♡18: Saka♡

111 75 104
                                    

"Orang cantik mah diapain juga tetep aja cantik."
-Saka-


Di ruang tamu, keduanya masih asik berbagi cerita. Meskipun tidak bertemu selama bertahun-tahun, tidak membuat keduanya menjadi canggung.

Mereka sudah seperti kakak dan adik, bahkan Saka terlihat lebih bahagia bersama dengan Bulan dibanding kakak kandungnya, Sky. Tentu saja hal ini membuat Sky jadi merengut kesal.

“Apa-apaan ekspresimu itu? Kakak perhatiin kamu cengengesan mulu dari tadi. Awas nanti enggak bisa mingkem loh karena kebanyakan cengengesan,” godanya dan dihadiahi bantal terbang dari Saka.

Menyaksikan pertunjukkan bantal terbang ala kakak beradik ini membuat Bulan tertawa, rasanya ia seperti disaijkan sebuah pertunjukkan komedi gratis.

Gadis itu sudah berganti posisi duduk lalu rebahan ke samping kiri, lanjut tegak lagi, berubah jadi rebahan ke kanan sambil memegang perutnya.

Mulutnya sudah keram karena kebanyakan tertawa. Air mata sudah keluar dari sudut matanya, ia menangis terharu.

Mengingat kesepian yang menemani setiap detik hidupnya, lirikan tajam dari teman-temannya, rasanya terkucilkan dari lingkungannya, dan penolakan yang tidak pernah bosan menyapanya.

Ia pernah bahagia, hanya saja bahagia itu enggan berdiam diri dalam hatinya. Sekarang, ia senang bisa merasakannya lagi.

Ah, ia sudah lama tidak tertawa selepas ini. Sudah lama ia tidak  menikmati setiap detik di hidupnya. Rasanya beban di pundaknya hilang begitu saja.

Ia harus berterima kasih kepada dua bersaudara ini sudah membuatnya bahagia walau sebentar saja.

Sekarang ia sudah duduk tegap dan mengusap wajahnya kasar. Ia menghela napas sejenak dan menatap kakak beradik itu. Mereka sudah rebahan di lantai dengan kaki Saka yang berada di atas perut Sky.

Ia tidak bisa membayangkan jika teman-teman di sekolahnya tahu betapa konyol perilaku gurunya itu.

Sky dan Saka sudah mengap-mengap dan menatap ke langit-langit atap. Mereka mengatur napas yang tidak beraturan. Ternyata perang bantal dan adu debat mampu menguras tenaga mereka.

Beberapa menit  telah berlalu sejak mereka lelah beradu debat dan melempari bantal ke wajah masing-masing. Lalu,  mereka berdiri dan merebahkan badan di sofa lalu menatap heran ke arah Bulan yang masih saja tersenyum bahagia.

Gadis itu masih tertawa melihat ekspresi mereka.

“Kak, enggak kesambet, kan?” tanya Saka memastikan.

Mendengar itu, Bulan berhenti tertawa dan melirik tajam ke arahnya. Dia cukup sensitif dengan hal yang berbau mistis. Kalau bisa dia tidak akan menonton film horor.

Masalahnya, dia akan terbayang tentang film horor ini terus menerus dan dia enggak berani sendirian di kamar. Tentu saja bahaya, dia bisa semakin stres karena ketakutan.

Wajah Bulan sudah memucat dan tangan serta kakinya terasa dingin. Bahkan, gadis itu sudah merinding membayangkan hal-hal yang aneh.

Sementara Saka juga ikut memucat.
Ia cukup khawatir karena rumah ini baru mereka tempati beberapa bulan yang lalu.

Kalau Bulan kenapa-kenapa bisa bahaya. Sedangkan Sky ia berdiri dan mendekati Bulan lalu menyisir rambutnya yang berantakan.

Helai-helai rambut gadis itu begitu halus membuat Sky tersenyum dan mengepang rambut Bulan. Ia terlihat seperti gadis desa yang lugu sekarang.

Sepertinya Sky memiliki bakat sebagai penata rambut handal.

Ia mengusap kepala gadis itu dengan lembut. Ia jadi gemas melihat eskpresi ketakutan Bulan.

Kalau sudah begini, ia jadi kepengen memeluknya erat. Berusaha memberikan ketenangan supaya ia merasa lebih baik.

Rasanya ia tidak tega setiap kali gadis itu ketakutan. Baik Saka maupun Bulan langsung terdiam begitu Sky mendekati Bulan dan menata rambutnya.

Kalau Saka mulai senyum-senyum menatap kedua orang yang mungkin tengah dimabuk asmara, sedangkan Bulan wajahnya memerah dan ia sudah seperti manekin saja saking tegangnya.

Sky tersenyum puas menatap maha karyanya. Dari dulu ia sudah suka menata rambut orang lain. Biasanya yang menjadi kelinci percobaan adalah adiknya, Saka. Tapi, ia tidak bisa terlalu banyak bereksperimen sebab rambut adiknya ini pendek.

Saka ikut kagum menatap maha karya Sky.

“Wah, Kak Bulan jadi makin cantik! Bikin Saka pangling aja deh lihatnya,” puji Saka membuat gadis itu merona malu.

“Ah, bisa aja deh,” jawab Sky. Iya, pria itu dengan usil menjawab ucapan adiknya sambil mengedipkan matanya. Tentu saja membuat mereka memasang ekspresi syok.

Apalagi Bulan melihat jelas-jelas bagaimana gurunya itu mengedipkan mata. Seketika ia merinding.

“Kakak kena tekanan batin di sekolah?” tanya Saka random.

Mendengar kata tekanan batin cukup menyentil perasaannya. Ia dan perasaannya sudah lama dipendamnya dari dunia.

Tekanan batin.

Tidak ada yang memahaminya, tidak ada yang bisa menolongnya yang sudah tenggelam di lautan kesedihan. Tidak ada. Kembali mengingat jalan hidup yang ia lewati sebagian besar ditemani rasa pilu dan duka.

Melihat ekspresi gadis itu yang sudah berubah membuat Sky mengira-ngira apa yang menjadi penyebabnya. Lalu, ia tersadar akan suatu hal.

Sky mengedipkan matanya pada Saka, seolah memberikan kode pada adiknya itu. Berhubung Saka orang yang peka, akhirnya ia sadar jika ia sudah mengingatkan Bulan pada luka lamanya. Ah, luka lama mereka.

“Kak, kakak gimana ceritanya bisa ingat sama kak Sky?” tanya Saka penasaran.

Selain penasaran, ia sengaja mengalihkan perhatian Bulan supaya gadis itu tida lama-lama bermuram duja. Misi hampir berhasil,terpantau gadis itu tersenyum tipis padanya.

“Ketemu di sekolah. Awalnya kakak enggak sadar kalau Pak Sky itu kenalan kakak. Pak Sky sering manggil kakak ke kantornya. Di suruh bantuin ngoreksi tugas rumah siswa dan lain-lain. Di sela itu, dia ajak kakak ngobrol dan memancing dengan barang yang berhubung dengan masa lalu yang kakak lupakan. Akhirnya, kakak ingat siapa Pak Sky dan kamu.”

Sekarang gantian Sky yang wajahnya memerah. Ditatap selama itu oleh Bulan rupanya mampu memberikan efek yang berbeda baginya.

Saka tertawa bahagia. Tidak lama kemudian ia mulai bosan di rumah.

"Kak, kita jalan-jalan, yuk!" serunya.

Pria itu tidak langsung menjawab dan menatap ke arah Bulan. Gadis itu tampak berpikir.

Apakah tidak apa-apa jika pergi lagi? Kalau Mami sama Papi marah gimana?

Hati Bulan sudah gelisah, tapi ia tidak kuasa meminta diantarkan langsung ke rumah. Lagipula, ia masih ingin menghabiskan waktu bersama mereka.

Ia menatap balik ke arah Sky dan tersenyum lebar.

"Yuk, Pak. Saya juga bosan."

Melihat respon Bulan membuat Sky dan Saka lega.

"Oke, kita jalan-jalaj sebentar terus mampir ke tempat perbelanjaan ya. Sepatuku sudah mau bolong, nih. Udah demo dia minta pensiun dini," keluh Sky.

"Ah elah, itu kakak aja yang pelit! Beli sepatu bisa seabad sekali. Jelaslah sepatunya demo!"

"Mulai deh berantemnya. Sana siap-siap, cerewet amat!" pinta Sky.

Saka memeletkan lidahnya dan kabur dari hadapan mereka. Kini, tinggal Sky dan Bulan yang saling menatap dan menautkan jemari mereka.

Sore ini akan diingatnya terus. Menghabiskan waktu bersama dan berbagi canda tawa. Ah, indahnya dunia.

Note
AHEY!
GIMANA BAB INI?

WKWKKWK
TERIMA KASIH UDAH MAMPIR

I Am Not Bucin! (TAMAT)Where stories live. Discover now