Sembilan

18.5K 4.7K 457
                                    

"Ini beneran rumah Abimana?" Aku melihat ponselku untuk menyakinkan kalau aku memang berhenti di lokasi yang benar.

"Kayaknya aku bakal ninggalin usaha furnitur kita dan melamar kerja di tempat Bu Joyo aja." Salwa mendahului aku keluar dari mobil. Tidak seperti aku, dia tampaknya yakin kami memang berada di tempat yang tepat.

Aku mematikan mesin John Wick dan menyusul Salwa yang sudah berdiri di depan pagar. Pintu terbuka sebelum kami memencet bel. Kami memang tidak salah alamat karena Abimana sendiri yang membuka pagar.

"Mobilnya bisa diparkir di dalam aja," katanya.

"Nggak usah, Pak," tolakku. Jumlah satpam di gerbang kompleks yang kami lewati tadi menjanjikan keamanan. Lagi pula, John Wick bukan jenis mobil yang diincar maling. Kalaupun benar ada maling mobil yang tertarik pada penampilan luar John Wick yang mulus, aku kasihan pada nasibnya yang akan babak belur dihakimi massa saat John Wick mendadak mogok ketika dibawa kabur. Hanya aku dan Pandu yang bisa mengerti John Wick dengan baik. Ya, walaupun pengertian itu terjadi karena alasan berbeda. Aku memahami John Wick karena dia adalah cinta dalam hidupku, sedangkan Pandu lebih karena alasan terpaksa. Dia yang akhirnya selalu aku repotkan kalau kebandelan John Wick sudah di luar kemampuanku mengatasinya.

Aku dan Salwa kemudian mengikuti Abimana menuju rumahnya. Pekarangannya di bagian depan lumayan luas. Dari luar saja aroma "mahal" sudah bisa terendus. Buset, berapa gaji yang didapatnya dari Bu Joyo? Otaknya pasti sangat besar sehingga dihargai dengan uang yang sangat banyak.

Taman di depan rumah jelas dirancang oleh ahlinya, bukan hanya tukang kebun biasa. Garasinya juga besar, bisa memuat beberapa mobil. Kelihatannya Abimana memang seorang yang visioner. Dia sangat yakin bisa membuat garasi sebesar itu penuh.

Abimana kelihatan masih terlalu muda untuk pencapaian yang ditunjukkannya. Kecuali kalau dia memang bekerja keras seperti kuda perah dan hidup hemat layaknya petapa yang puas makan nasi dan garam saja. Tapi tidak ada petapa yang memakai barang-barang bermerek dan mengendarai mobil Eropa. Bu Joyo pasti benar-benar menganggap Abimana investasi yang harus diikat dan dijaga dengan imbalan luas biasa supaya tidak kabur ke perusahaan lain.

"Silakan masuk." Abimana membuka pintu rumahnya untuk kami. "Masih kosong. Saya harap kita bisa mendiskusikan jenis, model, dan warna furnitur yang saya inginkan untuk mengisi rumah ini sesuai dengan konsep dan luas ruangan yang ada."

"Kita pasti bisa, Pak," jawab Salwa penuh semangat. Saat nadanya terdengar riang seperti itu, aku yakin dia sementara menghitung-hitung berapa keuntungan yang kami dapatkan dari mengisi rumah Abimana dengan produk kami. Kalau dalam anime, bola mata Salwa pasti sudah dipenuhi ikon dolar, dan di kepalanya berhamburan uang kertas.

"Satu-satunya ruangan yang nggak butuh banyak sentuhan hanya dapur karena kitchen set-nya sudah dipasang. Tinggal menyiapkan stool untuk meja bar saja."

Aku membiarkan Salwa yang menanggapi Abimana karena kehadiranku sebenarnya hanya menemani Salwa saja. Meskipun bisa mendesain, tapi kemampuanku jauh berada di bawah Salwa dan Widi. Aku dibutuhkan karena lebih pintar me-manage usaha dan lebih supel saat berhubungan dengan orang lain.

Salwa dan Abimana menghabiskan waktu cukup lama berdiskusi di setiap ruangan yang kami masuki. Sambil berdiskusi, Salwa membuat desain kasar 3 dimensi di iPad-nya untuk ditunjukkan kepada Abimana. Laki-laki itu mengoreksi di sana-sini sebelum akhirnya menyetujui gambar Salwa. Untunglah teknologi semakin mempermudah pekerjaan desainer furnitur dalam menuangkan imajinasi. Sulit membayangkan melakukannya dengan cepat menggunakan kertas gambar sambil berkeliling rumah seperti sekarang.

"Ini proyek besar," kata Salwa padaku saat Abimana menjauh dari kami untuk menerima telepon. "Biasanya kan pelanggan cuman nyari barang di showroom aja. Kalau custom, paling juga satu atau dua barang. Baru kali ini kita dipercaya ngisi rumah sebesar ini dengan barang-barang kita. Dan hebatnya, Abimana kayaknya nggak khawatir soal bujet. Dia beneran pelanggan impian untuk pengusaha, apalagi kayak kita yang lagi membangun imej."

Pilih Siapa?Where stories live. Discover now