Episode 11 - Takdir Menjadi Raja

860 171 416
                                    

"Raja memang telah menjadi takdirnya. Kekuatan telah menjadi pundaknya. Dan matanya menjadi benteng pengokoh sekaligus serangan terdepan."

***

A POEM : The Eye Clause
Episode 11 ~ Takdir Menjadi Raja


"Apa kau melihat Ma Jae Hwa?"

Pertanyaan itulah yang sejak tadi Lee Yeol suarakan ketika berpapasan dengan setiap orang di Istana. Lee Se Ra adiknya, bilang, terakhir kali ia melihat kakak iparnya itu adalah ketika pagi hari, saat sedang melamun di depan teras Paviliun.

"Bukankah itu sebelum aku diobati dan mandi? Dia masih ada di Istana! Aku bahkan masih melihatnya saat makan siang tadi." Decihnya seraya terus menggerakkan kakinya, menyusuri lorong Istana dari ujung ke ujung lagi.

"Apa dia marah padaku dan pergi dari Istana?"

Langkahnya kemudian terhenti saat pikiran itu terlintas di kepalanya. Kenapa dia tak berpikir kesana? Ya. Ma Jae Hwa pasti marah padanya dan tersinggung atas apa yang dilakukannya tadi pagi saat di pemandian.

"Apa aku telah menyakitinya? Apa dia sebenarnya bukan seorang Gisaeng?"

"Jeoha."

Lee Yeol segera menoleh, meluruskan arah pandangnya kepada seorang lelaki tinggi tegap yang berdiri cukup jauh darinya. Seorang teman yang selalu setia dan mengabdi padanya. Dialah Woo Shik, pedang abadi Lee Yeol sejak kecil. Woo Shik bahkan juga sempat terluka parah lima tahun yang lalu karena telah berusaha melindunginya.

Buru-buru Lee Yeol membimbing kembali langkahnya untuk mendekat pada sang pedang abadi yang juga tengah berjalan ke arahnya.

"Apa yang sedang kau lakukan? Sejak tadi kami mencar-"

"Apa kau melihat Ma Jae Hwa?" Potong Lee Yeol cepat, sampai Woo Shik mengedipkan matanya untuk beberapa kali sebelum menjawab.

"Maksudku, kami sedang mencarimu." Tegas Woo Shik setengah ragu.

"Tapi aku sedang mencari Ma Jae Hwa!" Balas Lee Yeol dengan tatapan penuh tanya sejak tadi.

"Tidak, Jaeoha. Aku tidak melihatnya." Jawab Woo Shik, membuat Lee Yeol semakin gelisah.

Terlihat dari bagaimana dia berdiri dengan gestur tak beraturan. Kakinya gemetaran seperti tak nyaman untuk berlama-lama hanya berdiri tanpa melakukan apapun.

"Jeoha. Sebenarnya sejak tadi Raja Lee Kwang mencarimu karena ingin membicarakan sesuatu denganmu."

.
.

Pintu terbuka dan Lee Yeol datang dengan sapaan sopannya, tak lupa membungkuk hormat meski Raja di hadapannya itu adalah ayahnya sendiri. Dia lalu mengambil tempat untuk dia duduki, tepat pada posisi ayahnya yang berada di depannya.

"Bagaimana kabarmu, nak? Apa tubuhmu sudah bisa kembali kau gerakkan dengan baik?"

"Aku baik-baik saja, Aba Mama. Terima Kasih karena sudah mengkhawatirkan dan memperhatikanku selama ini." Jawab Lee Yeol.

Mendengar hal tersebut, senyuman di bibir Raja mengembang dengan sendirinya. Detik selanjutnya helaan napas panjang terdengar lega, Lee Yeol segera mengangkat arah tatapnya kala menyadari ada sesuatu yang terselip dalam kelegaan ayahnya itu. Mata Raja berubah sayu, menyiratkan rasa lelah namun tak ada beban sama sekali.

Sejenak, Raja memandangi anaknya itu dengan seksama, isir sabit yang dia punya sungguh sama persis seperti Lee Yeol. Dia yakin inilah waktunya Lee Yeol menempati posisinya. Sejak awal Raja percaya bahwa Dewa memang merestui segala keinginannya, tanpa terkecuali.

A POEM : The Eye ClauseWhere stories live. Discover now