Episode 22 : Taman Hiburan

107 26 88
                                    

Muza Yana

Dengan langkah malas aku berdiri dan mengikuti kemauan pria itu. Bianglala adalah wahana yang paling kutakuti. Aku takut ketinggian, tetapi aku tak kuasa menolak kemauannya. Sebab V terlalu baik padaku.

"Muza Yana, come on!" ajaknya.

Aku masih berdiri mematung. Jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya. Aku takut naik bianglala. Aku ingin kabur, tetapi tak bisa. V datang dan menarik tanganku. Aku merasakan tangannya yang hangat dan otot tangannya yang kekar. Ya ampun.

Aku berjalan mengikutinya dengan tangan yang masih dalam genggamannya. Aku makin berdebar, begini rasanya bergandengan dengan salah satu pria paling tampan di dunia. Tak hanya menggenggam, ia juga membimbingku naik ke kabin bianglala. Kini kami berdua duduk berhadapan di dalam salah satu kabin bianglala. Tanganku masih menggenggam tangannya. Ia memastikan segalanya akan baik-baik saja dan aku tak perlu khawatir. Ia lalu keluar kabin mendekatkan kartu di sebuah box supaya bianglala berputar.

"Kau takut?" V duduk di depanku setelah bianglala berputar perlahan-lahan menuju posisi makin ke atas.

Aku menggeleng. Aku berbohong, aku sangat takut dan cemas. Keringat dingin mengalir di pelipisku. Sekuat tenaga aku menahan pekikan dan rasa ketakutan hingga bianglala bergerak membawa kami pada posisi yang makin tinggi.

Makin tinggi makin membuat pemandangan taman hiburan terlihat kecil. Aku memberanikan diri melihat ke bawah dan melihat bintang di langit yang jaraknya seolah dekat dengan kami. Aku berharap, bianglala ini segera berhenti dan kami keluar. 

Sial, perputaran bianglala ini sangat lambat dan tiba-tiba berhenti saat kami berada di posisi paling atas. Aku terkejut dan langsung menarik tangan V dengan mata terpejam. Aku memeluknya erat, hingga tanpa sadar aku berada di atas pangkuannya. 

Ketika aku membuka mata, wajahnya sudah berada tepat di hadapanku. Tanganku masih memeluk punggungnya, sementara tangannya berada di punggungku. Napasku tersengal-sengal karena masih ketakutan. Aku melihat wajahnya tepat di depanku, garis wajah tampannya terlihat sangat jelas. Hidungku bahkan mencium wangi parfum dan napasnya juga beraroma mentol. Aku menggigit bibirku, ia sungguh sempurna. 

Ia menatapku dan aku menatapnya. Tak kuat rasanya menahan beban pesona yang ia miliki. Aku menelan saliva, hingga akhirnya mataku bergerak menyorot ke bibirnya. Tak lama ia mendekatkan wajahnya dan kulihat bibirnya hendak meraih bibirku. Pelukannya juga kurasakan makin erat.

Aku tersadar, hampir sampai bibirnya mengenai bibirku. Aku justru memukul pelan kedua lengannya. "Jangan, hentikan." 

Ia diam, bibirnya tak jadi meraih bibirku. "Ada apa? Kau tak mau melakukannya?" bisiknya.

"Jangan, aku tidak mau!" tolakku. Aku tidak akan berciuman dengan pria yang tidak menyatakan cinta padaku. Walau aku menyukainya sekalipun. Aku tak mau menjadi budak cinta yang mengharapkan cinta tanpa kepastian.

V melepas pelukannya, aku justru terhenyak ke belakang dan jatuh ke lantai kabin bianglala. V berusaha menahan tubuhku, tetapi tak kuasa. Ia akhirnya ikut terjatuh juga, kini posisinya berada tepat di atasku. Sementara bianglala tetap berputar kami berada di salah satu tempat duduk dengan posisi tegang dan berhimpitan.

Aku masih menatap matanya. Matanya cokelat bersinar indah, ia sangat tampan. Rasanya butuh energi dan pertahanan kuat untuk menolak ciumannya. Kali ini sepertinya ia tak menyerah menebar pesonanya. Sungguh aku berdebar, aku kini berputar dalam pusaran asmara dan seperti di dalam perangkap cinta.

