Ego

25 23 3
                                    

Maret, tahun kedua

Seorang wanita sedang berdiri di depan papan tulis, tengah menulis mata pelajaran yang diajarkannya. Tak semua anak mau menulis materi yang ditulis wanita itu, termasuk Patah. Ia malah memilih membaca buku yang dia pinjam tadi pagi dari perpustakaan. Sebagian anak lainnya ada yang tengah asyik mengobrol di meja belakang, menatap layar ponsel, bermain game, dan sisanya anak-anak yang sedang mencatat. Seseorang mengetuk pintu, memberhentikan serentak kegiatan, puluhan mata memerhatikan pintu, tepat suara ketukan itu hadir. Seorang lelaki bernama Pak Yaya menjadi dalang dari pengetukan itu, lengkap dengan kunci T yang di genggamannya.

Entah keduanya membahas mengenai apa, setelah percakapan singkatan tersebut, wanita itu mengemasi buku yang dibawanya, kemudian berjalan keluar. Pintu yang sedari tadi dibiarkan terbuka kini ditutup rapat oleh Pak Yaya. Kelas semakin meredup semenjak peristiwa penutupan itu, semakin menambah suasana mencekam. Tak lama setelah itu Pak Yaya mengeluarkan secarik kertas dari dalam sakunya, berisikan daftar nama para siswa, akan diadakan pembagian sembako, kah? Tak ada sedikit pemikiran negatif yang hinggap di kepala anak-anak TKR dua, pemanggilan satu per satu tak menimbulkan curiga apa pun.

Pak Yaya mulai menyebutkan nama satu demi satu, dimulai dari Tomo; Fiki, Ali, Tio, Haerul, Eri, dan Bayu ketujuh siswa itu di suruh berdiri di depan kelas. Pak Yaya mengumpulkan mereka dengan amarah yang menyelimutinya, kunci T di timangnya. Dikumpulkannya ketujuh anak itu bukan tanpa alasan, bolos sekolah yang sudah begitu banyak mewarnai absensi mereka membuatnya berurusan dengan Pak Yaya. Sebenarnya bukan hanya ketujuh anak itu, ada sekitar lima belas anak yang dipanggil namanya, namun sisanya tidak ada dalam kelas, ketidakhadiran tanpa alasan. Hanya mendapat setengah dari yang diincar, membuat Pak Yaya semakin naik pitam.

BRAKKK!

Sebuah gebrakan keras menghantam meja, memunculkan keterkejutan yang menyiksa jantung. Kelas yang tadi masih dibisingi percakapan, seketika menyepi. Suasana mencekam memeluk seluruh anak-anak TKR dua. Tak bergeming.

"Kalian nantangin Bapak, hah?!" bentak Pak Yaya pada ketujuh anak, semua anak yang maju hanya menunduk. Tak menjawab. 

"Seminggu yang lalu Bapak sudah ingatkan, jangan sampai ada yang bolos lagi hingga kalian lulus nanti!"

"Tapi apa? Kalian dengan santainya malah bolos lagi, sampai beberapa dari kalian berhasil diringkus. Itu bentuk perlawanan kalian? Jawab! Kalian punya mulut berguna untuk menjawab, jangan cuma diam!"

HENING.

Pak Yaya berjalan mendekati satu meja yang berada di depan, "Aaa!" Satu meja di bantingnya.

BRAKKK!

Patah tak memedulikan amarah Pak Yaya yang sedang meledak-ledak, kepalanya bersandar pada dinding, ia tetap melanjutkan acara membacanya. Tak menghiraukan keributan yang terjadi, toh amarah yang dilampiaskan Pak Yaya bukan kepada dirinya.

Kerah Tio di tarik kasar, "Mau terus bolos, hah?!" bentak Pak Yaya sambil memukul-mukul meja dengan kunci T.

Tio menggeleng, "Eng-enggak, Pak," jawabannya gugup.

Entah disengaja atau tidak, kunci melayang mengenai kepala Tio. Lalu setelahnya Pak Yaya terus memukul-mukul meja dengan kunci T sampai bengkok. Tio hanya bisa mengusap rasa sakit yang hinggap di kepalanya tanpa berani membalasnya.

"Jika sampai bulan ini kalian bolos lagi, akan Bapak pastikan kalian keluar dari sekolah ini!"

Pak Yaya berjalan keluar, "Assalamualaikum," pamitnya sambil menutup pintu dengan kasar.

"Waalaikumussalam," balas seluruh anak-anak TKR dua.

Kepergian Pak Yaya mengundang gelak tawa, seketika tawa pecah dalam ruangan. Hanya Patah yang tak mengikuti euforia itu, lagi pula di mana letak lucunya? Ia tetap tertuju pada ratusan aksara terangkai dalam buku. Senyap diusir paksa oleh percakapan manusia yang membising, berbincang perihal kejadian yang baru menimpa sebagian anak. Riuhnya percakapan berpusat pada ketujuh anak yang baru saja sama-sama menghadapi keganasan Pak Yaya, Tomo dan Fiki pun tampak akrab. Entah sejak kapan keakraban itu hadir di antara keduanya, dan itu suatu pertanda baik bagi hubungan sebuah pertemanan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 13, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tanpa FigurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang