live. Discover now