O n e .

49 20 11
                                    

Kicauan burung berjenis Murai Batu, menggema di seluruh penjuru kediaman milik keluarga Nelson. Burung yang sedang dalam masa pertumbuhan itu selalu diperhatikan oleh sang pemilik.

Seperti pagi ini, William Nelson. Ayah dari dua anak ini sedang memberi makan burung peliharaannya di pekarangan rumah miliknya. Tak lupa ia juga membersihkan kandangnya setiap pagi dan sore.

"Dapet burung baru lagi Yah?"

William yang sedang bersiul sembari menjentikkan ibu jari dan jari tengahnya menengok kearah pintu yang diatasnya terdapat ukiran yang bertuliskam The Nelson Family. Disana terdapat putrinya yang sedang memakai sepatu, dengan rambut yang ia ikat dengan gaya ekor kuda.

"Iya nih, dikasih sama rekan bisnis ayah," jawab William. "Mau berangkat ya? Abang mana?"

"Abang lagi digarasi, manasin mobil katanya,"

Tak perlu menunggu waktu lama mobil dengan merk Ferrari 488 keluar dari kandangnya. Kemudian keluarlah dari dalam mobil anak laki-laki tampan berusia 18 tahun. Dia anak pertama William, namanya Marcellio Sebastian Nelson atau yang kerap disapa Marcell.

"Pagi Ayah, gimana kabar burungnya?" Tanya Marcell dengan nada menggoda.

"Sehat dong, kamu nggak liat? Burungnya terbang sana terbang sini, kicauannya aja merdu. Suara kamu aja kalah," cibir William.

"Ayah suka gitu sama Marcell," rajuknya. "Dek make sepatu apa manicure sih, lama amat!"

"Iya Abang iya, kurang satu nih,"

Setelah selesai memakai sepatunya, Lucy, anak kedua dari William Nelson yang memiliki nama lengkap Lucyana Stephanie Nelson itu menghampiri dua lelaki yang sedang bersenda gurau, bahkan saling ejek mengejek. "Lucy berangkat dulu Yah," Pamit Lucy kemudian diikuti oleh Marcell.

Setelah berpamitan mereka langsung tancap gas menuju sekolah. Jam sudah menunjukkan pukul enam lebih tiga puluh dua menit itu artinya bel masuk akan berbunyi dalam dua puluh delapan menit lagi, sedangkan jarak rumah ke sekolah membutuhkan waktu kurang lebih setengah jam belum kalau lagi macet-macetnya.

Marcell mengemudikan mobilnya dengan kecepatan turbo, tak jarang dia hampir menabrak kendaraan yang didepannya. Sumpah serapah ia dapatkan dari puluhan mulut. Ini semua gara-gara Lucy yang memakai sepatunya lelet!

Setelah melewati rintangan, akhirnya mereka sampai di parkiran sekolah tepat saat bel masuk dibunyikan.

Mereka berjalan beriringan disepanjang koridor, meski sudah bersekolah selama dua, tiga tahun di SMA Poesaka masih banyak yang beranggapan kalau Marcell dan Lucy adalah sepasang kekasih. Bagaimana tidak? Tingkah Marcell dan Lucy sering kali membuat baper siswi sekolah bak orang yang lagi kasmaran bersama doi.

Lucy telah tiba dikelasnya, dibangkunya sudah terdapat Elisa yang sedang menelungkupkan kepalanya dilipatan kedua tangan yang diletakkan di atas meja. Elisa Melvita Sanders, teman sebangku sekaligus sahabat Lucy. Mereka sudah berkenalan sejak pertama kali masuk di SMA Poesaka, meski persahabatan mereka baru terjalin selama satu tahun lebih, itu tak mengurangi kadar kepercayaan masing-masing.

"Dorrr!!" Teriak Lucy mengagetkan Elisa.

Ternyata bukan hanya Elisa yang kaget, ternyata seluruh penghuni kelas juga kaget.

