Saat itu, hanya beberapa panitia inti yang ikut rancangan acara bersama Lovita. Koor dari divisi acara. Yang berperan penuh atas jalannya acara dari awal hingga akhir. Hanya enam orang yang bisa hadir. Kebetulan, rapat saat itu diadakan di rumah Lovita.

Abah datang, melihat Lovita dan Damar yang sedang berbincang mengenai susunan acara. Sebelum Abah datang, panitia yang lainnya satu persatu izin untuk pulang. Berbagai alasan mereka keluarkan demi bisa menghilang dari rapat kali ini.

Sejak saat itu, Lovita dan Damar lebih sering berdiskusi berdua tentang acara Dies Natalis sebelum diberitahukan pada panitia yang lain. Baik damar maupun Lovita tidak memiliki rasa apapun saat itu. Hanya sebatas kakak tingkat dan adik tingkat. Bahkan mereka tidak pernah membayangkan pertunangan ini akan terjadi begitu saja.

Malam itu, Damar masih berada dirumah Lovita untuk yang kesekian kalinya. Sering kali Abah memergoki keduanya tengah berbincang sengit atau bahkan tertawa canggung. Damar juga memanfaatkan waktu senggangnya dirumah Lovita untuk mengerjakan skripsinya yang sudah rampung. Menjadi ketua pelaksana suatu acara besar bukanlah hal mudah, belum lagi posisinya saat ini yang sudah berada di tingkat akhir. Lovita yang kini disamping Damar, bertugas memperbaiki susunan acara yang masih bertabrakan.

"Lovita, ayo ajak makan dulu temannya," Abah tiba-tiba duduk dikursi samping Lovita, menatap Damar dengan tatapan yang sedikit aneh.

Lovita mengangguk, menyimpan laptop miliknya diatas meja. "Mas Damar, ayo makan malam disini dulu."

Damar tampak ingin menolak ajakan Lovita, namun Abah dengan cepat meraih pundak Damar dan membawanya kedalam.

"Damar ya? Makan dulu sebelum pulang, Mamanya Lovita udah masak banyak tuh. Ya, Ma?" Mama turut mengiyakan ucapan Abah.

Akhirnya Damar pasrah karena melihat Abah dan Mama Lovita yang memintanya untuk menikmati makan malam di kediaman mereka. Hingga saat Lovita tengah membalikkan sendok juga garpunya. Abah mengucapkan sebuah kalimat yang membuat Damar terbatuk-batuk.

"Nak Damar, Abah mau bicara sebentar boleh?"

Damar mengangguk seraya meraih air minumnya dan berjalan ke taman samping bersama Abah.

Lovita tidak tahu apa yang Abah dan Damar bicarakan ditaman samping rumahnya. Terlihat Abah merangkul pundak Damar dan berbicara diselingi tawa mereka. Lovita tidak tahu pasti apa yang Abah dan Damar bicarakan.

Lovita tersedak air liurnya sendiri, matanya sedikit berair akibat terbatuk hebat ketika mendengar samar apa yang Damar ucapkan.

"Kenapa Bapak memilih saya, Pak? Saya masih mahasiswa tingkat akhir. Dapat pekerjaan tetap pun belum, Pak."

Lovita menatap Abahnya tak percaya. Setiap kata yang keluar dari mulut Erlan Pradipta, membuat nafas Lovita sesak. Tenggorokkannya tercekat, matanya mengatup berkali-kali. Jangan-jangan Abah mengira Mas Damar adalah pacarku? Tidak! Ini gawat!

Abah terlihat tersenyum menimpali Damar, "Abah tunggu kedatangan Nak Damar tiga tahun lagi."

Tiga tahun lagi apanya?

Damar tersenyum simpul pada Abah sebelum Abah memeluk Damar dengan penuh harap.

Begitulah perbincangan tiga tahun lalu antara Abah dan Damar. Setelah hampir tiga tahun berlalu, Damar datang kembali ke kediaman Pradipta membawa serta orang tuanya. Melamar Lovita, untuk menjadi istri juga pendamping hidupnya.

Tiga tahun yang terasa singkat, mereka tidak bertegur sapa kembali, tidak berkomunikasi melalui ponsel, tidak bertemu lagi setelah perbincangan dengan Abah malam itu. Sekarang, tiga tahun berlalu, Damar sudah mendapat pekerjaan tetap. Jabatannya melambung tinggi, mempunyai rumah juga kendaraan pribadi.

Tahun pertama setelah kejadian itu, Lovita merasa ada kejanggalan. Ia mulai menerka apa yang Abah bicarakan dengan Damar. Selepas kelulusan Damar dari kampus, Lovita tidak dapat melihat lagi presensi Damar yang selalu menghiasi bawah pohon rindang samping fakultas.

Tahun kedua, Lovita masih menerka. Kejadian malam hari itu tidak dapat hilang dari kepalanya. Damar, apa yang ia rencanakan dengan Abahnya?

Tahun ketiga, Lovita akhirnya meraih gelar sarjana. Tanpa ia duga, Damar datang pada hari dimana Lovita meraih gelar sarjananya. Damar datang bersama kedua orang tuanya, membawa satu bouqet bunga, mengenakan kemeja abu dengan mengendarai porsche panamera. Damar dengan segala visualnya, menarik semua dunia Lovita kedalamnya.

Lovita tidak tahu tentang Damar. Tidak mau mencari tahu tentang Damar. Juga keluarga Damar. Lovita terlalu asik menikmati dunianya sendiri. Sampai Damar datang, mengenalkan Ayah dan Ibunya pada Lovita dan keluarga. Satu yang Lovita baru tahu, Damar terlahir dari keluarga terpandang dengan kekayaan yang membuat bulu kuduknya mati seketika.

Bulan ke-12 ditahun ketiga, Damar serta keluarga datang ke kediaman Pradipta. Meminta restu pada Erlan Pradipta untuk meminang putri semata wayangnya menjadi istri dan ibu dari anak-anaknya kelak.

Baik keluarga Damar maupun Lovita. Semuanya tampak bahagia akan acara khidmat ini. Damar Adijasa, putra sulung keluarga Adijasa. Damar adalah satu dari tiga bersaudara. Ayah dan Ibunya merestui pilihan Damar. Meminta agar anak lelaki mereka segera meminang sosok perempuan cantik yang Damar puja.

Damar mencintai Lovita dengan sepenuh hati, ia siap lahir dan batin untuk membina rumah tangga bersama Lovita hingga rambut mereka memutih, kulit mereka mengendur, sampai nanti menua bersama.

Damar mencintai Lovita dengan sepenuh hati, ia siap lahir dan batin untuk membina rumah tangga bersama Lovita hingga rambut mereka memutih, kulit mereka mengendur, sampai nanti menua bersama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Grow Old With You [ SEGERA TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang