♡2: Labrak♡

259 137 206
                                    

Pagi itu, semua murid tengah mendengarkan arahan yang diberikan direktur sekolah, namanya Paul Julius.

Pria yang gagah dan memiliki wajah yang tampan, serta sikap yang ramah. Setiap kalimat yang terucap selalu asyik untuk di dengar, sebab ada pesan kehidupan yang tersirat dan tersurat.

Bulan begitu terpesona memperhatikan direktur sekolahnya hingga tidak sadar ada tatapan dari dua orang yang mengarah kepadanya.

Tatapan pertama dari seorang cowok dengan rambut lurus dan berwajah oval. Dia tengah menopang dagu dan menatap Bulan hingga tidak berkedip.

Menyadari ada yang aneh, membuat Rida, cewek yang berada di sampingnya ikut melihat arah pandang cowok di sampingnya itu. Betapa terkejutnya mengetahui hal itu.

Cowok itu bernama Riza, dia adalah incaran Rida. Sudah lama ia menaruh hati pada Riza, sayangnya cowok itu begitu tertutup dan menolak ajakan kencan yang ditujukan kepadanya.

Tidak ada, Riza bagaikan cowok berhati es yang tidak tersentuh oleh hati kaum hawa di sekolahnya, hingga orang itu datang. Dari wajahnya yang asing, Rida yakin jika gadis itu adalah anak baru di sekolahnya.

Dia tersenyum sembari merancangkan rencana jahat untuk dia yang berani-beraninya mengambil hati Riza.

“Kalian tahu, hidup itu seperti roda. Ada kalanya kita berada di puncak dan menikmati kebahagiaan, dan ada kalanya kita berada di bawah bersama kesengsaraan. Tetaplah bersinar meskipun berada dalam gelapnya kehidupan, sebab setiap orang memiliki tujuan yang diselipkan untuknya. Maka, jadilah terang dunia.”

Bulan memegang dadanya, ia akan mengingat ucapan Pak Paul di sisa hidupnya. Menjadi terang menurutnya sama seperti menjadi orang dengan hati yang baik, bersabar dengan orang lain, dan membantu orang lain sebisanya.

Sepertinya akan datang hal yang menarik di sekolah ini. Ia tidak sabar untuk memulai kelas pertamanya.

Tidak terasa, pengarahan sudah selesai. Siswa-siswi mulai berhamburan keluar dari Auditorium.

Sedangkan Bulan masih asik menatap orang yang berlalu-lalang. Menurutnya, mengamati orang merupakan kegiatan yang mengasyikan.

Auditorium sudah mulai sepi, akhirnya gadis itu berdiri dan melangkah keluar dari sana.

Begitu dia mau keluar ada seseorang yang menghadangnya. Ia hanya menatap orang itu dengan ekspresi bingung, sedangkan yang ditatap memasang ekspresi judes.

“Anak baru, kan? Enggak usah sok kecantikan, deh! Apalagi duduk di tempat duduk kelas 11 gini. Mau ngapain emang? Nyari target buat digodain, hah?” ujarnya sambil menunjuk tepat ke wajah Bulan.

Orang itu adalah Rida, hatinya sudah panas. Terlebih ketika dia mendengar percakapan Riza dengan Obet, sahabat Riza.

Dia bilang, Riza akan mendekati anak baru itu. Gimana tidak panas hatinya? Sang kekasih hati impiannya sudah menemukan orang yang akan didekatinya. Tidak, itu tidak boleh terjadi.

Napas Rida memburu, wajahnya sudah merah padam, terlebih lagi teriknya mentari membuat suasana semakin keruh saja.

Bulan, dia masih tidak mengerti permasalahan yang terjadi, kesalahan apa lagi yang diperbuatnya, semua kalimat yang diucapkan orang yang dia duga sebagai kakak kelasnya itu, semuanya masih mengambang di pikirannya dan belum menemukan benang merahnya.

“Ma-maksudnya, Kak?” tanya Bulan sambil menyatukan jemarinya dan meremas jemarinya, hal yang dia lakukan untuk meredakan kekhawatiran dan kepanikan.

Rida tertawa terbahak-bahak, “Dasar, otak lo ditaruh di mana? Di tempat sampah? Kasihan amat, sih. Pulang aja, deh. Lo enggak usah sekolah, udah enggak ada otak, kan?”

I Am Not Bucin! (TAMAT)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora