"Gue nggak bakalan roboh cuman karena kejadian kemaren."

"Gue bahkan lebih kuat dari itu." Sambung Gebi.

Lalu melebarkan senyumnya disana, mengambil tasnya kemudian turun menuju meja makan.

Tapi gue nyesal karena ngungkap perasaan yang nggak ada harganya dimata lo.

^^^^^

Gebi turun dari mobil Diva, begitu juga dengan Naya, mereka sudah janjian sejak sabtu kemarin.

"Gue masih syok lo pacaran ama si malehoy."

"M-maksudnya Davin." Sambung Gebi, membuat kedua sahabatnya tertawa.

"Nggak kerasa kita udah mau kelas 12 aja ya." Ucap Naya.

"Kira-kira gue mau jadi apa ya, kalo udah lulus." Sambung Naya.

"Ya kuliah dulu lah, bego." Sahut Diva, lalu menempeleng kepala Naya.

"Udah sih, kalian sok mikirin masa depan banget." Sela Gebi.

"Yang udah lo rencanain, belum tentu sama dengan takdir tuhan." Sambung Gebi.

"Tapi nggak ada salahnya bikin perencanaan buat masa depan." Sahut Diva.

"Gue mau kuliah jadi dokter aja deh!" Tukas Naya, membuat kedua sahabatnya ngebug.

Lalu mereka terbahak, "Nay, lo masuk UKS aja kayak masuk ruang ujian!!" Diva berujar.

"Cium minyak kayu putih sama bau obat aja mau pingsan, nggak miring otak lo?" Timpal Gebi.

Naya berdecih, dasar teman-temannya ini tidak mendukung cita-cita sehari nya.

Gapapa sih, paling besok gue nemu cita-cita baru.

"Tapi intinya gue bakalan kuliah di indo." Lalu Naya menatap Diva dan Gebi bergantian.

"Gue belum tau, bisa di Aussie atau di indo." Sahut Diva.

"Gue..."

"Gue mau di indo." Sambung Gebi.

^^^^^

Alan baru memarkirkan motornya, sudah ada temen-temannya yang masih nongkrong di parkiran.

"Nggak bareng Gebi lo?" Davin bertanya kearah Alan.

Astaga, Alan melupakan Gebi setelah kejadian kemarin.

Ia berharap Gebi pulang selamat kemaren karena ia hanya memesankan taxi online untuk mengantar Gebi pulang.

"Dia siapa?" Tanya Gebi getir kepada Alan, meski ia tahu jawabannya.

"An-" Belum sempat Alan berucap.

"Gue Anes."  Lalu Anes mengulurkan tangannya kearah Gebi.

"Gue Gebi." Sahut Gebi seadanya.

"Salam kenal." Lalu Anes tersenyum manis kearahnya.

Cantik, pikir Gebi.

"Iya."

Alan merogoh celananya, mencari sesuatu.

"Gue ke mobil bentar." Lalu Alan berlalu meninggalkan mereka berdua.

"Lo pasti sepupu nya Alan kan?" Tanya Anes pada Gebi.

"H-hah?"

"Dulu Alan pernah bilang, dia bakalan bawa keluarga nya kesini, dia suka banget sama tempat ini sejak gue ngajak dia kesini."  Jelas Anes, yang menceritakan masa lalu, mereka.

Alan datang dengan ponsel digenggaman tangannya.

"Geb, gue udah mesanin taxi buat lo."

"Maksud lo gue pulang naik taxi?!" Tanya Gebi.

Apa-apaan ini, harga dirinya terluka.

"Sorry."

Makasih dan maaf, kata-kata Alan itu selalu memutari kepalanya saat diperjalanan pulang.

Niatnya untuk bersenang-senang dengan Alan malah mendapat luka.

Alan menceritakan bagaimana ia bertemu dengan Anes kemarin, kepada para sohibnya, Faro dan Davin.

Bugh!

Alan meringis mendapat pukulan dipipinya, secara tiba-tiba.

"Far?! Apa maksud lo?!" Tanya Alan geram.

"Dasar nggak ada otak!" Jawab Faro lalu berlenggang meninggalkan Alan yang tersulut emosi.

Lalu Alan beralih menatap Davin yang ada di sebelah nya.

Davin menepuk bahu Alan, "Gue rasa lo sekarang emang salah!"

Alan mengerutkan dahinya, tidak paham dengan teman-temannya.

"Terus berbuat kesalahan sampai lo sadar ada yang hilang."

-----Area Bebas Gelut-----

Mau nya happy atau sad ending ini???
Jangan lupa vote, coment, share teman-teman
Uwwu-uwwuan nya entar dulu ya

Dikit-dikit Cembokur [END]Where stories live. Discover now