Muza Yana
Jung Olivia membuka kaos oblongku. Bahkan, ia membuka celana trening yang kupakai tidur semalam. Kini aku hanya mengenakan pakaian dalam. Aku melipat tanganku di bagian dada dengan perasaan berdebar-debar. Apakah wanita paruh baya ini sinting? Apa dia penyuka sesama jenis. Aku jijik.
"Kau masih perawan, Yana?" Pertanyaan gila, mau apa wanita itu padaku? Jelas saja aku masih perawan. Aku tak pernah berbuat bodoh dengan bergaul bebas dengan sembarang lelaki, walau itu pacarku sekalipun.
"Tentu saja, Nyonya. Aku selalu menjaga pergaulan. Mengapa kau bertanya seperti itu?" Aku berusaha menahan emosiku. Semoga dia bukan kaum lesbian. Aku normal, aku menyukai lelaki.
Olivia tak menjawab. Ia mengeluarkan bungkusan di rak tumpukan ke dua dan membuka bungkusan itu. Isinya adalah gaun. Ia menunjukkan gaun ketat berwarna merah. Gaun itu hanya menutupi sebagian dada, sementara bagian bahu dan ketiak terbuka. Baju seperti ini dikenal degan tube dress.
"Pakai ini, Yana!" titahnya dengan suara yang terdengar santai.
"Aku tidak mau, Nyonya. Berikan saja aku baju yang tertutup. Celana jeans dan kaos lengan panjang kurasa sudah cukup," jawabku.
"Ini Korea, perpakaian seksi itu hal biasa. Kau pakai ini. Ini seragam kerja perusahaan kami," jawabnya.
Sungguh gila, bagaimana mungkin seragam karyawan kafe sangat minim seperti itu? Apa sebegitu parahnya untuk mengundang pelanggan? Sampai-sampai karyawan wajib berpakaian kurang bahan?
***
Setelah perdebatan dengan Jung Olivia, akhirnya aku memakai pakaian kurang bahan itu. Mau bagaimana lagi? Aku terpaksa melakukannya karena aku tak punya uang lagi. Aku hanya punya uang tujuh ratus ribu rupiah di tanganku. Kurasa itu kurang untuk biaya hidup di sini.
'Seragam' seksi itu akhirnya kupakai. Ukurannya pas, tetapi sangat pendek hingga pahaku terekspos dengan jelas. Jika jongkok sedikit saja, celana dalamku bisa terlihat, astaga.Setelah rapi aku diantar ke kafe oleh gadis seksi. Dia berpakaian minim juga sama sepertiku. Warnanya juga sama dengan yang kukenakan. Gadis itu sangat cantik, mengingatkanku pada Irene Black Velvet.
"Follow me," ajaknya. Ia berusaha berkomunikasi dengan bahasa Inggris padaku. Sepertinya ia tahu kalau aku tak bisa berbahasa Korea.
Aku mengangguk dan mengikutinya keluar dari bangunan in the kos kami. Setelahnya, kami berjalan melewati lorong menuju kafe yang dimaksud Olivia. Aku tak bertanya apa pun pada gadis itu. Aku cukup risi dengan pakaian sialan ini.
Banyak lelaki yang menatap kami termasuk gadis Korea itu. Ada juga lelaki yang berani menyentuh gadis itu, tetapi gadis itu cuek saja. Gadis itu terus memanduku ke kafe. Beberapa menit kemudian, aku sampai di kafe tempat yang di instruksikan Olivia pada gadis cantik itu.
YOU ARE READING
My Big Boss IS V BTS
FanfictionV menatapku dari ujung rambut hingga ujung kaki. Aku sudah pasti menganga, rabutnya basah dan terlihat makin menggemaskan. Ia memakai kaos oblong tipis dengan tulisan Celine dan celana hitam parasut sepanjang lututnya. Tak berdandan pun ia justru te...