12. ✓

13.6K 1.4K 17
                                    

Jam keempat sebelum istrahat adalah pelajaran Pak Leon. Adelin yang niatnya tadi ingin membolos mengurungkan niatnya, sebab baru saja dia ingin keluar dari pintu kelas ternyata sudah ada Pak Leon yang berdiri sambil bersandar disamping pintu kelas dengan memegang rotan. Agaknya beliau sudah hafal betul tingkahnya.

"Sebutkan sampah-sampah yang tidak berguna selain sampah plastik,"

"Saya pak!" Adelin mengangkat tangan ingin menjawab. Nakal begini otak Adelin masih berfungsi walau hanya secuil.

"Bagus! Yang lain,"

"Pak!" rengek Adelin sontak membuat seisi kelas tertawa.

Pak Leon memang guru yang jahil dan Adelin salah satu contoh kejahilannya. Adelin suka pelajaran yang tak ada sangkut-pautnya dengan hitungan, kalo kata BangSat dia cuman kebetulan aja bisa nyangkut di Ipa, ya gimana ya tingkah Adelin tuh anak Ips banget.

Jam istirahat tiba, Adelin tak ke kantin melainkan menuju perpustakaan dia akan menjadi pelindung untuk sang Bubu, dan tidak akan membiarkan Bianca mengambil kesempatan untuk merayu Kafka.

Hari ini adalah hari pertama Bianca dan Kafka belajar bareng untuk olimpiade nanti, Adelin mengetahui informasi tersebut dari sumber yang akurat dan terpercaya yaitu Rendy sahabat Kafka sendiri. Rendy adalah satu dari beberapa orang yang merupakan tim suksesnya.

Adelin memasuki perpustakaan, baru saja dia membuka mulut ingin berteriak memanggil Kafka, namun tatapan tajam Pak Durjan membuat Adelin mengurungkan niatnya.

"Sorry Pak, kebiasaan," ucapnya sambil menyengir lebar.

Adelin berkeliling mencari keberadaan Kafka dan Bianca, ternyata mereka duduk di tempat yang cukup banyak orang kunjungi.

"Bubu!"

Sapaan Adelin membuat Kafka yang sedang membahas soal dengan Bianca, menoleh.

"Lo pergi deh nggak usah datang ngerecokin kita yang lagi fokus belajar buat olimpiade," usir Bianca langsung.

Adelin mendelik tak terima, "Dihh! Lo siapa nyuruh-nyuruh gue?"

Kafka yang merasa akan ada pertengkaran melerai, "Udah nggak usah berantem!"

Adelin langsung mengambil duduk ditengah-tengah keduanya, dia tak mau Bianca modus ke Bubunya.

"Apaan sih main nyempil-nyempil aja" sebal Bianca.

Gara-gara Adelin rencananya untuk modus pada Kafka gagal total. Dia sengaja mengajak Kafka untuk belajar di perpustakaan dan mengambil tempat duduk yang sering dikunjungi orang-orang agar dia bisa pamer tapi rencananya sia-sia karna kedatangan gadis pecicilan bin nyebelin yang bernama Adelin ini.

"Bubu denger nggak kaya ada yang ngomong tapi nggak ada orangnya, ihh serem," Adelin pura-pura bergidik ngeri, Kafka mengeleng pelan karna kelakuan gadis itu.

Bianca berdehem singkat, melirik pelan pulpen yang berada tak jauh dari tangan Kafka, oke, ini waktu yang pas untuk menjalankan rencana modus ia mulai pura-pura mengambil pulpen yang berada tak jauh dari tangan Kafka, baru saja tanganya hendak menyentuh tangan Kafka namun sial! Gadis pecicilan bernama Adelin itu memukul tangannya dengan cukup kencang.

"Aws, sakit bego!" sentak Bianca sambil mengibaskan tangannya yang terasa nyut-nyutan.

Adelin menjulurkan lidahnya meledek membuat Bianca mengeram marah ditempatnya.

"Awas ya lo, sialan," pekik Bianca tertahan.

Untuk yang ke sekian kalinya Bianca memulai modusnya berharap Adelin tak menggagalkan rencananya lagi, melihat Adelin yang sedang fokus memperhatikan wajah tampan Kafka sepertinya gadis itu tidak akan menganggu.

Tuk

Bianca dengan sengaja menjatuhkan pulpennya tak jauh dari tempat duduk Kafka, berharap pria itu ingin mengambilkan dan dengan begitu dia bisa modus memegang tangan Kafka nantinya.

Bianca berjalan mengambil pulpennya sambil melirik kecil ke arah Kafka yang tak bergeming sama sekali.

"Kafka, bisa tolong ambil pulpen gue dekat kursi lo nggak? Gue nggak nyampe,"

Kafka menoleh kemudian mengangguk, setengah membungkuk untuk mengambil pulpen di ikuti Bianca yang pura-pura ingin membantu mengambil pulpen itu juga.

"Aduh!" ringis Bianca karna tanganya di injak dengan sengaja oleh Adelin tentu saja tanpa sepengetahuan Kafka.

"Kenapa Bi?" tanya Kafka.

Bianca menoleh sekilas kearah Adelin yang sedang menatapnya dengan tatapan tajam seolah-olah menyuruh dirinya agar tidak memberitahukan kelakuannya barusan pada Kafka 'lo bocorin gue jambak sampe botak,' sekiranya begitulah arti tatapan Adelin.

Bianca tersenyum miring kemudian kembali menatap kearah Kafka sambil memasang wajah kesakitan yang sangat sempurna. Hal itu sukses membuat Adelin mengigit pipi bagian dalamnya dengan gemas.

"Itu tadi di_"

"HUAA BUNDA KECOA, BUBU IHH BANTUIN!!" Adelin berteriak histeris memotong perkataan Bianca. Gadis itu melompat-lompat di atas meja membuat seluruh pengunjung di perpustakaan langsung ikut heboh.

Adelin bohong tentang kecoa? Tentu saja, di sengaja melakukan itu agar Bianca tak membocorkan kelakuannya pada Kafka bisa-bisa nanti Bubunya semakin ilfeel pada dirinya. Oh no! Tidak akan Adelin biarkan.

Adelin sampai rela tak ke kantin demi menjauhkan Kafka dari Bianca, di bahkan rela kelaparan dan menahan ngantuk agar Bianca tak bisa menjalankan aksi modusnya.

"Kalian bertiga keluar dari perpustakaan!"

Kafka menghela nafas dan segera beranjak dari kursi untuk keluar lebih dulu, meninggalkan Adelin dan Bianca yang saling tatap dan senggol-senggolan.

"Bianca babi, minggir nggak! Gara-gara lo Bubu jadi pergi," pekik Adelin karena Bianca terus menghalangi jalannya yang ingin menyusul Kafka

"Lo yang cari perkara duluan, kalo lo nggak berisik gue sama Kafka masih belajar bareng nggak bakalan di usir," sungut Bianca berapi-api.

"SAYA INGATKAN SEKALI LAGI, KELUAR SEKARANG ATAU SAYA HUKUM!"

...

Hai, Bubu! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang