♡11: Bolehkah?♡

118 81 116
                                    

Bulan tersenyum, ia menikmati waktu sarapan bersama keluarganya. Hari ini berjalan dengan baik, meskipun mimpi buruk yang sempat membuatnya pening.

Sebelum masuk ke dalam mobil, ia menyempatkan untuk memeluk mereka. Seperti biasa, pelukan selalu ampuh untuk menenangkan perasaannya.

Namun, ada yang menarik perhatiannya. Lebam di lengan Mami, baru kali ini ia melihatnya.

“Mami, lengan Mami kenapa lebam?” tanya Bulan khawatir.

“Eh?”

Gabriela terkejut, padahal dia sudah menggunakan lengan panjang. Tapi, masih saja ketahuan.

Ia tidak menyangka akan ketahuan secepat ini. Wanita itu tersenyum lalu menyembunyikan lengan itu.

“Enggak apa-apa, kena panci panas aja pas masak tadi,” ucapnya lalu menepuk puncak kepala anaknya.

Ia jelas berusaha mengalihkan perhatian anaknya, setidaknya belum saatnya anaknya ini memikirkan apa yang menerpa keluarga mereka. Cukup dia dan Ferdi yang tahu.

Bulan tersenyum, ia tahu Mami tidak mungkin berbohong padanya. Hatinya yang bergemuruh langsung tenang, semua akan baik-baik saja, bukan?

Ia langsung menarik lengan Ferdi, mengajaknya segera ke mobil sebelum hari semakin siang. Ia tidak mau telat lagi.

Perjalanan menuju ke sekolah ia manfaatkan untuk mengobrol dengan Ferdi. Ia menatap ke wajahnya yang agak murung. Rasanya aneh saja, ia tahu sekuat apa pria itu.

Dulu, ia pernah mendengar pengalaman Ferdi sewaktu menempuh kuliah. Usia Ferdi sewaktu menempuh pendidikan profesi tidak lagi muda.

Masalah usia mungkin terdengar biasa saja, bukan? Tapi, tidak bagi orang-orang di sekelilingnya.

Dikucilkan oleh teman-teman sendiri mungkin sudah biasa, tetapi dia dikucilkan oleh dosen karena usianya.

Mendengar penuturan Ferdi waktu itu cukup menyulut emosinya, dia kesal Papinya mengalami kejadian tidak baik seperti itu.

Apakah mereka tidak diajarkan untuk menghargai orang lain? Bukan berarti lebih tua dan punya gelar membuat mereka memandang sebelah mata pada anak didiknya.

Tidak sepantasnya memperlakukan anak didiknya seperti itu. Bukankah mereka seharusnya menjadi contoh yang baik? Kalau bertindak seperti itu, apa yang mau dibanggakan?
Gelar tanpa tindakan yang baik? Pantaskah?

Dia masih saja emosi jika mengingat hal itu, membuat kerutan di dahi dan bibirnya yang maju satu sentimeter. Hal ini disadari oleh Ferdi, membuatnya tertawa.

“Apa sih? Pagi-pagi sudah manyun aja. Anak cantiknya Papi kenapa manyun gitu?”

Bulan terkejut dan cengengesan menatap Ferdi.

“Ih, Papi kepo deh.”

Ucapannya sederhana, tetapi mampu menambah gelak tawa dari Ferdi. Humornya Ferdi memang receh, itu juga yang membuat Gabriela, jatuh hati padanya.

Seketika ia inga tapa yang ingin ditanyakan pada pria itu.

“Papi, dulu kenapa Mami bisa suka sama Papi? Nggak Papi pelet, kan?” tanya Bulan dengan wajah tanpa dosa.

I Am Not Bucin! (TAMAT)Where stories live. Discover now