♡24: Mengapa?♡

115 70 76
                                    

"Katanya berharap dan bermimpilah terus. Ternyata, aku salah. Berharap hanya membuatku kecewa."
—Sky—


Hari ini Sky mau datang lebih awal ke sekolah. Memang ada beberapa pekerjaan yang ia tinggalkan di ruangannya sehingga ia datang lebih awal untuk mencicil pekerjaan itu.

Pagi hari yang cerah membuatnya bersemangat, apalagi sambil membayangkan wajah manis gadis itu.

Sky tersenyum sambil menggaruk kepalanya, “Ah, pagi-pagi udah tersipu-sipu aja bayangin anak itu.”

Ia menatap pantulan dirinya di cermin dan tersenyum puas dengan tampilannya hari ini.

“Ganteng juga. Panteslah dikejar dari jaman masih sekolah sampai sekarang. Ternyata memang aku ganteng, haha,” gumam Sky senang.
Sky baru saja keluar dari kamarnya dan melihat adiknya lagi asyik bermain handphone.

Diam-diam, pria itu mendekatinya dan mengejutkannya. Tentu saja berhadiah lemparan bantal yang ada di dekatnya.

“Ih, sadis banget sama kakak sendiri,” gerutu Sky sambil mengusap kepalanya yang menjadi sasaran bantal melayang tadi.

Saka memutar matanya dengan malas. “Lagian siapa yang mengagetkan duluan? Kakak kan? Ya udah aku lempar aja.”

Pria itu menggelengkan kepala dan menyentil dahi adiknya itu.

“Dimana-mana, adik itu menghormati kakak. Kalau kakak berbuat iseng ya dimaklumi. Yang enggak boleh itu adik yang buat iseng dan melakukan tindak kekerasan ke kakak. Nanti dimarahin loh,” bisiknya pelan tepat di dekat telinga Saka.

Pria itu tahu betul titik kelemahan adiknya itu, ia takut dengan hal yang berbau mistis.

Lihat saja wajahnya sudah memucat padahal hari masih pagi dan suasana begitu cerah.

Akhirnya, ia tidak sanggup lagi dan tertawa. Adiknya ini memang penakut kelas kakap.

“Oh iya, tumben banget kakak pergi pagi banget ke sekolah. Memangnya kakak ada menagih hutang ke Bu Siru yang suka minjem uang kakak itu?”

“Hush, enggak gitu konsepnya, Saka. Lagian kakak udah enggak mikirin soal uang yang dipinjam Bu Siru. Kita juga masih diberi berkat dan hidup berkecukupan, jadi selagi masih bisa membantu maka kita harus membantu orang lain.”

Saka merengut heran. “Ih, tapi kita yang rugi kakak! Kakak udah bekerja keras gitu masa uangnya dikasih ke orang sih?”

Sky tersenyum, tampaknya adiknya ini perlu diajar lagi ketika suasana hatinya sudah tenang.

Ia paham betul orang yang lagi marah atau kesal pasti tidak bisa menerima nasehat orang lain.

Jadi, ia hanya mengangkat kedua bahunya dan pergi menuju meja makan. Ia hendak menyiapkan sarapan untuk dirinya dan Saka.

Saka selalu suka menghabiskan waktunya dengan Sky. Baginya Sky adalah kakak yang paling top.

Saka menaruh handphone-nya di dalam tasnya dan duduk di meja makan. Saka menatap Sky yang telaten membuat makanan dan minuman untuk mereka.

Sky yang merasa risih dilihat seperti itu langsung mendelik adiknya kesal.
“Ih, apa sih Saka? Liat sana handphone-mu itu.”

“Kak, dari tadi aku perhatiin tuh kakak senyam-senyum terus. Kakak bayangin Kak Bulan, ya?” tuduh Saka.

“Idih, sok tahu deh.”

“Tempe aja kak, aku enggak suka tahu.”

Sky menggelengkan kepala dan menaruh makanan pagi mereka ke meja makan.

I Am Not Bucin! (TAMAT)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora