Tak ingin membuat Sesil bertambah cemas, Rian mengusap pucuk kepala sang adik. "Mama nggakpapa, cuma kecapean aja," balas nya yang langsung di angguki oleh Sesil.

"Syukur deh, aku takut banget tau bunda kenapa-napa," ujar gadis itu menatap sang kakak membulatkan matanya.

"Nggakpapa, mama baik-baik aja," dokter Rian mengelus rambut panjang Sesil dengan penuh sayang. Meskipun mereka tidak serahim tapi dia begitu menyangi adik nya ini.

"Emang nya bunda kenapa bisa sampai gitu sih kak? Ada masalah sama perusahaan atau gimana?" Tanya nya.

Rian menggeleng, lalu mulai menceritakan seluruh kronolgi yang terjadi sebelum penyakit ibu nya kumat. Sesil dengan seksama mendengarkan apa yang di ceritakan sang kakak, gadis itu membulatkan matanya.

"Apa? Kakak mau di jodohin? Terus Retta gimana?" Pekik gadis itu heboh sendiri. Dokter Rian menajamkan tatapan nya kearah sang adik mengode agar tidak berisik, sementara yang di kode hanya menyengir seraya menggaruk tengkuk nya yang tidak gatal.

Dokter Rian mengendikan bahu tak tahu, dia tidak ingin melihat mamanya sakit, tapi dia juga tidak bisa meninggalkan Claretta begitu saja, gadis itu sudah terlalu banyak memakan janji dari nya. Dia sungguh tidak ingin membuat gadis kecil nya kecewa.

"Aku selalu dukung kakak, apapun keputusan yang kakak pilih. Claretta itu anak nya baik yah meskipun rada ngeselin sih, tiap hari aku selalu berantem sama dia, cuma karena cowok, yah meskipun aku tau disini aku yang salah sih, Claretta nggak punya salah apa apa sama aku, aku nya aja yang terlalu merasa tersaingi oleh dia aku selalu bully dia padahal dia nggak salah apa apa, tapi sekarang aku udah sadar kok, dan aku sama dia juga udah berteman baik yah meskipun dia orang nya ngeselin banget. Aku suka kalau kakak sama dia, dia juga kelihatan cinta banget sama kakak, jujur sih aku nggak pernah liat dia sejatuh cinta ini sama orang, apa lagi orang itu kakak aku sendiri, sekarang dia udah jadi sahabat aku kak. Dan aku harap kakak nggak akan nyakitin perasaan sahabat aku yah," ujar gadis itu panjang lebar, sementara dalam hati nya Rian tidak tahu harus merespon seperti apa.

***

Pertemuan dua keluarga sekarang sudah di laksana, bukan pertemuan resmi sih, paling hanya sekadar makan malam bersama setelah itu berbincang-bincang, sekaligus membuka jalan bagi Rian dan calon tunangannya agar lebih dekat dan saling mengenal satu sama lain.

Rian berjalan keluar dari mobil sedan putih nya, malam ini cowok itu nampak sangat tampan dengan setelah kemeja putih yang di balutkan dengan Tuxedo hitam, dengan rambut yang di tata serapi mungkin, di samping nya berdiri sang mama yang juga sudah sangat terlihat elegant dengan busana ala ibu ibu sosialita tidak lupa pula sanggul cetar membahana nya, sementara di belakang berdirilah Sesil, gadis itu tampak anggun dengan dress berwarna gold serta rambut hitam legam yang di biarkan tergerai indah.

Sepasang kakak adik itu saling melirik, Sesil mencoba meyakinkan sang kakak untuk tetap tersenyum, dia benar benar tidak bisa banyak membantu dalam keadaan seperti sekarang ini, dia hanya bisa meyakinkan dan terus memberi semangat pada sang kakak. Berkat permintaan sang mama waktu di rumah sakit cowok itu tidak bisa menolaknya, dia hanya mampu mengiyakan agar kondisi sang mama tidak drop kembali.

Mobil mereka berhenti di sebuah pekarang rumah mewah, ketiganya memasuki pintu utama dan langsung mendapat sambutan hangat penghuni rumah.

"Hy Dian, kamu apa kabar," sapaan Marissa tertuju untuk sahabat nya.

"Aku baik kok, kamu gimana ?" Tanya wanita itu balik.

Marissa mengangguk "Aku baik kok," jawab Marissa seraya tersenyum.

"Mas Anton gimana?" Tanya Dian lagi, menyapa lelaki berumur setengah abad, yang berdiri di samping Marissa, sahabat dari suaminya.

"Saya baik kok! ayok sini mari masuk kedalam,"

I Love U Pak Dokter [End✔ ]Where stories live. Discover now