11. Tugas dari si tuan

22 6 8
                                    

Seperti maling yang tertangkap basah. Celin memelototkan matanya melihat CIA sudah ada di dalam kamarnya. Tidak, tepatnya di hadapan dirinya.

"Darimana aja lo?"

Cia mengangkat alisnya sambil tersenyum licik, mendengat ke arah gadis itu dengan seringai puas.

"Kenapa diem, jawab dong!" gadis itu mendekatkan tubuhnya, meraba rambut Celin dan memainkannya perlahan tetapi Celin langsung menepis nya.

"Heh seharusnya gue yang nanya lo! ngapain lo masuk kamar orang, gak sopan banget!" teriak Celin sambil mengeraskan rahangnya. Rasa kesal di hatinya menggebu-gebu bagaimana dia bisa masuk padahal pintunya selalu ia kunci.

Hal itu sontak membuat Cia mengedipkan matanya berkali-kali, dan menatap gadis itu melas. "Celine, lo lupa? Gue ini kakak lo gue khawatir tau..." ucapnya dengan sikap yang berbeda 180° dari sebelumnya, mungkin jika Cia bermain film akan menjadi artis paling sempurna dalam berbagai acting.

"Dari mana aja? Sampe tengah malem gini? Biasanya ga pernah loh Cel, kalo Papa tau kamu bakalan kena mar-" belum sempat menyelesaikan ocehannya. Celin langsung menepis nya.

"Ga usah drama anjing! Ngapin lo perduli sama gue?!" ujarnya membuat tangan Cia terhempas lumayan kencang. Iapun terkekeh. "Mau gue pulang besok atau lusa itu bukan urusan lo!" Lanjut celin meninggalkan Cia tanpa aba-aba.

Karena kesal melihat Celin cukup berani padanya dan tak ada rasa takut sama sekali, hal itu membuat Cia menjambak rambut Celin dari belakang.

Gadis itu berteriak kesakitan, sedangkan Cia membisikkan ke arah telinga Celin. "Kenapa pergi? Takut ketahuan jalan sama pacar lo? Hah?" mata Celin melotot, wajahnya pucat pasi bagaimana bisa Cia tau hal tersebut?

"Diem lo!" bentak gadis itu membuat Cia terkekeh.

"Aduhh, adek guee udah gede sekarang ya!" Cia mendekat perlahan. "Udah berani mabuk-mabukan, pulang telat lagi abis check in ya?" tebak Cia membuat Celin menarik kerah Cia dan hampir mencekiknya.

"Kurang ajar, Gue gak kayak lo ya!" mendengar hal tersebut Celin semakin murka sedangkan Cia hanya terdiam dengan wajah lempeng nya. "Lo pikir gue gak tau? Lo sok polos dan nutupin keburukkan lo dengan embel-embel murid terpintar di sekolah!" sang empunya terdiam.

"Lo gak takut gue laporin ke Papa?" Ucapnya penuh penekanan tetapi tetap tidak membuat Celin getar.

"Laporin aja! Emang yakin? Papa bakalan percaya sama lo?" Gelak tawa Celin membuat gadis itu memelototkan matanya. "Yang ada gue bakalan laporin lo balik biar lo di kunci lagi di kamar mandi!" Cia mengeraskan rahangnya.

Matanya melotot, amarahnya tak tertahankan apalagi mengingat kejadian yang tidak pernah ia lupakan, Celin benar-benar menikmati kenyataan bahwa ia telah menyebabkan begitu banyak penderitaan pada gadis itu.

Dadanya terasa sesak saat Celin mengoceh tentang ia yang hampir mati di dalam sana. Seketika ia pun melepaskan cengkraman itu sembari memegang dadanya.

"Gue baru ceritain gitu doang lo udah kalah Cia! jadi jangan pernah lo bilang ini ke Papa, apalagi ngancem gue! Ngerti?" ucap Celin penuh penekanan, dan mendorong Cia pergi dari kamarnya dengan suara pintu yang di tutup dengan keras.

Melihat hal itu Cia masih membeku, apa dia benar-benar kalah?

Gadis itu tersenyum, ia pun mengambil ponsel dari sakunya, dan menghentikan rekaman suara yang sedari tadi merekam percakapan mereka berdua. "Kali ini lo selamat Cel, gue gak mau bikin lo jatuh sementara, kalo bisa jatuh se dalam-dalamnya!"

***

Moonstry
Mengirim video.

Salah Siapa?Where stories live. Discover now