♡14: Panik♡

122 82 123
                                    

"Bangunlah peri cantik,
aku menunggumu."
-Joy Blessing-

Joy baru saja keluar keluar dari kelas. Ia hendak mengambil proyektor yang ditinggal Pak Abi di ruang kerjanya. Baru beberapa langkah, ia sudah mendengar keributan.

Tentu saja kericuhan selalu menarik perhatiannya. Bahkan, kericuhan akibat tawuran saja membuatnya meninggalkan kelas dan pergi menuju medan perang.

Yah, walaupun dia sadar betul apa yang akan dihadapinya. Omelan dari gurunya dan lebam-lebam akibat pukulan lawan.

Namun, ia tidak pernah menyesali keputusannya. Baginya, tidak ada yang perlu disesali begitu sudah memutuskan untuk melakukan suatu hal. Ia harus menanggung apapun resikonya.

Joy selalu ingat perkataan seseorang, semua perbuatan baik tidak selalu diterima dan dianggap baik.

Memang serba salah, tetapi ia harus tersenyum menerima respon yang diberikan. Lagipula, tidak ada yang salah dengan berbuat baik, bukan?

Kembali ke situasi sekarang, ia terkejut melihat Sky yang biasanya kalem dan sok keren malah berlari seperti dikejar setan.

Ekspresinya yang panik membuatnya penasaran ada apa gerangan yang berhasil membuatnya berubah menjadi seperti itu?

Akhirnya, ia memutar haluan dan berlari mengejar Sky. Arah mereka berlari menuju ke ruang penyimpanan, tentu saja membuat Joy jadi berpikir ulang.

Apakah Pak Sky ketinggalan barangnya di dalam gudang dan itu yang membuatnya panik setengah mati? Masa sih?

Masih dengan keraguan di dalam hatinya, tetapi ia pantang mundur sebelum mengetahui fakta yang terjadi.

Langkah kakinya terhenti bertepatan dengan teriakan keras Sky. Wajahnya menjadi pucat dan tangannya gemetar.

Cahaya di dalam ruangan itu memang kurang, tetapi ia bisa melihat adanya memar di sekujur badan Bulan. Gadis itu sudah memejamkan matanya, terlihat begitu damai.

Apa yang terjadi?

Dia masih terdiam, lalu dia tersadar begitu Sky sudah menggendong gadis itu.  Ia mengepalkan tangannya.
“Pak! Kita harus ke rumah sakit!” seru Joy lantang.

Sky menggeleng, “Enggak. Bawa ke Unit Kesehatan Sekolah dulu. Lagian di sana ada dokter jaga juga, kan? Bukannya sama saja?”

Joy baru saja mau mengelak, tetapi Sky tetap pada pendiriannya. Dia sudah melewati Joy dan berlari menuju ke Unit Kesehatan Sekolah.

Cowok itu tidak habis pikir, apa yang ada di dalam pikiran gurunya itu? Bukankah lebih baik membawa gadis itu ke rumah sakit? Lagian, ada rumah sakit yang dekat dengan sekolah setahunya.

Mengapa memilih yang minim peralatan dibandingkan yang lengkap peralatannya?

Aneh sekali.
Tidak jauh dari tempat mereka berdiri, ada beberapa pasang mata yang memperhatikan drama barusan.

Ekspresi mereka beraneka macam, ada yang memasang raut ketakutan, ada yang memasang raut tanpa ekspresi sama sekali, ada yang memasang raut wajah tersenyum bahagia.

Gadis yang rambutnya dikuncir kuda itu melirik sinis ke arah orang di depannya.

“Kamu mau tanggung jawab kalau dia sampai kenapa-kenapa?” ujarnya dengan nada tertahan.

Ia memang sedang menahan emosi yang bergejolak di dadanya. Rasanya ia seperti memakan buah simalakama, berbuat salah dan tidak berbuat juga salah. Sedangkan yang ditanya hanya tertawa.

“Kenapa? Kamu baru menyesal sekarang? Enggak guna banget jadi orang.”

Emosi di dadanya semakin memuncak, ia ingin memaki orang di depannya dan memukulnya hingga puas, tetapi ia harus pintar bermain peran. Perannya belum usai.

I Am Not Bucin! (TAMAT)Where stories live. Discover now