dua belas

55 8 2
                                    

"Lo nyadar nggak sih ini tuh karma?"

Dean menaikkan sebelah alisnya, bingung. Nggak ada angin nggak ada hujan tiba-tiba Alden nyeletuk dengan seenaknya. Yang lain udah pulang, tinggal mereka aja disini.

Dika ada rapat yang nggak bisa dia tinggalin gitu aja, mau nggak mau cowok ganteng itu nitipin adik kesayangannya ke Alden. Nggak mungkin kan tiba-tiba Dika nitipin Dean ke Ian? Yang notabene nya nggak saling kenal?

Kalau gitu sih keenakan Dean, bisa mandangin muka Ian tiap saat.

"Karma apa?"

"Lo nyumpahin gue masuk angin semalem." Pandangan Alden nggak teralihkan sama sekali dari laptop yang udah hampir satu jam bertengger di paha nya. Untung Alden selalu bawa laptop jadi masih bisa nyicil tugas yang deadline nya bikin sakit kepala.

Dean memutar kedua bola matanya malas sambil bersedekap dada, "Padahal gue kan nggak yang parah-parah amat. Ini dibalesnya sampai masuk RS gini."

Lalu hening.

Cowok yang kini kemeja kotak-kotaknya sudah terhampir di punggung sofa kembali memfokuskan diri pada tugasnya. Sesekali mencuri pandang kearah Deandra yang kini memandangi langit malam dari jendela ruang inapnya yang terletak tidak jauh dari ranjang.

Ting! Ting! Ting!

Notifikasi yang muncul di ponsel Alden membuat mau nggak mau cowok itu mengintip isi notifikasinya. Grup nya lagi rame. Alden tahu pasti enam cowok aneh itu lagi ngecengin dia.

"Kenapa?" Tanya Alden saat netranya menangkap pergerakan Deandra yang bersiap turun dari ranjang. "Mau kemana?"

"Mual."

"Mau liat jendela."

Tidak ada jawaban lagi yang keluar dari belah bibir Alden, melupakan eksistensi tugas nya sejenak, cowok dengan mata sipit itu memfokuskan kedua galaksinya menatap punggung Dean yang telah dilapisi piyama bergambar Winnie The Pooh.

Menurut Alden, Deandra Sesca kayak anak kecil.

Kadang pura-pura sok galak padahal nggak jauh beda sama yupi. Alden sekarang ngerti kenapa Dika bener-bener overprotective sama adiknya. Alden jadi inget perkataan Dika waktu mereka ada acara minum-minum yang jujur aja bikin Alden nggak tenang setiap mau tidur.

"She's so fragile and delicate like a flower... Dean and her ex... Gue—Gue nggak bisa cerita banyak. Mantan terakhirnya yang bangsat itu bikin Dean-nya gue hilang arah... Adik kesayangan gue itu—"

Dika mabuk.

Telapak tangannya bergerak menutup wajahnya. Meringis pelan. Alden punya toleransi alcohol yang tinggi, jelas dua gelas minuman beralkohol nggak akan bisa bikin dia mabuk dengan mudah. Akhirnya Alden cuman duduk diam, nunggu Dika ngelanjutin apa yang mau dia ceritain.

"Gue bahkan bisa liat gimana Dean hancur... hancur sehancur-hancurnya... Gue bersumpah nggak akan biarin si sialan itu ketemu Dean lagi..." Lalu yang bisa Alden dengar setelahnya adalah isakan tangis memilukan dari seorang Lintang Mahardika.

Nyatanya punggung tegap bak tameng paling kuat itu juga bisa patah.

"Kak?" Deandra menolehkan kepalanya saat menyadari Alden kini berada tepat di belakang tubuhnya. Netra nya bertabrakan dengan milik Alden. "You good?"

Rasanya Alden mau banget gelengin kepala. Dia nggak baik-baik aja. Tapi yang ada malah cowok itu mengarahkan jemari nya-- hendak menyentuh surai Dean.

"Deandra." Panggilnya

"Ya?"

"Boleh ngga gue.... kepangin rambut lo?" Masih dengan jemari yang mengudara, Alden menatap Deandra yang kini balik menatapnya dengan ekspresi bingung.

To już koniec opublikowanych części.

⏰ Ostatnio Aktualizowane: Apr 01, 2021 ⏰

Dodaj to dzieło do Biblioteki, aby dostawać powiadomienia o nowych częściach!

walk you homeOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz