04 - Menekan Kecewa

9.4K 1K 112
                                    

Setelah malam itu, Kyara benar-benar memasang kontrasepsi seperti permintaan Javier. Kyara memilih tak meminum pil, karena takut ada saat di mana ia lupa untuk menelan obat itu. Jika lupa itu terus terjadi, dan Kyara sampai hamil, ia tak ingin bertengkar dengan Javier karena sudah melanggar persetujuan yang sudah diucapkannya.

Hati Kyara masih sakit, tentu saja. Sekalipun sikap Javier masih sama—selalu hangat padanya, Kyara masih merasakan kekecewaan karena semakin menyadari bahwa Javier belum benar-benar menerima kehadirannya sebagai istri pria itu.

Namun, lagi-lagi Kyara menyadari posisinya.

Untuk dapat terus bersama Javier, ada harga mahal yang harus dibayarnya. Termasuk menekan kecewa dan rasa sakit di hati. Karena sejak awal, Kyara jelas menyadari bahwa hanya ia yang menginginkan pernikahan ini dengan hati. Sedangkan Javier hanya menginginkan sebuah pernikahan, karena tak ingin selamanya sendiri.

"Kya. Nanti aku akan pulang lebih malam."

Kyara memutar tubuhnya ke belakang, saat mendengar suara Javier mendekat ke arahnya. Pria itu sudah memakai setelan kerja yang tadi disiapkan olehnya.

"Aku akan rapat dan makan malam bersama Sean dan salah satu kliennya untuk mengurus proyek pembangunan sebuah gedung."

Kepala Kyara mengangguk sambil tersenyum lembut. Setidaknya, selain masih berdiri bersama dengannya, Javier selalu berkata jujur selama mereka menikah. Javier tak pernah berbohong—walau kadang Kyara harus menelan kecewa karena kejujuran pria itu, seperti saat percakapan mereka beberapa malam lalu. "Apa Sean sangat sibuk sampai memberikan kliennya padamu?"

Javier mendudukkan tubuhnya di kursi meja makan. "Aku yang memintanya pergi berlibur. Karena sekalipun terlihat baik-baik saja, aku tahu kalau patah hati selalu membuatnya berantakan."

"Apa Sean baik-baik saja?" Kyara memang tak begitu dekat Sean—kakak Javier. Hanya saja, setelah menikah dengan Javier, setiap kali mereka mengunjungi rumah ibu mertuanya, Sean selalu bersikap bersahabat padanya.

Bahu Javier terangkat singkat. "Entahlah. Sean tak pernah benar-benar menjawab tiap kali aku bertanya," jawabnya.

Javier dan Sean adalah dua bersaudara yang dekat satu sama lain. Keduanya bahkan berada pada lingkaran pertemanan yang sama, karena usia mereka yang hanya terpaut setahun. Mereka akan selalu mengetahui teman kencan masing-masing, bahkan perasaan cinta mereka pada wanita mana. Hanya saja, patah hati yang Sean alami kali ini membuat Javier seperti mengalami dejavu, karena kakaknya itu juga pernah merasakan hal yang sama beberapa tahun yang lalu. Dan hal itu cukup membuatnya khawatir.

"Aku pikir, Sean baik-baik saja. Terakhir kali kami bertemu, dia sudah jauh lebih baik dibandingkan dua bulan lalu." Kyara perlahan ikut bergabung menikmati sarapan buatannya.

"Memang. Tapi aku tetap saja khawatir," sahut Javier. "Ibu bilang, Sean sering pulang larut. Padahal, selama beberapa minggu ini, hampir setiap hari dia pulang lebih dulu dariku."

Ah, patah hati memang sangat menyakitkan, kan?

Lagi-lagi, Kyara masih beruntung karena berhasil hidup bersama pria yang dicintainya. Coba bayangkan jika ia bernasib sama seperti Sean yang ditinggal menikah oleh kekasih hati? Pasti lebih menyakitkan lagi.

Ya, setidaknya begitulah menurut Kyara.

Jadi, sudah seharusnya Kyara masih bersyukur karena Javier tetap berada di sisinya.

"Apa kegiatanmu hari ini?"

"Sepertinya aku hanya akan berada di restoran," jawab Kyara, setelah terdiam beberapa detik.

Javier mengangguk-anggukkan kepala. "Hubungi aku jika kau merasa bosan."

Kyara sempat tertegun. Lalu berdeham singkat untuk mengatasi kegugupan yang tiba-tiba dirasakannya.

Astaga. Itu hanya kalimat biasa. Namun memiliki efek yang begitu besar bagi Kyara. Kalimat itu, membuat Kyara merasa bahwa di tengah kesibukan Javier, pria itu tetap akan meluangkan waktu untuknya. Huh! Jika sudah begini, bagaimana mungkin Kyara tak semakin jatuh cinta pada Javier, kan?

"Kya?"

"Huh? Iya?" Kyara kembali berdeham. "Iya. Ah, maksudku, tidak perlu, Javie. Kau pasti sibuk. Aku akan mengganggu pekerjaanmu jika menelepon hanya karena aku bosan," jawabnya, dengan senyuman manis.

"Tentu saja tidak mengganggu, Kya. Kau istriku. Sudah seharusnya aku bisa meluangkan waktu untukmu."

Untuk kesekian kalinya, Javier berhasil membuatnya jatuh cinta. Selalu, hampir setiap saat. "Baiklah." Jadilah, Kyara memilih mengiyakan perkataan Javier.

Javier tersenyum saat mendengar jawaban itu. "Aku berangkat sekarang, ya," pamitnya, lalu bangkit berdiri dan berjalan ke arah Kyara untuk mengecup kening wanita itu. "Kabari aku jika kau sudah sampai di restoran."

"Iya." Kyara mengulas senyum. Rasa hangat yang menjalar di dadanya yang berbebar kuat selalu menemani tiap kali Javier melakukan hal-hal kecil—yang menurutnya romantis seperti tadi.

Ikut berdiri mengantarkan Javier menuju mobil, Kyara masih merasakan pipinya memerah karena mengingat semua perlakuan hangat yang selalu Javier berikan padanya. Jika hanya menyayanginya saja, Javier dapat selalu melakukan tindakan yang membuat jantungnya berdebar cepat, apalagi jika pria itu sudah mencintainya?

Ya ampun!

Kyara harus menggeleng pelan untuk menghapus pemikiran bodohnya—yang masih saja selalu egois ingin memiliki hati sang suami. Namun ... sekalipun tahu kalau itu adalah hal egois, Kyara sama sekali tak berniat untuk menghapuskan harapannya.

"Aku berangkat."

Kalimat Javier membuyarkan lamunan Kyara. "Hati-hati di jalan."

"Jangan pulang malam, sekalipun aku pulang sedikit larut, ya." Javier mengacak pelan rambut Kyara.

"Tentu saja."

Javier mengulas senyumnya. Lalu berjalan memasuk mobil, dan melambaikan tangan singkat saat mobilnya perlahan keluar dari garasi.

Kyara masih terus memandangi mobil Javier yang sudah berlalu dari hadapannya. Seulas senyum kembali muncul di bibir Kyara saat mengingat tindakan kecil yang menjadi kebiasaan Javier selama mereka menikah.

Rasanya, Javier selalu berhasil membuatnya menekan kekecewaan akan sikap pria itu yang terkadang terasa egois. Ini bukan pertama kalinya Javier berhasil melakukannya. Namun, Kyara seakan tak pernah keberatan dengan semua itu.

Sebut saja Kyara adalah wanita yang tidak memiliki pendirian. Karena terkadang dapat merasa kecewa hanya karena menurutnya Javier sedang bertingkah egois, tapi tak jarang ia juga akan tersipu dan berdebar jika Javier kembali memperlakukannya dengan sangat baik dan hangat—seperti tadi. Kyara seakan lupa akan semua rasa kecewa yang pernah dirasakannya selama mencintai pria itu.

"Kalau begitu, bukankah lebih baik kau berhenti saja?"

Kyara baru saja mencurahkan perasaannya pada Damian. Walau Kyara tahu bahwa wanita yang sudah menikah, seharusnya mampu menyimpan semua hal yang terjadi dalam rumah tangganya, tapi ia tak bisa menyembunyikan banyak hal dari Damian—karena pria itu akan terus bertanya, ketika merasa ada yang salah pada dirinya. Seperti yang saat ini—ketika Damian mengantarkan ponselnya yang tertinggal di mobil pria itu.

"Aku mencintainya, Damie. Sangat mencintainya."

Damian menarik napas panjang. Kyara dan semua cinta yang selalu diagungkan wanita itu, terkadang memang sangat menyebalkan. "Kalau begitu, terimalah kekurangannya yang tak bisa mencintaimu."

Satu kalimat itu membuat Kyara tersentak di tempat duduknya.

"Kya." Damian menatap Kyara lembut. "Aku mungkin belum pernah merasakan apa itu cinta selama hidupku ini," ucapnya. "Tapi yang aku tahu, kecewa yang kau rasakan sekarang adalah sesuatu yang harus kau tanggung saat memutuskan hidup bersama seorang pria yang tidak mencintaimu."

Dan, Kyara tahu bahwa Damian benar. Walau selama ini, Kyara juga mengetahui semua itu, tapi kalimat Damian seakan kembali menyadarkannya. Jadi, yang harus dilakukan Kyara hanyalah menekan kekecewaannya jika ingin terus hidup bersama Javier.

=~=

salam,
yenny marissa

02 Januari 2021

One Day [Completed] ✔️Where stories live. Discover now