Hello Alin | Prolog

1.3K 80 3
                                    

Happy Reading

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Happy Reading

Terserah mau kasih bintang atau enggak juga, terimakasih udah mau baca cerita gaje ini. WKWK



oh iyaaa.. kenalan dulu nih 😏
Arbi ganteng, si ganteng gak kalem playboy cap kaki tiga 👏👏👏
💚💚💚💚💚💚

 kenalan dulu nih 😏Arbi ganteng, si ganteng gak kalem playboy cap kaki tiga 👏👏👏💚💚💚💚💚💚

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Kalo ini Alin, si bawel cempreng yang kalo teriak ngalahin toa mesjid 🙃🙃
💛💛💛💛💛💛💛

Kalo ini Alin, si bawel cempreng yang kalo teriak ngalahin toa mesjid 🙃🙃💛💛💛💛💛💛💛

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Oke, sekian yaa.. itu cuma gambaran dari saya sajaa.
Happy reading ya 🤍🤍🤍


***

Prolog

Apa sih yang bisa Arbi kerjakan dengan baik dan benar jika tanpa Arlin? itulah pertanyaan semua orang ketika melihat betapa kerepotannya hidup Arbi jika Arlin satu hari saja tidak berada di dekatnya.

Penampilannya aruk-arukan, dasi yang di sampul sebisanya, karena ia tidak mungkin meminta bantuan Pipin untuk menyimpulkannya. Bisa-bisa Pipin hanya mengikat mati atau menjadikannya seperti ikat pita. "Alin kenapa si pake ikut lomba segala?" Gerutunya. Arlin terpilih menjadi salah satu perwakilan lomba P3K tingkat kota bersama ke 2 rekannya yang lain.

Jian hanya mengendikan bahu sambil memainkan game di ponselnya, guru PKn tidak masuk, jadi mereka hanya di perintahkan untuk merangkum bab 5 saja, lalu tidak di kumpulkan, hanya saja minggu depan akan di periksa dan di paraf, jadi hampir semua tidak menulis, mungkin hanya beberapa orang saja kaum-kaum barisan depan.

Raka—teman sebangku Arbi, si Beruang kutub utara yang kerjaannya hanya merebahkan kepalanya di meja tidak bisa menjadi alternatif. Mana mungkin ia peduli terhadap orang lain? Terhadap dirinya sendiri saja ia sudah acuh. Pipin jangan di tanya, sejak tadi ia malah mengerjai Elsa, membuat cewek itu menambah gaduh suasana kelas dengan suara cempreng tapi keras itu, membuat telinga gagal fungsi.

"Pipin resek! Jahannam lo!" Elsa mengacungkan satu buku paket Biologi yang tebalnya hampir 5 cm itu. Si selebgram SMA 56 itu terganggu sejak tadi ketika ia sedang mempromosikan produknya karena di ganggu Pipin.

"I love you too, Sa.. I love u too" Pipin itu memang anak ajaib bin nyebelin sedunia, ia hobi banget membuat orang kesel sampe ke ubun-ubun.

Lura yang duduk di samping Elsa merasa jengah juga, ia menguncir rambutnya tinggi-tinggi, "Sa! Kita kebiri aja yok si Pipin pentul jarum itu!"

Pipin langsung bergerak mundur, "Eh, jangan dong! Hidup gue gak ada apa-apanya tanpa anu." Yang kemudian ia berlari ke bangku belakang, karena Elsa dan Lura mengejarnya.

Tidak lama pintu kelas terbuka, membuat semua orang membeku dan melihat serentak ke arahnya,

"Kenapa si? Pada kaget gitu?" ujarnya santai sambil melepaskan syal hijau yang mengalung di lehernya.

"Kaget anjir! Gue kira bu Susi." Umpat Pipin, yang saat ia lengah berhasil di tangkap oleh Elsa dan Lura, "AAA.. jangan dong! Arbi tolongin gue!" teriaknya, tapi Arbi acuh saja malah ia langsung menghampiri Arlin yang baru saja duduk di bangku yang tadi Elsa tempati.

"Ayiiin.. akhir nya lo dateng juga!" Arbi terlihat girang, seperti anak burung yang baru melihat induknya pulang, bawel. "Gue gak bisa bayangin deh, seandainya lo gak ada di dunia atau lo gak lahir di bagian wilayah indonesia, kayanya gue bakalan jadi orang paling repot sedunia—"

"Ya, karena lo repotin gue tiap hari." Potong Arlin.

Arbi hanya nyengir, apalagi Arlin dengan tanpa disuruh kini menyimpulkan dasi di kerahnya. Mungkin Arlin bisa melakukannya sambil merem saking sudah terbiasa.

"Oh, iya Lin." Ujar Arbi.

"hmm?" Arlin mengangkat alisnya.

"Gue, mau jalan sama Rea malam ini boleh?"

Arlin mengangguk, "Kenapa gak boleh? Kan dia pacar lo?"

"Tapi, kan gue udah janji mau nganter lo ke toko buku," Arbi terlihat merasa bersalah.

Arlin bedecak, "Ya.. gak papa kali. Gue bisa sendiri."

"Bener?"

"iyaaa.."

"Maaci." Ujar Arbi membuat Arlin mengeryit. "Jijik!"

Arbi hanya tertawa melihat ekspresi Arlin yang terlihat akan muntah.

"Kalo izin cium boleh?"

Arlin terlihat menjengit, "Terserah,"

Arbi terkekeh, "Kalo jawabannya terserah berarti jangan."

"kapan gue bilang jangan?"

Arbi mengambil teh kotak yang ada di atas meja Arlin, "Buat gue, ya?"

"Jangan.." Arlin langsung mengambilnya.

"Tuh, lo barusan bilangan jangan."

Arlin hanya memutar bola matanya, nampaknya jika berbicara dengan Arbi itu melelahkan dan tidak akan ada habisnya.

"Boleh gak?" Arbi itu memang pantang menyerah jika membuat Arlin naik pitam.

"Lo ngomong lagi, gue jait tu mulut ya pake jarum pentul!"

Arbi keluar dari meja dan berlalari, "Kabuuur.."

Manusia aneh!

"Lin?" Panggil Lura yang entah sejak kapan sudah duduk di bangkunya, mungkin sudah cape mengejar Pipin yang saat ini masih dianiaya Elsa, "Lo gak niat gitu pacaran sama Arbi?" Lura mengendikan dagu pada Arbi yang kini sudah bergabung dengan Jian dan Raka yang terlihat menggeliat bangun tidur.

Pertanyaan Lura itu membuat Arlin yang tengah menyedot teh kotaknya menjengit, seakan tidak terima.

"Biar bisa jadi couple of the years kaya drama-drama korea gitu?"

"Atau, angkat aja jadi anak adopsi. Terus kutuk jadi batu, biar gak nyusahin lo terus," Tambah Elsa yang baru saja bergabung dengan dua temannya itu, yang terlihat terengah, karena lelah menghadapi Pipin. 

Jadi, sebenarnya Arlin itu lebih cocok jadi pacar Arbi atau Ibu tiri sih?

***


Hello.. 

Ini cerita kesekian yang aku publish di wattpad yang dimana cerita-cerita sebelumnya gak pernah beres. Semoga ini beres sampe tamat ya.. AAMIIN!!!

i hope you enjoy to read my story. 

17 Februari 2021

Hello Alin | ✔Where stories live. Discover now