18. ✓

12.6K 1.4K 4
                                    


Adelin memperbaiki tatanan rambutnya sebelum turun dari mobil.

Biar Adelin beritahu, sekarang mobil miliknya sudah terparkir rapi diperkarangan rumah mewah keluarga Pratama atau rumah kediaman Kafka.

Jika kalian berfikir Adelin nekat untuk datang ke sini, kalian salah besar. Yang sebenarnya terjadi adalah karna Kafka yang menyuruhnya untuk datang ke rumah, bukan untuk tujuan ngebucin tapi untuk belajar.

Sebenarnya Adelin malas, namun demi untuk semakin dekat dengan future boyfriend dia rela, karena kata orang-orang cinta datang karena terbiasa.

Adelin berjalan anggun menuju pintu utama rumah keluarga Pratama.  Memencet bel beberapa kali, hingga keluar seseorang yang membuat Adelin terkejut bukan main.

"LO!" ujar keduanya kompak.

Adelin memasang wajah tak bersahabat, sedangkan pemuda di depannya yang juga merupakan rivalnya saat rebutan coklat juga memasang wajah tak bersahabat.

"Ngapain lo kesini?" tanya pemuda itu ketus.

"Seharusnya gue yang nanya lo ngapain di rumah Bubu," Adelin balik bertanya.

Pemuda itu berkacak pinggang, "Ini rumah sepupu gue,"

Adelin ikut berkacak pinggang, sambil memasang tampang songgong, "Ini rumah calon mertua gue,"

Cowok itu mengubah posisinya menjadi bersedekap dada, sambil bersandar di daun pintu dengan muka mengejek yang kentara, "Masa sih? Nggak percaya gue,"

Adelin ikut bersedekap dada, "Lo nggak percaya? Terus gue harus bilang wow gitu?"

"Bilang aja, sampe mati sekalian!" sarkas pemuda itu.

Adelin menekuk wajahnya menatap kesal kearah pemuda didepannya ini, jika dilihat-lihat dia tak kalah tampan dengan Bubu, hanya saja bedanya Bubu kalem cowok ini ngeselin.

Kafka yang baru saja turun dari kamarnya mengernyitkan dahinya heran, saat mendengar ada kebisingan didepan pintu masuk rumahnya, sepertinya dia mengenal suara dua orang yang sedang adu cekcok di depan pintu sana. Suara cewek yang meledak-ledak itu Adelin, dan suara cowok yang terus menyahuti penuh emosi itu Donny, sepupunya.

"Kalian ngapain?"

Adelin yang sudah siap adu jotos dengan Donny, menoleh.

"Bubuuu!" panggilnya dengan sedikit rengekan.

"Idih, idih salah alamat ya lo? Bubu, bubu itu Kafka woe! Sepupu gue," sahut Donny.

Adelin kembali menatap Donny, kini dengan delikan tak percaya, "Masaaa?"

Kafka menghela nafas berat, sebelum dua orang itu kembali adu mulut ia segera melerai dan mengajak ke-duanya masuk rumah. Malu pada tetangga.

Bahkan saat sudah masuk ke dalam rumah dua orang itu masih saja bertengkar. Kafka hanya memperhatikan dengan lelah, Adelin dan Donny yang sedang memperebutkan untuk duduk disampingnya, padahal masih banyak sofa lain yang kosong.

"Woy elah sugar daddy kere, minggir deh,"

"Dih Baby girl tepos, lo dong yang minggir,"

Adelin mendorong Donny sekuat tenaga, "Ihh minggir, lo di sofa singel aja sana! Biar gue yang dekat Bubu,"

"Nggak gue maunya disini, lo aja yang kesana!" tolak Donny sambil mempertahankan posisi duduknya

Merasa jengah akan kelakuan dua orang yang sudah dewasa namun bertingkah layaknya anak kecil itu. Kafka memilih buka suara.

"Diam! Lo berdua berantem lagi gue usir dari rumah,"

Keduanya kompak menutup mulut rapat-rapat. Adelin tentu tak mau keluar dari sini sebelum bertemu calon mertuanya, sedangkan Donny tentu saja dia tak mau di usir tinggal dimana nanti dia? Pulang ke Jerman? Terlalu cepat, dia baru datang 1 hari masa sudah langsung disuruh pulang.

"Lo sih!" Donny menyenggol lengan Adelin, menyalahkan.

"Dih, lo yah!" balas Adelin tak mau kalah.

Terlampau kesal, gadis tengil itu menjambak kasar rambut Donny membuat pemuda itu mengaduh kesakitan.

"Aduh woy aduh elah, Kafka lo kandangin nih pacar gila lo!" Donny mengadu kesakitan, jambakan Adelin tak main-main.

Karna ditatap tajam oleh Kafka, dengan tak rela Adelin melepaskan jambakannya dari rambut Donny. Dan kembali duduk tenang seakan tak melakukan kesalahan.

Kafka yang menyaksikan kelakuan keduanya hanya bisa menghela nafas kasar. Adelin dan Donny keduanya tergolong dalam satu spesies yaitu sama-sama berisik, dan menyebalkan.

"Gilaaa, rambut badai gue sampe rontok!" gerutu Donny, menatap prihatin rambut di telapak tangannya.

"Dih emang rambut lo yang bermasalah, jangan salahin jambakan gue,"

"Adu mulut sekali lagi, gue nikahin lo berdua!" Kafka memilih buka suara karena sudah cukup bersabar menghadapi dua orang ini.

...

Hai, Bubu! (END)Where stories live. Discover now