Chapter 2 #Menangis Dalam Kebahagiaan

165 68 23
                                    

Di pagi menjelang subuh, udara dingin menyengat tiba-tiba datang angin dengan kencangnya disertai petir menggelegar dan mengeleduk, menumbangkan pohon -pohon membuat aku terbayang pada sesosok wanita yang telah membesarkan ku dan yang telah membina ku hingga aku menjadi seorang lelaki yang mengerti arti kehidupan. Dia selalu mengajariku perbuat yang baik, aku sangat menyayanginya. Jantungku bergetar saat aku menyebut namanya

"Ibu aku ingin bertemu Ibu"

Pada hari minggu, tepatnya libur sekolah, aku pergi ke villa paman untuk bertemu Ibu yang sedang terbaring di atas kasur, aku tidak tega melihat Ibu yang sudah tidak berdaya lagi. Ibu hanya bisa mengedipkan mata dan seluruh tubuhnya kaku seolah-olah matahari tanpa sinarnya. Ibu hanya bisa bicara sewajarnya, aku selalu menggeluarkan air mata satu per satu setiap aku memandangnya.

"Buk, Ibu mau apa biar aku belikan!" ucap aku

"Ibu hanya mau nasi goreng saja nak" jawab Ibu

"Baiklah Buk, biar aku belikan"

Sebelum aku pergi untuk membelikan nasi goreng. Ibu ingin memelukku pertama kalinya. Aku pun memeluk Ibu, tiba-tiba Ibu memelukku dengan erat tanpa jawaban. Aku pun bertanya-tanya di dalam hati, kenapa Ibu memelukku dengan erat seperti ini tidak seperti biasanya?.

Tak lama aku segera pergi untuk membelikan nasi goreng tersebut. Tiba- tiba ponsel aku berdering. Sesegera mungkin aku mengangkatnya, rupanya yang telepon itu adalah Paman dan Bibi ku dari Medan. Paman dan Bibi segera berangkat ketika aku menceritakan semua tentang Ibu yang sedang terbaring di atas kasur.

keesokan harinya, paman dan bibi datang ke panti jompo dengan diselimuti hawa dingin yang mengijukkan untuk menjenguk ibu yang tidak bisa lagi berbuat apa-apa dan aku bertemu paman dan bibi sambil salaman.

"Bi, Paman apa kabar"

"Baik nak Ibumu bagaimana keadaannya sudah mendingan?" ucap bibi

"Gitulah Bi, aku sangat sedih melihat Ibu yang sudah kurus dan makannya pun hanya 1 atau 2 sendok saja"

"Sabar ya nak, pasti ini cobaan yang diberikan oleh Allah untuk kita, kita harus jalani semua ini"

"Iya Bi, setiap yang tinggal di dunia ini pasti pernah merasakan kesendirian" jawab aku

"Yaudah lah Bi, Paman ayok kita masuk jengguk Ibu"

"Ayok-ayok" Bibi dan Paman serentak menjawab

Ketika Bibi dan Paman sedang dalan ruangan, aku keluar sebentar untuk membeli buah-buahan buat Bibi dan Paman. Ketika aku pulang dari pasar dan masuk dalam ruangan Ibu, ternyata tidak ada Ibu di ruangan itu aku sangat gelisah dan panik, akhirnya aku bertanya pada suster.

"Sus! ada lihat Ibuku di ruangan ini?"

"Maaf nak! barusan Ibumu pindah ke rumah sakit, sepertinya Ibumu sakit parah" jawab suster

"Suster tau nggak dimana rumah sakitnya" ucap aku

"Kalau nggak salah, Jln Pt. Drama."

"Terimakasih ya suster"

"ya sama-sama"

Aku segera pergi menuju rumah sakit yang diberi tau oleh suster tadi. Ketika aku masuk dalam ruangan Ibu, aku hanya melihat Bibi dan Paman saja.

"Bi, Paman. Ibu dimana?" Bibi dan Paman hanya termenung dan menangis. Ternyata nafasku sesak, egoku meradang saat aku melihat Ibu yang sudah berlebur dengan darah dan tertutup dengan kain kafan.

"Ibu... bangun Ibu"

"Ibu jangan tinggalin aku"

"Ibu... bangun Ibu... bangun, jangan tinggalkan aku Ibu!" tangisan demi tangisan yang tersedu-sedu terus saja mengalir tak henti-hentinya hilang

Ketika aku tau semua tentang Ibu, Dokter berbicara kepada ku ternyata Ibu terkena KANKER OTAK stadium 4. Kini aku sudah mengikhlaskanya. Semoga Ibu bisa tenang di alam sana dan mendapatkan kedudukan yang terindah Aamiin.

"Masih masa revisi"

[Behind The Sadness] On Going🍁Where stories live. Discover now