Ketos Galak : 6 | Pillow Talk

Začít od začátku
                                    

Mami sudah mematikan sambungan telepon saat Kaezar menyerahkan kembali HP-ku. Lalu kutanya, "Nyokap gue bilang apa?"

"Kapan main ke rumah?"

"Bohong banget!" Aku melotot.

Kaezar tidak memedulikan ketidakpercayaanku.

"Gue serius! Nyokap gue tadi bilang apa?"

"Titip Jena. Tolong jagain Jena."

"Halah, halah. Gue udah gede juga," gerutuku sembari memasukkan ponsel ke tas. Kami kembali berjalan, berjauhan, seolah-olah ada tiga atau empat orang yang memisahkan kami. Lahan parkir hanya diisi oleh tujuh motor milik siswa. Masih tersisa pengurus OSIS di sekolah, mungkin motor-motor itu milik mereka. "Terus? Kae?" Aku masih belum menyerah.

Kaezar yang kini sudah duduk di jok motornya menoleh. "Terus apa?"

"Terus nyokap gue bilang apa lagi?" Aku takut banget Mami bilang macam-macam.

"Pastiin Jena makan."

"Ih, gue udah makan juga tadi siang." Aku mendumal lagi. "Terus? Apa lagi katanya?"

"Pacarin Jena."

Aku tahu itu tidak mungkin, jadi aku hanya berdecak seraya mengambil ancang-ancang memukul Kaezar dengan tangan yang mengepal.

"Lagian." Kaezar memakai helm, dan menyerahkan helm milik Janari yang tadi dipinjamnya. "Nyokap lo nggak bilang aneh-aneh juga, khawatir banget."

Aku baru saja selesai memasangkan kunci helm di bawah dagu, lalu mengusap poni yang terurai menghalangi pandanganku. Aku mengerjap, menatap jok motor kosong di belakang Kaezar yang posisinya lebih tinggi dari jok di depannya. Aku tidak terlalu memperhatikan merek dan jenis motor itu. Yang kutahu, itu jenis motor sport, yang kalau berada dalam boncengan, akan membuat posisi tubuh otomatis condong ke depan.

Aku pernah dibonceng oleh Kak Aru, dengan jenis motor yang sama. Dan itu bukan masalah, aku suka berada di boncengan Kak Aru. Namun, karena cowok di depanku adalah Kaezar, ini adalah masalah besar.

"Je, naik," ujar Kaezar yang sudah menyalakan mesin motor.

Sementara aku masih meneliti step motor yang mesti kupijak saat naik, bisa tidak ya aku naik tanpa berpegangan pada Kaezar? Lalu, aku mulai mencari pegangan apa pun di motor itu yang bisa kugunakan selama perjalanan agar tidak memegang sedikit pun tubuh Kaezar, tapi nihil.

"Jena?"

Bagaimana aku bisa lolos dari boncengan ini tanpa memegang Kaezar sama sekali?

"Jenaya?"

Walaupun Kaezar tidak melepas tas punggungnya, tapi membayangkan tubuhku yang akan jatuh sepenuhnya di punggung itu ... membuatku ngeri.

Kaezar menarik gas dan menghasilkan bunyi raungan motor yang kencang, membuatku mengerjap dan menatapnya kaget. "Mikirin apa, sih?" tanyanya. "Takut ketahuan cowok lo gue boncengin?"

Aku mengernyit, lalu menggeleng. Cowok dari mana, sih? Dari Kerajaan Majapahit?

Kaezar mendengkus, mematikan mesin motornya. "Gue perlu izin dulu sama cowok lo apa gimana?" tanyanya lagi. "Atau bilang aja, lo nggak ada niat suka sama gue."

Ih, kalau ngomong suka bener. Aku menggeleng. "Kae ...." gumamku.

"Apa?"

"Gue nggak suka naik motor kayak gini," ucapku jujur.

Kaezar menoleh ke belakang, memeriksa keadaan motornya. "Apa yang salah?"

Ketos GalakKde žijí příběhy. Začni objevovat