25 - Fallin in Lope

2.5K 278 20
                                    

Hana tampak terburu-buru menutup pintu kamar mandi begitu mbak Lala beranjak dari hadapannya. Gadis itu melangkah kesetanan, mendekati sebuah kloset duduk yang masih tertutup dan beringsut terduduk di sana.

Kemudian ia menarik napas sedalam-dalamnya dan menghembuskannya perlahan. Denyut jantungnya masih meronta, sementara pipinya kembali merona malu saat mengingat kebodohannya tadi di depan cowok itu.

"Ahk, sial. Ada ya orang tiba-tiba jadi bego," runtuk Hana pada diri sendiri. Lalu ia terdiam, merenung sambil memikirkan sesuatu.

"Gak mungkin kan gue suka dia?" Hana meringis sendiri saat menyadari kalimat melencengnya, lalu mengacak rambutnya frustasi. "Gak mungkin lah."

Tidak ingin berpikir terlalu jauh, Hana pun bangkit, lantas menghampiri wastafel untuk mencuci muka.

Usai melepas kacamata, Hana menatap sesaat pantulan dirinya di cermin. "Jangan baper, Han. Lo gak tau ada affair apa aja lo sama dia pas SMP," katanya meyakinkan diri. Mengangguk sesaat dan menunduk untuk membuka keran di wastafel. Kemudian membasuh wajahnya beberapa kali.

"Tapikan gue gak ingat ya. Aduh apa sih," tutur Hana mulai gregetan. Bola matanya mengerling, sementara otaknya sibuk berpikir. Sampai akhirnya ia memutuskan sesuatu dan kembali menatap dirinya di cermin.

"Pulang sekarang, Han. Ayo, kita pulang. Permintaan Anara juga udah lo penuhi, jadi gak ada alasan lagi buat lo lama-lama di sini," ucapnya lagi.

Dengan segera gadis itu merogoh saku celananya, meraih handphone dan mencari satu nama kontak yang ia beri nama, Sadboy 6 tahun.

Tanpa menunggu lagi, Hana langsung menekan panggil. Untuk kali ini saja Hana berharap kakaknya itu menjadi pahlawan kesorean.

"Passwordnya, Bu."

Refleks Hana memutar bola matanya saat Ragel menjawab telponnya.

"Gue lagi gak pengen bercanda ya, Bang," tukasnya dengan sinis.

"Woesss, santai. Yaudah, kenapa?"

"Bantuin gue bikin alibi. Buru perintahin gue pulang!" perintah Hana dengan suara yang tertahan.

"He?" Ragel mengernyit. Terlihat menjauhkan handphone untuk memastikan yang menelponnya ini adalah sang adik. Lalu kembali menempelkannya di telinga.

"Sejarah baru, seorang adik durhaka minta disuruh pulang? Biasanya juga ogah-ogahan kalau disuruh pulang."

Mendengar sindiran keras Ragel, Hana langsung merengkuh udara dan meremasnya kesal. Dia mendengkus.

"Alibi doang, Abangku sayang ...." ucap Hana manis, walau dalam hati sudah berniat memasukkan cabai rawit ke tahu isi yang akan kakaknya itu santap nanti malam. Pasalnya, si kakak tidak tahan dengan makanan pedas. "Buruan, ih!" pekiknya lagi-lagi tertahan.

"Btw, pujian bisa meningkatkan kepercayaan diri."

Hampir saja Hana mengumpat kasar saat mendengarnya. Mengerti kalau Ragel sedang mengambil kesempatan dalam kesempitan. Mengingat dirinya memang hampir tidak pernah memuji kakaknya itu. Kalau menistakan jangan ditanya lagi, setiap hari Hana lakukan. Walau beberapa hari ini ia cuti dulu.

Gadis itu segera menelan umpatannya bulat-bulat. Mengingat dirinya sangat membutuhkan bantuan kakaknya ini. Baiklah, Hana mengalah dulu. Tapi nanti lihat saja tanggal mainnya.

Hana berdeham pelan. "Abangku sayang ... yang gantengnya beuh, mirip siapa tadi?" Hana mengerling dengan raut jijik. "Ji Chang Wook," ucapnya dengan suara riang, walau dalam hati ia berkata 'tapi bulu kakinya doang yang mirip'

Ketos Vs Sekretaris OSIS [SELESAI]Where stories live. Discover now