Bab 20 (Kenyataan pahit)

6.2K 519 8
                                    

Bismillahirrahmanirrohim, Semoga banyak yang suka hehe

****

Ini memang hanya sekedar rasa,

yang seringkali menjumpai manusia di waktu yang entah kapan datang dan perginya

Seusai menunaikan Sholat Ashar berjamah dengan Nadia di Masjid dekat Toko Buku Gramedia, Kismi segera mengajak Nadia pulang. Hari semakin sore. Warna langit tak lagi biru. Terlambat pulang sedikit saja akan menyebabkan terjebak macet parah, meskipun kemacetan di Kota Malang tak separah di Jakarta.

"Ngapain kamu beli buku itu Kis?" tanya Nadia heran, ditatapnya buku bersampul pink dengan judul 'Terjemahan Kitab Qurratul Uyun' yang tergeletak di samping Kismi.

"Buat Kak Elsa dong! Kenapa?" Kismi balik bertanya. Kedua tangannya sibuk memasang tali sepatunya.

"Ye, kirain kamu yang mau baca, perasaan selama ini kalau ku ajak ikut kajian kitab qurratul uyun pasti ditolak!" Kismi tertawa kecil mendengar penuturan Nadia.

"Bukannya nggak mau Nad, hanya saja belum waktunya. Nanti kalau aku ikut pengajian seperti itu takutnya jadi pengen cepet-cepet nikah kayak kamu hehe!"

"Yeee kah, kalau mau baca, baca aja kali. Nggak semua orang yang mempelajari tentang pernikahan jadi ingin nikah cepat juga kelles! Tergantung orangnya, kalau kamu sih jangan nikah muda dulu deh Kis!"

"Wkwkwkw kenapa emang?"

"Iya lah, kamu tuh pinter, kejar dulu cita-citamu yang setinggi langit itu! Aku mah, kalau tidak dipaksa kuliah, mungkin nanti akan memilih nikah saja!"

"Hmm Nadia!"

"Aku serius Kis, apalagi kemaren kakak sepupuku menikah, membuatku jadi pengen nikah saat itu juga hehe!" Kismi hanya menggeleng melihat antusiasme Nadia saat membahas impian nikah mudanya itu.

"Makanya, kamu sebagai teman ter-sholihahku doakan aku ya, aku tuh pengen banget ada kaum adam yg melamarku saat udah lulus Aliyah nanti!" kata Nadia tetap antusias sekali. Pandangannya menerawang ke arah langit senja sana. Dipikirannya pasti sedang mengkhayalkan dirinya bersanding dengan seorang pemuda gagah yang tampan rupawan. Visual imajinasinya Nadia kalau bukan Zayn Malik ya Ji Chang Wook.

"Memangnya kamu punya bekal apa untuk nikah muda Nad? Jangan sok berani deh!"

"Ye, kamu belum tau sih, gini-gini aku tuh udah bisa masak beraneka ragam makanan, udah bisa mandiin bayi, pinter nyapu dan ngepel, insya Allah bisa mengabdi setulus hati kepada suami!" ujar Nadia membanggakan dirinya sendiri.

"Masak? Tapi kamu itu boros banget orangnya, gimana? Udah bisa latihan hidup hemat dan apa adanya?" tanya Kismi menyelidik, yang sontak membuat Nadia terdiam. Nadia yang emang dibesarkan di keluarga pejabat dan mempunya nafsu njajan yang tinggi membuat hidupnya memiliki tingkat kehedonan diatas rata-rata remaja seusianya.

"Ya bisa lah, kalau masalah hidup hemat dan apa adanya nanti akan berjalan dengan sendirinya Kis! Jika jodohku adalah seorang laki-laki yang mampu dan lumayan tajir ya Alhamdhulillah, tapi kalau sebaliknya ya," Kismi menarik tangan Kanan Nadia, memaksanya untuk berhenti bicara.

"Kuy cepet pulang Nad, udah hampir jam 5 nih!"

"Aduh iyaa pelan-pelan Kis!" Nadia berusaha menyusul langkah Kismi yang meninggalkannya.

"Inget Kis, kita itu tidak bisa memaksakan jodoh yang belum datang ataupun menghentikan yang sudah di depan mata! Takdir Allah tidak ada yang tau kan?" Kata Nadia dengan bijaknya saat langkahnya sudah sejajar dengan Kismi.

"Iya-iya Nad, terserah kamu aja deh!"

Motor yang kendarai Nadia dan Kismi pun membelah jalanan lumayan padat Kota Malang.

***

"Makasih ya Nad, udah suka rela nganterin aku sampai rumah!" ucap Kismi dengan tampang yang ia pasang semanis mungkin.

"Ye santai aja kali, lagian mana tega aku ninggalin kamu di alun-alun sana Kis!"

Kismi tertawa kecil. "Mau mampir dulu sekalian sholat maghrib disini?"

Nadia menggeleng cepat. "Nggak ah, makasih, takut dicariin Mama. Titip salam aja ya buat Tante Anita, Yaudah aku langsung pamit ya Assalamu'alaikum!"

"Wa'alaikumsalam, hati-hati di jalan Nad!" Tangan Kismi melambai sampai motor Nadia hilang dari pandangannya di belokan perempat jalan sana.

Dengan langkah ringan seperti tanpa beban, Kismi masuk kedalam rumah yang pintunya memang telah terbuka lebar sedari tadi..

"Assalamu'alaikum, Kismi pulang!" ucapnya

"Wa'alaikumsalam warahmatullah, lah ini dia Kisminya baru pulang!" Kedua bola mata Kismi terbelalak melihat tamu yang ada di rumahnya.

"Wah, ada Ummi Aminah. Apa kabar Ummi?" Setelah menyalami bundanya, Kismi langsung menghampiri Ummi Aminah.

"Baik Nak, kamu sendiri bagaimana?" Ummi Aminah balik bertanya.

Kismi tersenyum manis menunjukkan gigi gingsulnya yang lumayan putih, "Alhamdhulillah Kismi baik dan tambah sehat Ummi!" Kismi membiarkan Ummi Aminah merengkuh tubuh mungilnya.

"Alhhamdulillah kalau begitu, pulang sekolahnya kok sore banget?" tanya Ummi Aminah lagi.

"Hehe iya Mi, tadi masih mampir ke toko buku dulu di Alun-alun!" jawabnya masih dengan ekspresi sumringah, Kismi belum menyadari hawa-hawa aneh di sekelilingnya.

"Abah Gimana? Sehat juga, kan?" Pandangan Kismi beralih menatap laki-laki paruh baya yang duduk di samping ayahnya.

"Alhamdhulillah, Abah kabarnya baik juga!" jawab Abah Hasan penuh wibawa.

"Oh iya, Kak Elsa dan Kapten Gibran kapan pulang ke Indonesia Mi, kemaren Kismi coba menghubungi tapi mereka sibuk?" Tidak ada yang menjawab pertanyaan Kismi, semuanya bungkam.

Kismi mulai merasa ada yang aneh, hatinya tiba-tiba menjadi gelisah. Pikiran buruk mulai merasuki otaknya.

"E, mereka baik-baik saja, kan, disana?" tanya Kismi khawatir.

Hening beberapa saat. Kini, hati Kismi dibuat dag dig dug tak karuan. Dia khawatir terjadi sesuatu yang tidak-tidak terhadap Elsa dan Kapten Gibran.

"Ehem, Bismillah. Jadi begini Nak, sebenarnya yang dinikahi Gibran putra saya bukan Elsa, tapi kamu!" jawaban tegas Abah Hasan membuat Kismi hanya terdiam, akal sehatnya belum bisa mencerna dengan baik.

Kismi tertawa sumbang, "Hehe maksud Abah apa ya?" tanya Kismi akhirnya.

"Jadi gini, sebenarnya menantu kami bukan Elsa, tapi kamu Kis," Ummi Aminah menjelaskan sembari mengelus lembut kepala Kismi yang dibalut jilbab sekolah berwarna putih itu.

Kismi terdiam, petir seakan menyambar alam sadarnya.

"Bunda, Ayah, apa yang dikatakan Abah dan Ummi Aminah benar adanya apa tidak?" tanya Kismi menatap kedua orang tuanya yang duduk berseberangan dengannya.

"Maaf Nak, apa yang dikatakan mereka memang benar. Kamu kini telah di peristri Gibran!" jawaban yang dilontarkan Harun membuat hati Kismi sesak. Beribu pertanyaan melayang di otaknya. Kenapa bisa seperti ini? Apa yang terjadi? Bagaimana dengan Kak Elsa-nya? Kemana dia? Pertanyaan hanya tinggal pertanyaan, bibir Kismi terasa kelu untuk berbicara apa-apa lagi.

Dan pada akhirnya, Kismi tak sadarkan diri. Alamnya menggelap seketika.

***

Salam kenal untuk para pembaca baru cerita Kismi,,, hihi
Hai kamu, semoga selalu bahagia




@Alfiilayla Piye Tugas Jurnal Kajian Timur Tengah mu? Sudah ta?

Kalau sudah yuklah baca cerita ini Say





Kisah kasih Kismi (Sudah Terbit)Where stories live. Discover now