14. ✓

13K 1.4K 12
                                    


Kafka duduk anteng di bangkunya sambil membaca buku Matematika karna jam ke-tiga ini mereka ada ulangan.

Sangat berbeda dengan Adelin, gadis tengil dan cerewet itu lebih memilih pergi ke kantin untuk mengisi perut dari pada belajar sungguh perbedaan yang sangat kontras antara Bad girl dan Good boy.

Jam pelajaran ke-tiga adalah Matematika dan guru pengajarnya adalah Bu Rania artinya ulangan akan segera di mulai.

"Assalamualaikum anak-anak!" Bu Rania memasuki kelas sambil tersenyum menatap anak-anak didiknya yang lebih kalem, dari pada anak kelas sebelah.

Bu Rania menyimpan tasnya di atas meja guru, kemudian memilih berdiri didepan papan tulis menatap lurus kearah murid-murid.

"Kafka maju ke depan sebentar!"

Kafka berjalan maju ke depan, walaupun dia sedikit kebingungan.

"Kenapa Bu?" tanyanya sopan.

Bu Rania tersenyum sejenak.

"Ibu minta tolong sama kamu untuk mengajarkan Adelin aluna dari kelas 11 Ipa 3, saya rasa kamu bisa diandalkan untuk mengajar murid modelan dia dan juga saya pikir kamu akan senang mengajari pacar kamu sendiri!" ucapnya sambil tersenyum menggoda.

Kafka mendengus dalam hati, dari mana guru di depannya ini mendapatkan gosip seperti tadi, dan apa tadi? Dia harus mengajarkan gadis menyebalkan itu Matematika, sungguh hari ini akan menjadi hari yang sangat sial bagi Kafka.

"Bagaimana Kafka kamu setuju atau tidak?" tanya Bu Rania.

Kafka mengeleng cepat, "Nggak Buk!"

"Padahal saya akan langsung memberi kamu nilai plus dan ulangan hari ini kamu tidak perlu ikut, tapi nilai kamu sudah saya jamin!" kompor Bu Rania.

Kafka berfikir sejenak dia tidak mungkin melewatkan kesempatan emas ini, namun jika dia menerima maka dia harus siap dengan segala tingkah laku Adelin.

"Bagaimana Kafka? Kalau kamu tidak mau saya bisa menyuruh yang lain,"

"Saya mau buk!" jawab Kafka cepat. Bu Rania tersenyum kemenangan.

"Kalau begitu kamu duduk dulu saya akan menelpon Adelin,"

Adelin dengan wajah masamnya berjalan malas menuju kelas 11 Ipa 1 atas perintah Bu Rania, sebenarnya dia senang karna akan ke-kelas sang Bubu namun sialnya Bu Rania berkata dia akan mengajari dirinya Matematika hingga bisa. Shit! Adelin benci Matematika.

Adelin dengan wajah murungnya memasuki kelas 11 Ipa 1, bahkan Kafka yang sedari tadi memperhatikannya sampai bingung sendiri, apa mungkin Adelin tak mau di ajarkan olehnya? Seharusnya Kafka merasa senang akan hal itu namun hati kecilnya berkata lain.

"Ibu ihh, nggak usah diajarin Matematika dong!" Adelin merengek tanpa malu sambil menarik-narik lengan Bu Rania.

"Kamu yakin nggak mau diajarin Matematika? sama Kafka loh padahal,"

Adelin yang sedari tadi merengek langsung mengatup bibirnya mendengar nama sang pujaan hati disebutkan.

Adelin mengerjap beberapa kali, "Di ajarin Bubu?"

Bu Rania mengganguk sambil tersenyum.

"KYAA! KALO GITU SAYA MAU BELAJAR MATEMATIKA DEH YANG PENTING DI AJARIN BUBU!!" Adelin kegirangan bahkan sampai memeluk Bu Rania saking senangnya.

Kafka ditempatnya geleng-geleng kepala dengan tingkah gadis gila itu. Baru di ajarkan sudah kegirangan apa lagi dia tembak, eh.

...

Adelin kembali ke kelasnya sambil tersenyum cerah, Sesil dan Nanad menatap aneh sahabatnya itu. Tadi, saat keluar kelas dia memasang tampang masam sekarang seperti orang ayan.

"Menang lotre lo?" sindir Sesil setelah cewek itu duduk.

"Lebih dari itu," jawab Adelin bahagia.

"Nilai matematika 80?" tebak Sesil lagi.

Adelin mengeleng masih dengan senyuman.

"Itu ngak mungkin banget, nilai paling tinggi dia tuh 35," sahut Nanad.

Sesil mengangguk membenarkan, "Iya juga sih!"

Adelin menopang dagu sambil tersenyum manis dengan mata fokus menatap ke depan.

"Mulai sekarang gue bakalan suka matematika,"

Sesil dan Nanad kompak menoleh.

"Apa Del? Matematika?"

"Gue nggak salah dengar kan?"

Adelin mendengus geli, tangannya terulur menepuk pelan pipi Sesil dengan bahagia, "Gue senang banget Sil,"

"Wah lcd-nya rusak nih," kata Nanad geleng-geleng kepala.

"Nanti gue jelasin deh, sekarang mau balas chat Ayang dulu," ucap Adelin semakin melebarkan senyumnya.

Kafka: jam istirahat, langsung ke perpus

Adelin: Gk sekalian ke kua?

Kafka: Sinting

Adelin: Love you too

Kafka: Terserah

Adelin: Aku jg kangen, nanti ketemu kok

Kafka menatap aneh room chat-nya dengan Adelin, "Dia nggak salah balas chat kan?"

Kafka: Gue Kafka

Adelin: Tau kok my future boyfriend kan?

Kafka: Oh gue kira lo slh krm

Kafka menatap balasannya yang tak kunjung di balas, hanya tanda centang dua warna biru. "Gue di read doang?"

"Lo kenapa? Ada masalah?" tanya Naufal merasa terusik.

Kafka mengeleng pelan, "Dia salah kirim,"

Naufal mengernyit tak paham, tak mau ambil pusing dia memilih mengangguk saja, biar cepat.

Sedangkan Adelin di kelasnya, dengan panik menyimpan ponselnya karena guru pengajar sudah memasuki kelas. Hari ini dia terlampau bahagia malas untuk mendapatkan hukuman, jadi anak baik sehari mungkin tak masalah.

Sedangkan Kafka di kelasnya, masih sibuk over thinking. Gengsi dong masa chat-nya di read doang sama cewek yang katanya naksir berat sama dia.

"Dia emang salah kirim ya? Jangan-jangan dia lagi balasan chat sama cowok barunya,"

...

Hai, Bubu! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang