Ditelan oleh satu rahasia. Milyaran orang mencari jawaban.
Apa kamu juga mempunyai teman tak kasat mata? Aku yang merasa cuek tidak tau jika dia sudah tiada.
□•□•□
Bagaimana perasaan kalian jika dunia yang kalian tatap selama ini berbeda pandangan d...
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Jam baru saja menunjukan pukul 6 a.m tapi dengan tidak rela Freya harus sudah berada di kelasnya. Bukan. Bukan karna kerasukan jin atau apa pun itu. Sebab, hari ini ada sosialisasi dari anggota osis. Mau tidak mau ya harus diikuti saja peraturannya.
"Woy Repan sini lo!" Terlihat diluar kelas ada Lolli yang sedang menyeret-nyeret Revan agar segera masuk ke dalam kelas. Dirinya sudah sangat dongkol dengan kelakuan cowok stres biadab macam Revan.
"Kagak usah tarik-tarik juga Loll. Seragam osis gue satu-satunya nih," kemudian Revan merapikan lekukan-lekukan di seragamnya dari cengkraman tangan Lolli.
Tak pernah peduli dengan penjelasan Revan yang kebanyakan hoax-nya, Lolli berkacak pinggang. "Lo kan yang ngumpetin dasi gue! Ngaku lo cepet!" Jari telunjuk Lolli menuding dada Revan, sedikit mendorongnya kebelakang.
Revan menggeleng keras, "bukan gue sumpah Loll."
"Terus siapa dong kalo bukan lo?! Lo kan biang kerok dari hilangnya semua barang-barang gue!" Kedua mata Lolli terus melotot kearah Revan. Mengetes apa cowok bermata sipit ini berbohong atau tidak.
Revan menjadi gelagapan sendiri. Keringat dingin sudah bercucuran membasahi seluruh badannya. Sedangkan Lolli, cewek titisan dewa kematian mulai mengatur deru nafasnya. Ia sedang bersiap-siap untuk memberi hadiah bogeman mentah kepada teman sejak embrionya dulu.
"REVANNNNNNN!!!!"
Sial. Sudah Revan duga jika Lolli akan berteriak memamerkan suara toa masjid andalan. Revan pun menutup rapat kedua telinganya.
"Maap Loll, maap. Gak lagi-lagi suer."
"Ada apa ini!?"
Dari daun pintu terlihat lima orang berjas khusus anggota osis memasuki kelas dengan sangat berwibawa. Mereka menatap seluruh penjuru kelas yang belum tertata rapi.
"Kenapa kelas belum tertata? Semuanya berantakan! Siapa ketua kelasnya!"
Salah satu diantara mereka mengangkat tangan, "gue!"
Seluruh anggota kelas menoleh ke sumber suara. Mereka menatap tak percaya jika dia berani melawan seorang ketua osis. Arza Seandara, sang ketua osis yang ditakuti warga sekolah.
"Oh jadi lo ketua kelas gak becus itu?" Arza berdecih memandang remeh seorang siswi yang malah tersenyum simpul.
Freyalin Yura, siswi yang baru saja menyerahkan nyawa dengan cuma-cuma. Dia tersenyum menantang ke sang ketua osis legenda. Tidak ada rasa takut yang tersorot dari kedua bola matanya. Ia melangkah maju berdiri tepat dihadapan Arza.
Freya bersidekap dada lalu berdecih mengikuti perilaku Arza di beberapa menit yang lalu. "Gue ketua kelas gak becus. Sedangkan lo?" Freya sedikit mendorong bahu Arza kebelakang, "ketua osis gak tau diri."
"Kayaknya dari dulu lo gak suka kelas kita deh, kenapa sih? Kalah saing?"
"Sorry gue nyela, dari data osis bukan lo ketua kelasnya jadi lo gak berhak sebagai warga kelas biasa." Wakil ketua osis angkat bicara. Dia membuka daftar nama ketua dan wakil di angkatan kelas dua belas.
Elangga Geovano mempunyai karakter yang lebih sopan di bandingkan sang atasan. Walau sedikit terlihat cuek dan sering memojokkan tapi jauh lebih baik bukan dari yang pertama.
"Data lo percayain. Kalo di palsuin lo tetep percaya? Data yang lo buat itu gak bisa menilai seberapa persen kerja keras seseorang. Misal aja jabatan ketua osis tapi hobinya sok berkuasa. Kerja kagak dapet nama iya." Terang-terangan Freya menyindir Arza tepat didepan sang empunya. Rahang cowok itu mengeras.
"Oke temen-temen tolong beresin meja kalian masing-masing. Habis itu duduk rapi dan dengerin kakak-kakak osis ngejalanin tugasnya."
Semua orang bergerak cepat sibuk dengan bangku masing-masing. Sedangkan kelima osis itu hanya terdiam kaku didepan papa tulis seperti patung monumen bersejarah.
Sepuluh menit sudah waktu berlalu dan kelas sudah terlihat sangat rapi dibandingkan sepuluh menit terakhir. Arza dan anggota osis lainnya mulai menjalankan tugas masing-masing mengusir rasa kaku sedari tadi menyelimuti.
"Gak usah formal-formal nama gue Arza Seandara jabatan ketua osis SMA Duta Wijaya."
"Elangga Geovano, wakil ketua osis."
"Si tampan Bara Aksaratama menjabat sebagai seksi keamanan."
"Gue Caramell seksi kedisiplinan."
"Saya Shakilla atau Sasa seksi kebersihan."
Selagi Arza menerangkan tujuannya kemari, dari arah belakang Lolli mencolek bahu Freya, "osisnya mayan cakep-cakep."
"Cakepan aja gue." Disamping Lolli, Revan berucap dengan pede. Ia menyisir rambut ke belakang dengan ruas jari tangannya.
Freya berdehem menyuruh keduanya duduk tenang.
"Ini bukan raziah melainkan hanya pengecekan. Jika ditemukan barang yang melanggar peraturan sekolah maka kalian akan di introgasi saat itu juga." Arza mengkode anggotanya untuk memulai tugas masing-masing. Satu persatu dari mereka di cek dari tas sampai seragam.
"Ketua kelas maju!" Arza menunjuk Freya, "tas bawa." lanjutnya sambil menggerakan jarinya agar ia cepat mendekat.
Seakan mempunyai dendam tujuh turunan, Arza selalu menatap Freya tajam. Kali ini ia akan ikut turun tangan jika ada seseorang seperti gadis tak bermoral seperti Freyalin Yura.
"Akhirnya lo kerja juga." celetuk Freya sembarangan.
Arza mendelik, "bisa diem gak sih lo?"
"1M dulu."
□▪□▪□
"Baik, terimakasih atas kerjasamanya semoga hari kalian menyenangkan." Elang sedikit membungkukkan badan dan berlalu pergi disusul yang lainnya kecuali Arza. Cowok itu malah bersidekap dada masih memandang remeh Freya yang sedang terduduk tenang dikursi guru.
"Gue gak bakal lupain hari ini." bisik Arza lalu tersenyum tipis.
"Oh kode jadiin lo amnesia?"
Arza mengendikkan bahu, ia lelah dengan semua jawaban Freya yang tidak ada habisnya. "Gue tandain lo sampe hari kelulusan."
"Ya."
Setelah itu Arza langsung melangkah pergi keluar kelas. Dia sibuk. Bukan hanya satu kelas yang ia urus, melainkan masih banyak lagi kelas lain yang sedang menunggu kehadirannya.
"Lo keren banget Frey sumpah!" Vita bertepuk tangan kegirangan. Arza kalah telak dengan orang pendiam sepeti Freya. Sekali dia ngomong, hancur hidup lo semua.
"Ya ya ya, Agma kemana sih? Kok gak keliatan? Yang tau beginian kan biasannya dia. Kok jadi gue yang turun tangan?" Dari awal sudah Freya duga jika Agma menghilang dari kelas berapa jam yang lalu.
"Gak tau gue Frey." jawab Vita sambil menggelengkan kepala. Dia menatap semua temannya dan mereka menunjukan jawaban yang serupa.