|Part 55| Setelah Kembali

678 137 25
                                    

Mereka selalu bersedih karena perpisahan, tapi tidak pernah menghargai yang namanya kebersamaan.

"Gerak cepat. Putus remnya," perintah seorang pria pada anak buahnya.

Para geng black tengah menyiapkan rencana jahat untuk ketua geng Rodra. Tentu saja itu adalah komando dari Ramdan yang tak suka jika Panji kembali dan mendapatkan Prima. Kejadian semalam membuat dirinya harus di permalukan. Bahkan semua anggota kini menatapnya seolah-olah ia kalah. Ia akan diam? Tentu saja tidak. Memalukan dirinya tentu hal yang salah. Sudah seharusnya ia membalas itu semua. Termasuk melenyapkan Panji sang ketua Rodra.

Tatapan Ramdan kemudian menoleh kala para anggota sudah kembali dari acara penutupan perdamaian ini. Sekarang jam sudah menunjukkan pukul 14.00 sore di mana ini adalah momen yang tepat untuk balas dendam.

"Buruan mereka udah balik tuh," ucap Ramdan pada anak buahnya.

"Sudah bos."

"Cabut!"

Ramdan kemudian memberikan aba-aba agar para anggota kembali ke motor mereka masing-masing. Dapat Ramdan lihat di belakang sana Panji dan Prima sedang bergandengan tangan menuju motor yang akan menimbulkan masalah nantinya. Ramdan pun hanya bisa menatap mereka bahkan kala mereka duduk di motor yang sudah ia lakukan sesuatu di sana. Kala para anggota sudah bergerak pulang dan beriringan Ramdan pun terlihat senang. Tak jauh dari sini akan ada temurun yang sangat curam. Ketika rem tidak berfungsi sudah pasti apa yang akan terjadi saat itu.

"Kok perasaan aku gak enak, ya," ucap Prima sembari memegang dadanya.

Panji yang sedang mengendarai motor Vespa pun kemudian meraih tangan Prima dan menaruhnya di pinggangnya.

"Semuanya akan baik-baik saja," balas Panji memberikan ketenangan pada Prima yang gelisah di tempatnya.

"Prima!" Siska tiba-tiba hadir di sebelahnya dan menyapa dirinya dan menunjukkan kebersamaannya dengan Farel yang menatap dirinya.

Prima yang melihat itu pun melambaikan tangannya. "Gimana senang gak?"

"Senang lah masa enggak!" balas Siska sembari sedikit berteriak.

Tak lama dari itu Farel mengemudikan motor Vespanya duluan dan membuat Prima dan Siska tak bisa lagi bertegur sapa di sana. Prima pun menikmati sejuknya udara Bogor kala mereka dalam perjalanan pulang ke Jakarta. Walau udara di sini sangat panas, namun pepohonan yang mereka lalui membuat mereka merasakan kesejukan yang teramat dalam.

Lagi dan lagi perasaan tak enak itu timbul di dalam hatinya. Perasaan yang tiba-tiba muncul dan membuat ia bertanya-tanya. Ada apa? Apa yang akan terjadi sebenarnya? Ia bahkan tak bisa menembak apa yang akan terjadi di depannya nanti. Yang bisa Prima lakukan hanyalah memeluk Panji erat dan menyandarkan kepalanya di bahu Panji seolah tak mau merasakan kehilangan.

"Prim aku sayang kamu," ucap Panji secara tiba-tiba membuat Prima tersenyum.

"Aku juga. Jangan pernah pergi dalam keadaan apa pun, ya," sahut Prima secara tak sadar.

"Apa-apaan, sih! Aku bakal setia di samping kamu dalam keadaan apa pun itu," ujar Panji membuat Prima tersenyum di belakang.

Panji pun mengemudikan motor Vespa itu dengan benar. Hingga sampai di turunan yang tajam semua anggota bergantian melewati jalan yang begitu licin dan turunan. Hingga tiba saatnya Panji yang melewati, Panji sempat terkejut dan tak menyangka bahwa remnya tak bisa berfungsi. Panji pun berusaha untuk mengerem dengan kakinya yang mencoba untuk menahan laju kendaraannya, namun tak bisa juga. Teman-teman seangota yang melihat Panji tak bisa mengendalikan motornya pun berteriak.

"Lo gak apa-apa?" tanya Kano yang melihat Panji kesusahan.

"Rem gue blong!" teriak Panji membuat Prima yang menyenderkan kepalanya langsung menegakan badannya. Prima sama terkejutnya kala mengetahui Panji yang tak bisa mengerem kendaraannya.

"Terus gimana? Aku takut," ucap Prima kala merasakan kendaraan motor mereka seperti terjun bebas dari air terjun yang mengalir deras.

"Apa pun yang terjadi, aku minta maaf. Aku gak tahu kenapa bisa -----"

"Aaaa!" teriak Prima sangat keras kala Panji tiba-tiba berbelok arah untuk menghindari tabrakan yang akan terjadi di hadapannya kala ia terus mengarah ke depan maka yang terjadi ia akan membahayakan keselamatan teman-temannya.

Panji yang panik membanting stang motornya ke arah kanan dan tepat di sana ia terjatuh dengan sangat kerasnya. Panji sempat terdiam dan tak menyadari Prima yang terpental dan tubuh wanita itu yang berguling di tanah dan berujung pada kepalanya yang terbentur sangat kuat di sebuah batu hingga darah segar mengalir di keningnya.

"Aw," ringis Prima merasakan sakit yang amat dalam di keningnya. Bahkan kala itu ia masih bisa melihat keberadaan Panji yang terdiam di tempatnya sebelum pada akhirnya ia memejamkan matanya. Semua gelap yang ada hanya darah yang terus menetes di dahinya.

Panji kemudian tersadar kala semua teman-temannya membantu dirinya. Terlebih lagi teriakan dari Siska yang membuat ia tersadar akan keberadaan Prima yang ternyata berada jauh di sana. Panji yang merasakan sakit di kakinya tak sanggup untuk berjalan. Ia kemudian meminta bantuan agar bisa melihat Prima yang sudah di bantu oleh Farel yang ada di sana.

"Prima!" teriak Siska histeris kala melihat tubuh sahabatnya tergeletak lemas tak berdaya.

Farel yang melihat itu juga berusaha untuk menepuk-nepuk dahi adiknya namun tak mendapatkan jawaban dari Prima. Situasi pun semakin kala Prima yang terus mengeluarkan darah di sana. Sementara seorang pria yang menyebabkan itu semua tiba-tiba datang dan langsung memeriksa kondisi Prima dengan sangat paniknya. Ia tak menyangka Prima juga akan terlibat karena ulahnya. Yang ia harapkan adalah Panji tiada, namun kenapa Prima yang harus menanggung itu semua?

"Prim bangun," ucap Ramdan panik kala melihat Prima yang tak sadarkan diri dengan luka yang ada di dahinya.

Tak ada jawaban. Ramdan pun semakin gemas saja. Bahkan kala Panji ada di hadapannya dan menggegam tangan Prima emosinya pun tersulut di sana.

"Gara-gara lo Prima jadi kaya gini! Gak becus amat jaga pacar sendiri," ucap Ramdan membuat Panji menatapnya.

"Rem gue blong dan gue akui itu salah gue." Panji kemudian menatap Prima dan mencoba untuk menahan rasa sakitnya juga di kakinya. "Prima bangun. Lo akan baik-baik aja."

"Gak ada gunanya kita di sini aja. Sekarang bawa dia ke rumah sakit, Rel. Gue mohon," pinta Siska sembari meminta pada Farel yang hanya diam saja melihat adiknya seperti itu.

Tanpa basa basi ia kemudian mengangkat tubuh Prima dan membawanya ke Vespanya dengan posisi Prima yang berada di tengah-tengah dan Siska yang ada di belakangnya menjaga Prima. Siska pun menangis dengan tangan yang bergetar ia mencoba untuk mengelap darah yang terus keluar di kening sahabatnya. Ia tak menyangka kejadian ini akan terjadi pada sahabatnya. Bahkan kejadian itu merebut dua nyawa.

#TBC

Gimana pendapat kalian tentang part ini guys?

Give me VOTMENT please 😍

Jangan lupa follow akun Wattpad Shtysetyongrm ya

Follow Instagram Shtysetyongrm 🥰

Milenial VS Old Style (Completed) Where stories live. Discover now