3. Perlakuan tidak adil.

Mulai dari awal
                                    

Di sekolah dia bahkan tidak memiliki teman. Bukannya tidak ada, hanya saja ia sedikit tidak suka bersosialisasi dengan orang. Ia suka diam.

Dirundung, diam.

Diganggu, diam.

Diperlakukan tidak adil, diam.

Hanya diam yang bisa ia lakukan. Sampai akhirnya mereka semua merasa bisa seenaknya dengan Anna.

Anna mulai melepaskan kancing seragamnya di depan kaca rias. Ia menoleh kearah kanan dan kiri melihat wajahnya yang katanya merah.

Tiba-tiba ia tersenyum tipis. Tipis sekali. Mengingat sosok lelaki tadi yang telah menyelamatkannya dari para bajingan menyebalkan itu.

•••oOo•••

Gabriel mengemudikan mobil Mercedes Benz C-Class berwarna hitam miliknya. Rautnya terlihat kesal meratapi kebodohan yang baru saja ia lakukan.

 Rautnya terlihat kesal meratapi kebodohan yang baru saja ia lakukan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ah!" Desisnya seraya memukul setir di depannya.

Klien 2021-2-19 calling

Ia melirik kearah layar mobilnya, lalu menerima panggilan tersebut menggunakan handsfree bluetooth yang terpasang di telinga kanannya.

"Ya?" Katanya mengawali pembicaraan.

"Aku liat bocah itu pulang dengan selamat, apa aku salah liat?!" Teriak seorang wanita di seberang sana. Gabriel sempat menutup matanya karena kaget.

Suaranya benar-benar melengking.

"Besok gue beresin," Jawab Gabriel dengan singkat lalu mematikan sambungan panggilan tersebut.

Tidak peduli apa yang akan wanita tua itu katakan, Gabriel sangat pusing malam ini. Katakan saja malam ini dia tidak profesional.

Sebagai pembunuh bayaran.

Kekurangan yang ia miliki selama ini adalah selalu melibatkan perasaan ketika sedang beroperasi. Itulah mengapa tadi pagi Fero sempat meyakinkan Gabriel apakah dia mampu menyelesaikannya atau tidak.

Temannya tahu, Gabriel belum bisa melupakan mendiang adiknya.

Gabriel sampai di halaman markasnya, ia pun turun dari mobil dan berjalan menuju pintu.

Ia melepas jaket kulitnya ketika sampai di ruang depan lalu menyandarkan tubuhnya di sofa empuk berwarna hitam itu. Sudah ada dua orang yang menyambut kehadirannya.

Ray dan Fero saling menatap penuh arti.

Dari raut wajah bosnya, mereka dapat menebak kalau misi malam ini gagal.

"Gagal?" Tanya Fero memulai pembicaraan.

Gabriel hanya berdehem dengan mata yang masih tertutup. Tanda mengiyakan.

Ray menghela nafas panjangnya.

"Gue bilang juga apa!" Sembur Ray, disusul dengan lirikan tajam dari Fero. Seakan menyuruhnya untuk diam.

"Dia di rundung" Gabriel membuka matanya dan membenarkan posisi duduknya menjadi tegak.

"Hah?" Suara Ray.

"Dia dilecehin," Kata Gabriel, lagi.

"Ya terus apa masalahnya?" Lagi-lagi Ray mendapatkan tatapan tajam dari Fero. Menyuruhnya untuk diam saja.

"Terus lo mau gimana?" Tanya Fero mengalihkan pertanyaan Ray barusan.

"Gue lanjut besok, sekali tembak dari atas gedung"

"Sendiri lagi?" Tanya Fero. Gabriel mengangguk.

Tepat setelah itu, terdengar suara ponsel milik Fero berdering. Fero segera merogoh kantongnya dan mengangkat nomor tidak dikenal itu.

Fero diam menunggu seseorang di seberang sana berbicara sambil menekan tombol rekam. Seperti biasanya, ia selalu merekam setiap ada orang yang menelpon.

"Hello?"

"Ya?"

"Fero?"

"Ini siapa?"

"M-mark-is n-not a k-"

"Who are you?" Suara dari seberang itu tidak terdengar jelas. Terbata-bata. Fero hanya menangkap bahwa dia menggunakan bahasa asing.

"Mark isn-"

"Mark?" Gabriel dan Ray seketika menatap Fero dengan seksama. Nama itu terlalu sensitif bagi mereka bertiga.

"B-black kil-"

"Ya?" Fero benar-benar tidak bisa mendengar suaranya dengan jelas.

"Tatto" Sambungan telepon tersebut tiba-tiba saja terputus.

"Apaan sih" Fero melihat layar ponselnya dengan kesal.

"Apa katanya?" Tanya Gabriel. Fero mengangkat kedua bahunya, tanda tak tau.

"Lo rekam?" Tanya Ray. Fero mengangguk.

"Biar gue bawa," Fero pun menyodorkan ponselnya kepada Ray.

Masalah lacak melacak, menjernihkan rekaman, dan meretas serahkan saja pada mantan anggota BIN ini. Walaupun sifatnya berandal, dia cukup cerdas untuk mengetahui hal seperti itu.

Sebenarnya sangat disayangkan dia di coret dari Badan Intelijen Nasional. Namun, orang seperti Ray ini sepertinya tidak pantas menjadi anggota BIN. Kalian pikir saja, apakah pantas seorang agen rahasia selfie saat sedang bertugas, lalu dengan bodohnya di unggah ke media sosial?

Tentu saja namanya langsung di coret.

Menjadi anggota BIN harus siap untuk tidak diakui sampai ia mati sekalipun.

"Gue cek nanti," Ujar Ray.

•••••

Dangerous DragonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang