"Gue paling benci sama orang yang suka merendahkan diri nya sendiri, padahal lo nggak tau aja Ret ada banyak hal yang mesti nya lo banggain dari diri lo, yang orang lain tuh nggak punya," Sasa bicara dengan nada santai nya. Gadis itu berdiri dari duduk nya dan menghampiri Claretta yang kini berdiri menghadap jendela kamar.

"Gue nggak perduli seterkenal dan sehebat apa Andhara Maharani yang lo maksud itu, yang harus lo ingat cuma satu, kita masih pakai marga Revanza di belakang nama kita, itu artinya Andhara Maharani cuma segelintir debu buat kita," menepuk pundak Claretta pelan dan seolah memberi kekuatan pada sepupu nya itu.

"Tapi ini tentang perasaan Sasa," Claretta berucap lirih.

"Dokter Rian nggak bakal milih cewek itu kalau dia cinta sama lo," Sasa mengelus pipi mulus Claretta dengan lembut menatap mata sepupu nya itu.

"Is't okay, you will be fine,"

"Gue nggak bakal baik-baik aja Sa,"

Sasa terkekeh kecil.

"Gue nggak mau lo kenapa-kenapa setelah ini, pokoknya lo harus baik-baik aja, gue nggak suka orang cengeng, ngerti?" Claretta mengangguk paham.

"Good, sekarang kita berangkat ke sekolah,"

Flashback of.

Dengan mengesampingkan semua rasa panik dan ketakutan nya Claretta mulai melangkah masuk kedalam gedung rumah sakit, sore ini terlihat ramai dengan banyak nya pasien, gadis remaja dengan seragam SMA itu berjalan menyusuri koridor rumah sakit menuju ruangan dokter Rian.

Saat sampai tepat di depan pintu Claretta menarik nafas nya panjang, menyelipkan sedikit anak rambut yang terjuntai ke belakang daun telinga nya.

"Hello pak dok----," ucapan Claretta berhenti saat ia berhasil menekan kenop pintu dan terbuka, memperlihatkan dua orang yang kini tengah saling bertukar peluk. Atau lebih tepat nya sang wanita lah yang memeluk si pria dengan posesif sementara yang di peluk tidak menunjukan reaksi apa pun.

Ransel hijau tosca yang tersampir di bahu kiri nya merosot perlahan ke lantai. Lutut nya benar-benar lemas sekarang, Claretta linglung tak tentu arah, pandangan nya serasa kabur akibat bendungan air mata yang sudah sampai di ujung pelupuk.

Tatapan kedua nya bertemu dengan cepat lelaki ber jas ala-ala dokter itu melerai pelukan yang di hadiahkan Dara untuk nya.

"Pak dokter, " gumam gadis itu pelan, tapi tetap saja, Claretta tidak ingin menumpahkan semuanya sekarang.

"Dia siapa?" Tanya gadis itu serius.

"Tunangan saya," tidak mengelak sama sekali saat di tanya lelaki itu mengatakan apa yang sejujur nya pada Claretta.

Sementara di samping nya Dara tersenyum ramah ke arah Claretta. Yang jika di tafsirkan itu seolah mengejek.

"Bercanda nya nggak lucu,"

"Saya tidak sedang bercanda,"

aura dingin dokter Rian terpampang nyata lagi sekarang, kenapa begini? Apa yang membuat pak doktenya berubah dingin seperti ini?. Kemarin-kemarin bahkan hubungan mereka baik-baik saja, lalu dalam satu malam di meruntuhkan oleh satu alasan yang tidak masuk akal.

"Ini nggak bener kan pak dokter?" Suara Claretta bahkan hampir habis sekarang.

"Kayak nya nggak ada yang perlu saya tutupi lagi deh dari kamu, selama ini saya cuma kasihan sama kamu, dan ini tunangan saya, saya yakin kamu sudah kenal sama dia,"

Tertampar kenyataan itulah yang saat ini sedang Claretta rasakan, miris nya gadis delapan belas tahun ini harus merasakan patah hati dengan pria yang umur nya bahkan jauh lebih dewasa di atas nya. Tapi entah kenapa Claretta begitu mencintai lelaki di hadapan nya ini.

"Kenapa cuma kasihan? Kenapa?" Suara Claretta meninggi emosi nya sudah di ujung kepala pasal nya. Enak sekali katanya cuma kasihan. Memang nya dia pengemis yang harus di kasihani.

"Saya tau hidup kamu susah banget, mulai dari kakak kamu yang meninggal beberapa tahun silam, ibu kamu yang sampai saat ini koma, ayah kamu yang nggak perduli sama kamu, sampai kamu yang punya gangguan mental, apa masih belum cukup untuk di kasihani?" Kalian tentu tidak lupa kan betapa pedis nya mulut dokter Rian jika sudah berbicara kasar.

"Kemarin kita masih baik-baik aja, bahkan kemarin kita ke pantai, tapi hari pak dokter kenapa berubah gini?" Tanya gadis lirih. Claretta menundukkan kepala nya dalam.

Sementara Dara sudah mengundurkan diri untuk pergi dari beberapa menit yang lalu.

"Saya nggak berubah, ini emang diri saya, saya capek selama ini pura-pura terus bikin kamu supaya tersenyum, sekarang kamu bisa pergi, saya nggak mau di ganggu," detik itu juga perlahan Claretta runtuh.

Gadis itu menangkup wajah nya yang penuh dengan air mata menggunakan kedua tangan nya, menghapus sisa-sisa air mata lalu beranjak dari ruangan itu begitu saja.

Sementara di tempat nya dokter Rian mengepalkan tangan nya kuat, sampai buku-buku jari nya memutih. Berat memang tapi hanya itu cara nya agar sang mama tidak kecewa.

***

***

Oops! Ang larawang ito ay hindi sumusunod sa aming mga alituntunin sa nilalaman. Upang magpatuloy sa pag-publish, subukan itong alisin o mag-upload ng bago.

Bonus pak dokter❤

Oops! Ang larawang ito ay hindi sumusunod sa aming mga alituntunin sa nilalaman. Upang magpatuloy sa pag-publish, subukan itong alisin o mag-upload ng bago.

Bonus pak dokter❤

Claretta Liodra sad girl:(

Oops! Ang larawang ito ay hindi sumusunod sa aming mga alituntunin sa nilalaman. Upang magpatuloy sa pag-publish, subukan itong alisin o mag-upload ng bago.

Claretta Liodra sad girl:(

Vote jangan lupa.

Vote jangan lupa

Oops! Ang larawang ito ay hindi sumusunod sa aming mga alituntunin sa nilalaman. Upang magpatuloy sa pag-publish, subukan itong alisin o mag-upload ng bago.

Next chapter...

I Love U Pak Dokter [End✔ ]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon