Dream23: Mulai Berlari

24 10 1
                                    

Schatten meraih tangan Naomi di langkah pertamanya menjaga jarak dari si pria tirus yang kembali menegakkan tubuh, seperti baru menyadari serangan pertamanya luput dan ke mana targetnya menghilang dari pandangan.

Naomi tertatih mendapatkan pijakannya kembali untuk lekas mengimbangi derap Schatten yang mulai berlari. "S-Schatten! Ada banyak langkah yang mendekat!"

"Aku tahu!" balas Schatten, tak lagi repot-repot melirihkan suara. Ia melepaskan cekalan tangannya dari Naomi, begitu menganggap bahwa gadis itu bangkit sepenuhnya dan tak memerlukan lagi tarikan penuntun. "Jangan pernah lepaskan pisaumu, Naomi!"

Atas seruan mengingatkan Schatten itu, jemari Naomi yang menggenggam pisaunya saling mengeratkan satu sama lain, menggenapkan genggamannya bersama tekadnya. "Pasti!"

Mendadak, dua sosok muncul dari balik bayang-bayang kedua sisi belokan di depan mereka. Naomi belum sempat mengenali profil dua sosok itu ataupun memikirkan apa yang harus dilakukannya, ketika sebuah sabetan tombak telah menyingkirkan kedua sosok yang hendak memblokir jalan itu sekaligus.

"Jangan berhenti berlari!" Sekali lagi, Schatten berseru sebagai jangkar kesadaran Naomi untuk tidak teralihkan ke mana-mana.

Di antara napasnya yang mulai terengah, Naomi menyuarakan pertanyaan yang ia janjikan dalam hati sebagai pertanyaan terakhirnya di tengah lari. "Ke mana ... Schatten?!"

Singkat, tetapi jelas. Pilihan yang tepat untuk menghemat napas sekaligus memastikan tujuan.

"Tempat ritual!" jawab Schatten sama singkatnya. Tak ada napas untuk menjelaskan—saat menyerukannya saja, tombaknya tengah sibuk menghalau jangkauan tangan beberapa warga mayat hidup yang bermunculan mengepungnya dan Naomi.

Sementara Naomi juga tidak punya waktu untuk memutuskan inisiatif apa yang bisa dilakukannya—seorang wanita bertubuh gempal hampir saja berhasil meraih lehernya untuk dicekik.

Satu tendangan diluncurkan Schatten pada kaki orang-orang yang mengerubunginya, menumbangkan mereka saling bertindihan sekaligus. Pikirannya berpacu untuk menciptakan ruang di dalam kepalanya demi memutar akal. Sebab jelas, kalau soal jumlah, dirinya sama sekali kalah. Juga soal waktu, yang akan semakin tidak berpihak padanya jika terulur panjang.

Semakin lama aku bimbang, semakin terdesak juga posisiku. Agar bisa lolos dan mencapai tempat ritual untuk melakukan rencana yang sudah kupikirkan sejak lama, satu-satunya yang perlu diprioritaskan adalah waktu—!

"Naomi!" Schatten berbalik sembari menyerukan panggilan itu setelah berhasil mengamankan diri di jarak aman sementara, bermaksud memastikan yang dipanggilnya itu baik-baik saja.

Dan yang disadarinya adalah justru sebaliknya—Naomi terdesak ke sebuah tembok pagar oleh para warga tanpa kesadaran yang mengepungnya. Dapat dilihat Schattan bahwa pisau gadis itu gemetar dalam pegangannya, yang hanya kaku dipertahankan merapat dada tanpa menggunakannya.

Prioritaskan waktu!

Satu tarikan napas, Schatten membuyarkan kerumunan tujuh orang warga yang mendesak Naomi dengan ayunan tombak yang ia tebaskan dalam satu jalur berutun sekaligus. Tidak fatal, tetapi cukup untuk melumpuhkan dan membukakan celah segera bagi Schatten untuk menemukan dan menyeret tangan dingin Naomi.

"Bodoh! Pikirmu untuk apa aku melatih bela diri dan teknik bersenjatamu?!" bentak Schatten di sela-sela napasnya berlari menyeret Naomi kembali.

Naomi tergagap, rona pucat memperjelas wajahnya yang memelas dengan mata melebar tidak percaya. "Mana bisa aku mengayunkan pisauku pada warga Farbelwin yang kukenal baik?!"

"Sadarlah bahwa itulah tujuan Bintang Hitam mengendalikan warga kota untuk memburu kita, bodoh!"

Mata Naomi kian membelalak, gentar dan takut. "Tapi, Schatten, tetap saja—"

The Dreamless LandWhere stories live. Discover now