Ke-20: Terasa tidak asing

349 65 9
                                    

Sudah hampir semalaman Umji terlelap, merasakan cahaya sang surya yang memaksa untuk menerobos masuk lewat jendela.

"Eungghh ...."

Hanya lenguhan kecil yang keluar dari mulutnya, sebenarnya, wanita itu masih nyaman dengan posisi saat ini.

Kalau tidak ingat, jika hari ini dia akan pergi berangkat untuk acara kegiatan berkemah di sekolah, mungkin masih nyaman untuk tidur sampai siang nanti.

Umji sedikit kembali menguap, sebelum akhirnya memutuskan untuk mengangkat kedua tangan ke-atas, dan mulai melangkah menuju kamar mandi.

Masih bersyukur, karena kamar mandi di buat dalam kamar yang dia tempati, jadi tidak perlu jauh-jauh untuk pergi ke luar kamar.
Itu sih, pemikirannya.

Sekarang, tidak perlu beberapa jam untuk mendekam di kamar mandi, karena waktu sudah memaksa dirinya untuk segera bersiap menuju sekolah.

Tentu saja, masalah liburan, Umji harus yang paling utama--walaupun sebenarnya ini bukan liburan.

Tangannya menarik koper berwarna hitam dengan corak abu-abu tersebut, dan juga tidak lupa membawa tas kecil yang berisikan ponsel, lipstik, dan tempat penyimpanan uang, di tangan kanannya.

Umji keluar dari kamar, tepat bersamaan dengan Suga yang juga baru saja keluar dari kamarnya.

Terlihat sudah rapi. Masih ada rasa canggung yang menyelimuti keduanya, tapi ... Ini bukan waktu yang tepat.

"Selamat pagi, Mas! Mau berangkat sekarang?"

Yang ditanya hanya mengangguk, kemudian ikut menarik tas berukuran persegi panjang, yang agak kecil dari milik Umji dan segera menutup pintu kamar.

"Saya ... tunggu di mobil, sarapan di mobil saja, tolong bawakan dua sandwich untuk saya satu."

Umji mengangguk antusias, kemudian mengikuti langkah pria berkulit putih pucat yang berada di depannya.

Mereka berbeda jalur, wanita itu menghampiri dapur dan mengambil dua sandwich untuknya, dan juga untuk Suga. Tidak lupa pamit kepada Bi Inah yang tengah membersihkan kompor di pagi ini.

"Mas, ini koperku di simpan dimana?" tanyanya ketika bersitatap dengan pria yang masih sibuk membuka garasi belakang bagian mobil.

Hari ini, Suga memutuskan untuk mengendarai mobil menuju sekolah, karena disebabkan oleh barang bawaannya dengan Umji yang bisa terbilang lumayan banyak.

Dia menoleh, kemudian mengambil alih koper milik Umji dan menempatkan benda itu ke garasi mobil. "Masuklah duluan, saya mau menutup ini."

Umji lagi-lagi hanya mampu mengangguk, dan segera menuruti permintaan dari sang Kakak.

Ah, iya ... Sekarang Umji adalah Adik dari Suga, bagaimanapun juga ... Mereka adalah saudara, walaupun sebenarnya berbeda Ibu.

Mungkin masih terdengar asing baginya, tapi Suga berjanji, akan menanyakan semua ini langsung kepada Bunda Umji, untuk menjelaskan apa yang keduanya--Suga dan Umji--tidak tahu.

"Sudah, ayo berangkat."

Satu kalimat itu reflek membuat Umji mengangguk, dan segera memakan sandwich yang baru saja dia ambil dari dapur rumah.

Melihat itu, Suga menoleh sebentar, dan kembali menatap jalanan. "Saya juga lapar, jadi ... bisa suapi saya?" Sedikit merasa tersentak ketika mendengarnya. Namun, mau tidak mau Umji mengangguk dan menyondorkan sandwich kearah mulut pria di sebelahnya.

"Ini, Mas ... dimakan!"

Suga mengangguk, dan memilih untuk melahap makanan yang disondorkan Umji untuknya. "Terima kasih, Dek Umji ...," ucapnya kecil, ketika dirasa sandwich tersebut sudah habis.

Mendengarnya, wanita itu hanya mengangguk. Sedikit meringis, ketika melihat sandwich miliknya yang masih utuh sebagian, karena tidak sempat untuk di makan.

"Makan saja, masih agak jauh juga untuk ke Sekolah, saya tidak mau di repotkan oleh kamu nantinya, jika sakit hanya karena tidak sarapan."

Umji menoleh sejenak, kemudian mengangguk dan segera melahapnya. Bagaimanapun juga, Suga tetap menganggap dirinya sebagai Umji, bukan Yewon.

Karena, pria itu mencintai dia ketika menjadi Yewon, bukan Umji. Dia juga cukup tahu diri dengan semua ini, bahkan ... Umji juga sudah tidak sabar untuk meminta penjelasan dari Bunda.

Jujur saja, Umji mencintai Suga, tapi ... Mereka adalah saudara, Adik Kakak. Apakah itu hal wajar?

Karena terlalu sibuk berpikir, seketika semuanya menjadi buyar, setelah mendengar suara Suga yang menyadarkannya.

"Sudah sampai, ayo turun!"

Satu anggukan membuatnya ikut membuka pintu mobil bagian depan, dan segera mengambil alih koper miliknya yang di sondorkan oleh Suga.

"Umji, udah datang, ya? Ayo kita siap-siap disana! Kata Eunha, kita masuk ke Bus yang warna kuning itu!"

Yerin mengahampiri Umji, dan segera menarik tangan wanita itu, sehingga membuatnya sedikit menjauh dari keberadaan Suga.

"Iya, Kak Rin ...."

Wanita itu menatap kearahnya. "Barang bawaanmu sedikit banget? Aku kira kamu mau jadi yang paling rempong dari yang lain, hehehe." Umji hanya tersenyum simpul untuk menanggapi perkataan dari Yerin.

Maunya sih begitu, bawa ini dan itu. Tapi, dari kemarin malam, barang-barang yang tidak penting sepertinya di keluarkan kembali oleh pria berkulit pucat itu.

Jangan lupakan, setelah pingsan satu malam, Umji juga sudah mendapati beberapa barangnya yang mulai rapi dan kembali di tempat semula.

Padahal, dia juga ingin seperti Yerin, yang membawa bantal kecil untuk tiduran nantinya.

"Mau naik duluan, Ji? Kayaknya anak-anak di suruh baris dulu deh sama Bu Irene, kita katanya boleh duluan naik, dan rapihin barang." Umji mengangguk, dan ikut menaiki Bus mengikuti Yerin di depannya.

Dia duduk di kursi tengah, di depannya ada Yuju dan Eunha yang sudah duduk duluan, di susul Yerin dan Umji di belakangnya.

Ketika mulai menyenderkan tubuh, wanita itu sedikit merasa pusing kembali. Tidak tahu kenapa, tapi ... Dia juga merasa familier dengan ini.

Seperti ... Ada yang akan kembali diingat oleh Umji.

Tapi, apa?

.
.
.

Bersambung ....

A/n: Enggak tau, lagi semangat ngetik book ini 😂

Udah ayo bahagia aja berkemah sama Dek Umji dan Mas Suga!

Jangan lupa tinggalkan jejak^^

See you!

GULA PASIR [UMGA/SUMJI] ✔️Where stories live. Discover now