Ia mencoba sekali lagi mendekatkan bibirnya hendak menciumku. Posisiku di bawah sementara ia di atas membuatku sesak dan hampir pasrah. Aku mendorong pelan bahunya. Ia paham, kalau aku tak mau melakukannya lagi. Ia pun meninggikan posisi bibirnya hingga mencium keningku. Terasa hangat, tetapi aku seperti tersengat. Sial, ia bisa melakukan semua hal dengan semaunya.

Ia berdiri dan kemudian membantuku berdiri. Kami duduk hingga bianglala berhenti berputar dan pintu terbuka. Kami turun dengan rasa canggung. Aku melipat tanganku memeluk tubuhku. Ia menoleh sekejap dan tersenyum menyebalkan.

Ia bisa semaunya, tetapi aku tak bisa semudah itu menerima ciumannya. Aku tak ingin menjadi pelayan serbaguna yang bisa diperlakukan semaunya. Cukup aku melayaninya sesuai daftar kerja, tetapi jangan meminta yang lebih. Walau begini, aku memiliki harga diri meskipun jika ciuman itu terjadi aku mungkin akan menyukainya bahkan menikmatinya.

Setelah kami turun, aku berusaha bersikap biasa saja. Aku juga berusaha melupakan kejadian tadi. Ia dan Seokjin sepertinya sama saja. Jika ada suasana romantis sedikit, hasratnya memuncak dan hampir melakukan hal yang tak seharusnya dilakukan.

***

Kim Taehyung

Aku tak menyangka ia menolak ciumanku. Dari kejadian itu semua, ia telah membuktikan kalau dirinya memang gadis baik-baik yang tak bisa diperlakukan semaunya. Sungguh, aku memang tak tahan dengan pesona yang ia miliki, sejak awal. Menurutku ia cantik dengan tubuh yang seksi. 

Ia adalah wanita dengan ukuran tubuh yang pas dan beberapa bagian yang semestinya cukup berisi. Ia seperti magnet yang membuat kaum adam ingin menyentuhnya. Untung saja ia tidak menamparku karena aku telah melakukan hal bodoh di tempat seperti ini.

Ia kini mencoba bersikap biasa saja, walau aku tahu ia seperti canggung. Aku mencoba mencairkan suasana dengan mengajaknya naik kuda-kudaan. Ia tampak senang saat naik kuda-kudaan. Aku mendatanginya dan mencoba bercakap-cakap dengannya.

"Maafkan aku, Muza Yana," kataku.

Ia menoleh dan menunduk. "Sudahlah, tak apa," jawabnya singkat.

"Kau marah padaku?" tanyaku.

"Tidak, V."

"Mengapa kau tak mau melakukannya?" Pertanyaan itu tiba-tiba kembali terlontar dari mulutku. Aku masih penasaran, aku memang masih ingin melakukannya dan aku ingin ia menyambutnya dengan baik. Apalagi suasana di atas kuda-kudaan ini masih terasa romantis. Aku penasaran, ia memang wanita yang menggairahkan.

Ia turun dari kuda-kudaan dan berdiri. Kami berada di lantai wahana ini dengan keadaan berputar.

"Aku, aku tak bisa melakukannya," jawabnya ragu-ragu.

"Mengapa?" 

Ia menggeleng dan mengeluarkan air mata. Ia menyeka air matanya dengan punggung tangannya. Aku juga merasa bersalah dan menyesal. Bagaimana jika ia menyebar gosip kepada teman-temannya di Indonesia? 

"Aku hanya mau berciuman dengan pria yang sudah menyatakan cinta dan kusambut dengan baik," jawabnya.

Ia membicarakan cinta, untuk saat ini cinta tak terpikirkan olehku. Aku mengerti, tak semua wanita menyukai suatu hal yang dilakukan atas dasar suka sama suka. Aku yakin, ia suka dan mau berciuman, tetapi ia berusaha menepisnya sekuat tenaga. Aku juga tahu kalau ia juga terjerat pesona yang kumiliki. Aku tahu jika hampir semua wanita menginginkan  kepastian dan aku belum memiliki kepastian untuk cinta. Aku belum memikirkan cinta, aku masih akan fokus terhadap karir.

Yana terlihat sangat lelah dan mengajakku pulang sebelum pagi. Jika pagi, banyak orang akan melihatku dan namaku bisa muncul di situs pergunjingan selebriti. Yana sangat perhatian padaku. Namun, aku justru tak bisa menahan hasratku karena ia sangat sensual.

Votenya gaes

My Big Boss IS V BTSTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon