8 - Eight { The Fifth }

1.3K 225 50
                                    


Malam yang gelap kini sudah berganti menjadi pagi. Sang Rembulan kini di gantikan oleh Mentari untuk bertugas menyinari dunia.

Kemarin malam, saat Ik-su memanggil (y/n) dan Pino ternyata hanya untuk mengajak mereka kembali ke rumah, karena udaranya semakin dingin di luar.

Tangan besar seseorang nampak menggapai sebuah kue beras yang sudah di panggang.
"Eh? Rumah pendeta? Di sini?" tanya Hak yang bicara dengan mulut yang sibuk mengunyah kue beras itu.

"Iya."

"Hee, kebetulan sekali." Hak kembali mengambil kue beras dari keranjang di atas kepala Yun yang sedang sibuk memanggang kue itu. "Karena mereka sedang bersembunyi. Aku kira kalau rumah pendeta akan kelihatan seperti kuil."

Yun akhirnya menyadari Hak yang terus mengambil kuenya. "Tunggu dulu! Jangan makan seenaknya!" omel Yun.

Hak menggigit kuenya kemudian mengepalkan kedua tangannya. "Oh, pendeta agung, terima kasih sudah merawatku..." ujar Hak dengan wajah datar.

"Aku bukan pendeta." tangan Yun langsung menepis kasar tangan Hak yang masih saja ingin mengambil kue itu.

"Di mana tuan pendeta, ya?" tanya Yona.

Mendengar pertanyaan Yona itu, Hak yang mengusap tangannya teringat sesuatu. "Ngomong-ngomong soal itu. (y/n) dan Orang asing itu kemana?"

"Oh, mereka. Aku menyuruh mereka mencari beberapa tanaman obat." kata Yun sembari meletakkan keranjang itu di atas meja.

"Sudah cukup... Lepaskan saja aku, Pino." ujar  (y/n), matanya berkaca-kaca.

"Tidak!" teriak Pino, tangannya memegang erat lengan (y/n), seakan tidak akan pernah melepaskannya. "Aku tidak akan membiarkanmu sendirian."

"Sudah, lepaskan saja." (y/n) memandang Pino dengan tatapan kasih. "hiduplah yang lama, Pino."

Pino tertegun mendengar ucapan (y/n) itu."(y/n)... G*blk!" kesal Pino yang langsung melepaskan lengan (y/n), membuatnya terjatuh dari atas batu yang tingginya 1 setengah meter dari tanah. "Terlalu banyak drama di hidup lu ya."

(y/n) terduduk di tanah. "Habisnya, gue gak bisa naik. Tangan we sakit sekali!" ujar (y/n) lalu ia menunjukan telapak btangan kirinya yang terbungkus perban.

"Cuman naik ini, loh!" omel Pino yang sudah emosi dengan sikap (y/n) itu.

(y/n) langsung berdiri. "Tapi gue gak bisa naik kalo gak pake dua tangan, Bagong!" tukas (y/n) berusaha membela diri.

"Ya cari cara kek biar bisa!" tegas Pino yang masih saja tidak mau mengalah. "Cuman naik ini terus yang satu lagi, kita bakal dapet tanaman terakhir!" Pino menunjuk bunga berwarna ungu yang berada  di tanah yang sedikit lebih tinggi dari batu itu.

"Lu aja yang cari, sendiri! Nanti we tunggu di sini!"

"Kalo yang ini gue yang nyari, semuanya dong gue yang cari! Yang manjat pohon gue, yang turun di sungai gue, masa yang ini gue juga terus lu malah santai-santai!" Pino mengeluarkan semua unek-uneknya saat mencari tanaman-tanaman obat yang di minta Yun.

"Lu sendiri kan gak apa-apa."

"Tentu saja apa-apa, bego!" Pino berusaha menenangkan diri, ia menghela napas panjang kemudian melompat turun.

"Kok turun?"

"Biar gue bantu lu naik!" ujarnya sambil mengulurkan tangannya pada (y/n).

"Yeay, gitu dong!"

.

.

.

"Umm, gue bilang kan gue mau bantu lu naik." Pino menegaskan kembali tawarannya tadi.

Fall ( Akatsuki No Yona X Reader )Where stories live. Discover now