DreamEpilog

71 13 8
                                    

Kota Farbelwin, tiga tahun kemudian.

DENGG-DONGG-DENGG—

"Aku yang bakal keluar kelas pertama—!"

Seruan itu adalah satu-satunya suara yang berani merayakan berdentangnya lonceng Akademi sebagai tanda selesainya jam belajar mereka hari ini dengan lantang. Pula langkah lincah gadis itu yang langsung menyalip bangku-bangku dengan tas terselempang asal cepat di bahunya.

Gadis itu berderap cepat menyebrangi kelas dengan wajah dipenuhi rasa tidak sabar dan semangat meletup-letup untuk mencapai pintu kebebasaannya. Tinggal sedikit lagi saja, sebelum tali selempang tasnya mendadak ditarik kuat dari belakang—sontak menghentikan langkah semangatnya sekaligus mencekik lehernya.

"Mau ke mana kau, Nona Ellaria Frestichel...?"

Hawa suasana seketika berubah mengerikan—tak ada satu pun murid yang berani bergerak dari tempat duduk masing-masing sekalipun dentang bel telah lewat; tidak jika guru mereka satu itu sedang dalam mode mengerikan karena ulah seorang teman bandel mereka sendiri.

Ellaria, gadis berambut hitam legam berkepang tiara itu menjengit, keduanya bahunya menegang. Belum lagi suaranya tersangkut di lehernya yang masih tercekik, ketika ia berusaha menolehkan kepalanya yang kaku ke belakang. "Gah—Master—leherku ...!"

"Lehermu masih tersambung dengan kepalamu, Ellaria, dan aku tidak tertarik mengotori pangkat ksatriaku sendiri dengan membunuh seorang murid di masa magangku, tenang saja." Bersamaan dengan selesainya ucapan bersuara dingin itu, satu sentakan membebaskan belit tali selempang Ellaria.

Gadis itu berhasil mencegah dirinya terjungkal, lantas terbatuk-batuk sembari memutar tubuhnya berbalik, menatap penuh kekesalan kilap sebilah tombak panjang yang baru saja ditarik kembali ke tangan sosok itu—tombak yang tadi menyangkutkan sedemikian rupa tali selempang tasnya untuk mencegahnya mencapai pintu kelas, kebebasannya.

Lagi-lagi, Ellaria kalah cepat. "Kalau kau ingin mendapatkan nama yang bagus di lingkup ksatriamu, seharusnya kau memperlakukanku dengan baik, dong, Master!" serunya memproteskan satu hal yang memang menjadi masalah baginya.

"Memperlakukanmu dengan baik?" ulang Sang Master penuh penekanan tanya.

Meski semua teman-teman sekelasnya takut kepada guru magang mereka yang satu ini, tidak dengan Ellaria. Gadis itu memutuskan hanya dirinyalah yang bisa mengusir guru magang mengerikan mereka ini, demi kembalinya hari-hari pembelajaran menyenangkan mereka. "Lebih tepatnya, kami semua, Master! Meski ini hanyalah program magang, kami satu kelas ini tetaplah murid di bawah tanggung jawabmu! Mana mungkin seorang guru menyiksa muridnya sebagai metode pembelajaran, bukan?"

Sang Master memutar tombaknya, menyelipkannya di antara kedua tangannya yang dilipat di depan dada. "Tentu saja, itu menyalahi kode etik pendidikan. Tetapi, bisa kau jelaskan padaku, Ellaria—bagian mana dari pembelajaranku yang menurutmu adalah metode penyiksaan?"

Ellaria menggeram, sepasang mata sehijau daun segarnya menatap kian tajam gurunya itu. "Semuanya! Baik, mungkin saja kau hebat, Tuan Kstaria Lencana Emas—tetapi kau tidak bisa memahami perasaan murid-muridmu sama sekali! Apa yang kau lakukan selama memegang kelas bela diri kami hanyalah memarahi kami dengan kepala sumbu pendekmu itu! Kau melatih kami tanpa menyesuaikan levelmu, menuntut hal yang terlalu tinggi bagi kami! Apa kau ingin memamerkan kekuatanmu saja, hah?! Ditambah lagi, dengan seenaknya, kau menambah jam bela diri kelas kami ... seenaknya saja, mengulur lebih lama waktu pulang kami, tidak adil!"

Setelah memuntahkan segenap kekesalan—yang telah ditumpuknya selama satu minggu ini—Ellaria terengah kehabisan napas. Tetapi tatapannya tetap terpancang pada iris delima bersudut tajam Sang Master, yang masih bergeming tenang di tempatnya.

The Dreamless LandWhere stories live. Discover now