Dengan begitu Jungkook menurut. Menegakkan kepalanya menatap Yeji. Wajahnya masih panas, dan Yeji bisa melihat rona itu menyebar sampai leher. Warnanya merah muda, rona paling terang berada di ujung telinga.

"Maaf." Bisikan yang teramat pelan. Beruntungnya Yeji masih bisa menangkap satu kata mujarab itu.

"Jangan dipikirkan," kata Yeji cuek.

"Tapi siaranmu jadi kacau."

"Tidak masalah. Aku tidak bakal marah."

Jungkook terdiam beberapa saat sebelum akhirnya bertanya, "Kenapa—kenapa kau tidak marah? Aku jelas-jelas menghancurkan siaranmu."

Yeji terkekeh dan mengangkat pundaknya. "Aku tidak tahu. Aku hanya perlu mengucapkan terima kasih karena menolongku keluar dari siatuasi memuakkan. Terima kasih, Jeon Jungkook."

Jungkook mencoba menggigit bagian dalam pipinya. Mencoba agar tidak tersipu atas perkataan Terima kasih, Jeon Jungkook yang mengisi hatinya. Ingatkan Jungkook bahwa ia tidak pernah berkencan, dan itu benar adanya. Bisakah ia mengatakan Lee Siyeon hanyalah wanita yang disukainya karena rasa kagum? Tetapi dengan Yeji (mungkin) mungkin saja ia seperti dikenalkan pada klausa intrik Cinta Pertama. Berdebar sampai perutmu seakan melilit. Satu perasaan lain yang membuatnya melayang adalah, dibutuhkan. Dengan kata lain Yeji baru saja menganggapnya berguna.

"Song Yeji," katanya setelah kebisuan yang lumayan lama. "Aku..." Jungkook memberi jeda untuk merogoh saku jaketnya dengan ragu-ragu sembari menelisik mata cerah di depannya. Apakah kondisi gadis ini sedang terpuruk atau bahagia. Entahlah. Yeji tidak pernah menunjukkan dengan jelas.

"Aku..." Jungkook berdebar. Tiba-tiba ia menarik sebelah tangan Yeji dan mengeluarkan wristband kuning berlogo centang putih yang dibelinya seminggu lalu. Dalam hitungan detik ia memasangkan fabrik itu pada pergelangan tangan Yeji yang penuh dengan goresan luka. "Jangan sakit lagi."

Setelah mengatakan itu Jungkook bergegas bangun tanpa sekali pun melihat ekspresi Yeji. Sebelum meninggalkan kamar, ia memberanikan diti berkata mantap.

"Soalnya aku sayang padamu."

***

Barusan adalah kata-kata paling ajaib yang pernah Jungkook ucapkan seumur hidup. Mengatakan sayang meski hanya pada ayahnya saja hampir tak pernah. Dulu dia melakukan itu untuk ibunya, namun semenjak wanita itu pergi entah ke mana, Jungkook tidak tahu harus mengatakan sayang pada siapa dan bagaimana menunjukkan seluruh empati dalam benaknya. Beranjak dewasa, Jungkook bahkan lupa kapan pernah bersikap asertif pada orang lain. Terutama wanita.

Kini kehadiran Yeji sanggup membuatnya mengeluarkan satu kata afeksi. Jungkook memang harus mengatakan itu pada Yeji. Teritori Yeji nyata adanya, tapi tidak membuatnya terkekang. Temporer yang rasanya seperti permanen.

Sisa malam itu Jungkook menolak tidur. Bahkan matanya semakin segar setiap kali pesan dari Yeji masuk. Waktu sudah menunjukkan pukul dua pagi. Artinya sudah satu jam berlalu dan mereka hanya mengirim playlist satu sama lain.

Jnero: Ayo bertukar playlist, Yeji.

Itu pertama kalinya Jungkook mengetik nama Yeji dalam pesan mereka. Rasanya menyenangkan, seperti ada kebebasan yang tidak lagi mengekang dinding hatinya. Tidak ada lagi batasan antara penggemar dan artisnya.

Di seberang apartemennya, Yeji tentu masih terjaga meski Jungkook pura-pura meminta Yeji tidur, dan walau sebenarnya tidak rela apabila Yeji meninggalkan ruang obrolan lebih cepat. Yeji mengirim lagu pembuka Strawberry Fields Forever milik The Beatles.

Lagu yang Jungkook tahu tentang ketidakamanan John Lennon di masa kecilnya yang sukar. Judul lagunya merujuk pada panti asuhan bernama Strawberry Field di pinggiran Liverpool dekat kawasan Lennon saat tumbuh besar. Sebagian besar kisah dalam lagu itu menunjukkan betapa tragisnya hidup Lennon sehingga Jungkook bisa menyimpulkan, Yeji tengah membagikan kisah masa lalunya melalui sepotong lagu. Kisah kanak-kanak yang tidak begitu menyenangkan yang juga pernah dialami Yeji.

StreamingNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