3

1.5K 141 3
                                    

The first story

Don't Judge me, because this is just my imagination

Mmmh 🙂

🔪

.
.
.

"Igeo, minumlah teh nya."

Jennie tersenyum dan menerima teh yang dibuatkan oleh Seulgi. Jennie tersenyum lega setelah menyesap sedikit teh hangatnya. Ia sangat berterimakasih kepada gadis didepannya untuk semua bantuan yang ia berikan. Jennie bersyukur ada seseorang yang peduli dengannya saat kalang kabut di negara orang. Ya, meskipun ia pernah tinggal bahkan lahir disini, tapi itu sudah sangat lama setelah 17 tahun yang lalu. Dirinya bahkan tidak ingat dimana tempat tinggalnya, jadilah ia menginap di apartemen milik Seulgi untuk sementara waktu.

"Gomawo, Eonnie."

Seulgi mengangguk.

"Eonnie, boleh aku mengisi daya bateraiku? Ponselku mati."

"Tentu saja. Kau boleh mengemasi barangmu di kamar satunya. Agak sedikit berdebu karena jarang ditempati." Jelas Seulgi.

Jennie mengangguk lalu menarik kopernya ke kamar sebelah milik Seulgi.

Ia menatap sekeliling kamar yang akan ia tinggali beberapa jam atau bahkan hari kedepan. Tangannya melepas koper yang ia genggam lalu beranjak meraih gagang sapu di sudut ruangan dan juga pembersih debu.

Setelah hampir satu jam ia selesai berkemas lalu mengambil handuk dari kopernya, tubuhnya lengket dan butuh mandi sekarang. Tak lama Seulgi datang dengan membawa satu toples coklat berbentuk oval. Sembari menunggu Jennie mandi, ia kembali turun untuk mengambil gitar dan sedikit memainkannya.

Jemarinya bermain kecil di senar gitar itu, ia belum begitu paham dan hafal kunci gitar.

"Eonnie, kau bisa bermain gitar?" Seulgi terlonjak mendengar suara Jennie yang sudah berada didepannya. "Kau mengagetkanku Jen."

"Iya, sedikit. Bahkan seperti belum." Lanjutnya dan kembali pada gitar dipangkuannya.

"Kenapa?"

"Aku baru 1 minggu belajar gitar dan sedang senggang, jadi aku memanfaatkan waktuku untuk bermain gitar saja."

Jennie hanya mengangguk.

"Eonnie tidak kuliah?"

"Yahh, kau malah mengingatkanku dengan skripsweet milikku. Aku bingung mencari topik Jen."

Jennie tertawa pelan mendengar penekanan Seulgi. Skripsweet?

"Eonnie mengambil jurusan apa?"

"Psikologi."

"Mwo!? Hahaa!"

Seulgi memutar bola matanya malas. Bahkan Jennie, orang asing yang baru beberapa jam ia temui pun menertawakan jurusannya. Dasar!

"Berhenti tertawa Jen!"

Bahkan Jennie tidak takut dengan nada dingin dan wajah datar milik Seulgi. Ia masih setia tertawa hingga air matanya keluar.

"Oke-oke. Mianhae."

"Lalu kau kuliah kan?" Jennie mengangguk.

"Mengambil apa?"

"Kedokteran."

Berbanding terbalik dengan Jennie. Seulgi berdecak kagum dengan Jennie. Tapi ia juga tak merasa heran, wajah Jennie memang pantas jika masuk kedokteran tetapi untuk ukuran badan lebih pantas menjadi model. Kekee.

Our Story [COMPLETED]Where stories live. Discover now