Elisa langsung mengangkat kepalanya, "Aaaaa!!!" Kaget Elisa tak kalah kerasnya dengan teriakan Lucy.

"Hehh kalo mau adu kenceng-kencengan suara jangan disini dong! Berisik tau nggak!" Sewot Zakia, perempuan yang dilihat dari lagatnya seperti tak menyukai Lucy dan Elisa.

"Yee sirik ae lo monyet! Iri kan lo punya temen banyak tapi ga asyik, temenan kok diem-diem aja, bisu ya?" Ucap Elisa pedas.

Zakia menggeram tertahan. Berjalan menghampiri Elisa dengan kedua tangan maju sembari kedua telapak tangannya yang ia remas-remas. "Sini lo! Gue cabik-cabik pake kuku macan gue!"

Prittt! Priittt!!

"Kalian apa-apaan sih? Udah gede masih aja berantem," ujar Daniel, sang ketua kelas menengahi.

"Elisanten noh yang mulai!"

"Lah kok gue? Orang lo duluan kok!" Ucap Elisa tak mau kalah.

Sedangkan Lucy hanya bisa mengehembuskan nafasnya jengah, sudah biasa sahabatnya ini adu bacot sama Zakia, atau paling enggak jambak-jambakan paling parah ya cakar-cakaran.

Prittt!! Prittt!!!

Sekali lagi, peluit yang entah dari mana Daniel dapatkan itu dibunyikan. Dengan entengnya Daniel menarik telinga Elisa dan Zakia membuat sang empu mengerang kesakitan.

"Sakit bego!!" Teriak Elisa dan Zakia bebarengan tepat di wajah Daniel.

"Yaudah makanya diem, jangan berantem mulu!" Balas Daniel tak kalah Kencang suaranya, kemudian melepaskan tangannya dari telinga dua gadis tersebut. "Ih, congek sapa nih?" Ucapnya pelan dengan nada jijik.

"Apa lo kata!?" Teriak Elisa dan Zakia.

Eh kok denger sih? "Apa? Gue nggak ngomong apa-apa tuh, udah sono lo bedua balik ke bangku kalian,"

Elisa balik ke bangkunya, disana Lucy sedang cengengesan tak jelas macam orang gila.

"Napa lo?" Tanya Elisa. Yang ditanya masih kekeuh menampilkan cengirannya, yang entah kenapa malah membuat bulu roma Elisa merinding.

"Lucy!" Elisa menggerakkan pundak sahabatnya agar tersadar.

Dan benar, Lucy langsung tersadar. "Eh Sa, berantemnya udah kelar ya?" Tanya Lucy dengan wajah cengonya.

Pertanyaan Lucy sukses membuat rasa kesal dihati Elisa bangkit kembali. "Menurut loohhh?!" Ketusnya.

"Hehe maap Sa,"

"Ngapain sih lo cengar-cengir tadi?" Tanya Elisa

"Hah? Kapan?"

"Tadi ih," geram Elisa.

"Gue tadi cengar-cengir? Perasaan enggak deh," Jawabnya.

"Auk deh," Elisa kembali menelungkupkan kepalanya di meja.

Entah kenapa ada kepuasan tersendiri saat melihat sahabatnya ini merajuk atas ulahnya. "Mau tau nggak lo?"

"Apa?" Gumam Elisa.

"Gue.."

"Gue, hmm," sengaja, biar Elisa tambah kesal.

"Yang bener dong, kalo mau ngasih tau!" Tuhkan kesel!

Lucy cengengesan, "iya-iya ini beneran, liat sini dong makanya,"

Elisa mengangkat kepalanya menghadap Lucy, "udah nih, cepetan kasih tau!"

Lucy mendekat kearah Elisa, "kemaren gue ditembak sama Gerald," bisik Lucy.

Mata Elisa yang tadinya masih kriyip-kriyip kini terbuka sempurna, "HAAHHH!!!!"

*****

This my story huhu!
Hope you like it!

Lucyana's Love StoryWhere stories live. Discover now