7. ✓

15.4K 1.7K 29
                                    


Jam istirahat adalah waktu dimana para murid berbondong-bondong keluar dari penjara yang di sebut kelas setelah pusing karena mengisi tugas dan mengantuk karena mendengarkan penjelasan guru, termaksud Adelin, Nanad, serta Sesil ke-tiganya kini sedang berjalan menuju kantin sambil bercanda setelah keluar dari kelas bersama teman jelas mereka yang lain setelah melewati materi fisika yang memeras otak.

"Sa ae lo bambang!" Adelin mendorong Sesil cukup kencang sehingga membuat gadis itu terbentur tembok.

Melihat Sesil tersiksa bukanya membantu dua orang itu malah tertawa, suara tawa Adelin paling keras dia tak merasa bersalah sama sekali, qdegan ini hanya untuk orang yang sudah bersahabat lama dan mengetahui aib masing-masing, bagi yang baru berteman tidak di anjurkan.

Sesil berdecak sebal kemudian langsung berjalan lebih dulu meninggalkan mereka berdua, "Gue duluan, gue ngambek!"

Adelin dan Nanad saling tatap.

"Dih ngambek kok bilang-bilang," heran Nanad, lalu kemudian keduanya berlari mengejar Sesil yang sudah cukup jauh.

Bruk

"Aduh!" Nanad meringis karna menabrak tubuh Sesil yang tiba-tiba berhenti.

"Bilang dong kalo mau berhenti!" omelnya sambil memukul lengan Sesil.

Sesil menoleh sambil menatap Nanad, "Gue mau berhenti,"

"TELAT DONGO!" maki Nanad dan Adelin penuh emosi.

Sesil tertawa puas namun detik selanjutnya kembali memasang wajah serius yang membuat mereka keheranan.

"S-sil lo kenapa?" Adelin bertanya dengan hati-hati, takut jika Sesil kerasukan.

Sesil menunjuk kearah lapangan, dengan kompak Nanad dan Adelin memutar badan mengikuti arah tunjuk Sesil, mata Adelin melotot sempurna bahkan siap keluar dari tempatnya.

"Siapa tuh cewek?" kepo Nanad, sambil memicingkan matanya dia belum pernah melihat wajah gadis itu disekolah ini, mungkin lebih tepatnya hanya Nanad yang belum pernah melihat karena jarang keluar kelas.

Sepertinya bukan hanya Nanad, Adelin juga menjadi orang yang belum pernah melihat wajah cewek itu di sekolah ini, menetralkan kembali ekspresi wajahnya Adelin kemudian berjalan menuju lapangan tanpa pamit kepada Nanad dan Sesil, mereka yang ditinggal berdecak kemudian langsung menyusul takut jika Adelin bertengkar dengan gadis itu.

Kafka yang sedang mengobrol dengan Bianca tersentak kaget, saat Adelin datang lalu tiba-tiba memeluk lengannya dengan posesif.

"Siapa lo?" tanya Adelin to the point.

Kafka hanya diam, sejujurnya dia sedikit terkejut baru kali ini dia melihat aura menyeramkan dalam diri Adelin tak seperti biasanya.

Bianca tersenyum angkuh, "Bianca Feronika, patner Kafka untuk olimpiade matematika minggu depan,"

Adelin menatap uluran tangan Bianca sejenak kemudian langsung menjabat tangan gadis itu, "Adelin aluna, calon pacarnya Bubu!"

Bianca menatap Adelin dari atas sampai bawah, dengan tatapan menilai.

"Nggak cocok sama Kafka, lo terlalu buruk untuk cowok pintar kaya dia," komentar Bianca pedas.

Hai, Bubu! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang