2|| singkat namun begitu membekas

61 33 62
                                    

'Tetap maju ke depan, hingga cacian itu berubah menjadi tepuk tangan.'

~Agnetha Zevannya Williams

ooOoo

Suasana perpus di istirahat ketiga lumayan sepi. Hanya ada segelintir orang yang mau menghabiskan waktu di ruangan dengan ribuan buku itu. Bahkan jumlah pengunjung bisa dihitung dengan jari.

"Le, udah dapet bukunya?" Entah sudah keberapa kali Netha bertanya hal itu pada Lea. Sedari tadi gadis itu tak kunjung menemukan buku yang dicari.

"Belum. Lo duduk aja dulu."

Netha memutar bola matanya malas, pada akhirnya memilih duduk di meja yang belum terhuni. Gadis itu membaca buku yang hendak dipinjam, mulai larut dalam deretan narasi indah di hadapannya.

"Suka baca buku?"

Netha menoleh kearah sumber suara. Di sampingnya ada seorang lelaki yang tengah duduk sembari tersenyum manis padanya. Namun anehnya ia pikir lelaki itu bukan siswa yang baik.

Lihat saja penampilan lelaki itu. Walau wajahnya tampan, tapi pakaian lelaki itu benar-benar berantakan. Baju yang dikeluarkan, tidak memakai dasi dan tidak ada name tag di seragam. Baru kali ini ia melihat siswa seperti itu datang ke perpus di jam istirahat.

Tak mau memikirkan lelaki itu Netha mengangguk. "Suka."

"Lagi baca buku apa?" tanya lelaki itu lagi.

Netha memutar bola matanya jengah. Palingan lelaki itu juga tidak tau menahu mengenai buku cerita anak kecil, apa lagi novel lama yang ia baca. Menjawab singkat, "Elantris."

"Tau gue. Elantris karya Brandon Sanderson kan?"

Spontan Netha menoleh. Tatapannya seolah tak percaya jika lelaki urakan itu tau mengenai buku lama karya Brandon Sanderson itu. Menyipit curiga, Netha bertanya, "Bener tau?"

Lelaki itu terkekeh pelan. "To their simple, degenerate minds there was only one thing to do when faced by a God more powerful than their own--"

"Convert." Netha ikut berucap, membuat mereka mengatakan kata convert bersamaan.

Netha tertawa kecil, mulai nyaman berbicara dengan lelaki itu. " Beneran tau lo?"

Lelaki itu mengangguk. "Gue pernah baca yang versi inggris.  Seru sih ceritanya."

"Lo suka fantasi sci-fi?"

"Gak, gue sebenernya gak suka baca buku. Tapi karena almarhum nyokap gue suka banget sama buku-buku kaya gitu gue jadi ikut baca. Buat nginget nyokap juga."

"Eh, maaf."

"Gakpapa, kan gue yang cerita." Lelaki itu menyodorkan tangan, lalu memperkenalkan diri, "Gue Dewa. 11 SOS 2."

"Eh, kakak kelas?" Netha membalas uluran tangan Dewa, "Netha kak, 10 MIPA 1."

"Gua punya banyak rekomendasi buku-buku kek gini Lo mau?" celetuk Dewa tiba-tiba.

"Wah gua emang lagi cari buku kek ginian buat ngisi perpus pribadi di rumah," ucap Netha antusias.

"Gua punya banyak rekomendasi nya itu pun kalo Lo mau," yawar dewa sekali lagi.

"Ya mau lah itupun kalo gak ngeropotin kakak."

Dewa terkekeh kecil. "Enggalah santai aja."

Setelah percakapan kecil itu tidak ada percakapan lagi diantara kedua manusia ini.

EvanescentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang