Arsa menjauhi wajahnya dari Kara, menyadari kegugupan yang dirasakan Kara diakibatkan dia sembari bersedekap dada. "Lo sendiri, ngapain keliaran pas jam pelajaran berlangsung?"

Kara terlihat gugup, ia tidak ingin masalah ini bisa membuat Arsa ikut campur lagi. Dirinya tidak ingin membebani seseorang dengan masalah yang dihadapi. "Gue ... emang gue harus absen dulu sama lo, kalau gue pergi ke mana terus ngapain aja? Nggak, kan!" Kara melirik ke sekitaran melewati kaca tembus pandang, kebetulan pula halte selanjutnya tepat 15 detik di depannya. Kesempatan untuk terhindar dari pertanyaan Arsa yang lainnya.

"Udah deh, jangan kepo! Mau ke manapun gue pergi, bukan urusan lo!" Kara berdiri dan mendorong tubuh Arsa yang menghalangi jalannya kemudian berjalan keluar setelah bus berhenti sempurna di depan halte. Arsa yang tahu jika Kara ingin turun pun membuatnya cepat-cepat turun sebelum bus berjalan menuju halte selanjutnya.

Kara menyelipkan kembali earphone di salah satu telinganya, terputarlah lagu Senyumlah - Andmesh Kamaleng yang menggema di rongga telinga. Kara ingin menghindari Arsa bukan karena tidak nyaman, hanya saja ia tidak ingin Arsa mengulik fakta tentang 'kenapa dia ada di bus ketika waktu belajar berlangsung'. Dia tak ingin melibatkan dan menambah beban pikiran Arsa, lagi.

Kara tidak menyadari bahwa Arsa sedari tadi mengikuti langkahnya, matanya asik meneliti wilayah yang terasa asing di penglihatannya-memandang lautan yang membentang di bagian kiri. Ternyata, halte yang dia dapati menuju pantai, sudah lama dia tidak kemari.

Dengan cepat Kara menginjakkan kaki di atas pasir putih. Sejauh mata memandang, air yang terlihat. Angin yang menerpa, hangatnya terik matahari yang menyapa, serta suara ombak bersahutan, membuat seulas senyuman terpatri di sudut bibirnya.

Kara mendudukkan diri di atas pasir putih itu, merasa tidak peduli apakah bajunya akan kotor atau tidak. Yang diinginkannya hanya satu-ketenangan pada jiwa yang sedang terguncang.

Lagu penyanyi terkenal Andmesh Kamaleng terganti menjadi lagu lainnya, dengan cepat Kara menarik earphone itu dari telinga dan mematikan ponsel. Dia butuh waktu untuk menenangkan diri, tidak ingin diganggu pada saat ketenangan hati belum bulat sempurna.

Ada yang duduk di sampingnya, tapi, Kara tidak menggubrisnya sama sekali. Namun, seseorang yang ada disampingnya seakan datang kepadanya dengan tujuan menganggu dia yang sedang mencoba menenangkan hati dan pikiran membuat Kara menoleh dengan raut wajah kesal. Betapa terkejutnya Kara, ternyata seseorang yang ada disampingnya adalah Arsa.

"Arsa, lo ngapain disini?! Lo ... lo ngikutin gue?" Arsa mendorong kelapa muda yang dia beli tadi ke arah Kara, menunjuk kelapa itu dengan lirikan mata.

"Diminum dulu kelapa mudanya. Nggak capek apa, ngomel mulu?" Kara memandang kelapa muda dan wajah Arsa secara bergantian. Rasa kesal teredam oleh rasa haus yang tiba-tiba menerjang tenggorokannya. Dengan cepat ia menggapai kelapa muda itu dan meminumnya melalui sedotan.

"Itu haus apa doyan? Buru-buru banget kek lagi dikejar rentenir," ejek Arsa dengan terkekeh memandang Kara yang terlihat antusias menyedot air kelapa muda seakan-akan ingin memakan kelapa itu bulat-bulat.

Kara menyudahi minumnya seraya memandang Arsa tajam. "Bodo!"

Kara menarik tubuhnya untuk menjauh dengan menyeret bokongnya sedikit menjauh dari Arsa, walaupun hal itu hanya membuat dia kelelahan.

Arsa mendekati Kara dengan menyeret bokongnya, membuat Kara mendengus kesal kemudian bergeser lagi. Namun, Arsa kembali mendekat membuat Kara pasrah dan mendorong sedikit dada Arsa yang menempel pada punggungnya. Dan mulai memfokuskan diri kepada lautan yang indah tersuguh di depannya.

KARA |Serendipity|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang