Ke-6: Kemana dan dimana

436 81 3
                                    

Sedari tadi, saat jam mengajar, Yerin tidak melihat kembali senyuman yang selalu sahabatnya ini terbitkan, Umji. Memang tidak bisa dipungkiri, bahwa sebenarnya wanita itu sangat kepo. Apa, sih yang menjadi masalah dari Umji sampai tidak fokus mengajar begini?

Umji menghela napas pelan, sudah ke-lima belas kalinya kalau Yerin hitung, dan itu kembali membuat perhatian Yerin tersita kepada Umji. Sudah tidak tahan, wanita itu menepuk bahu Umji pelan.

"Ada masalah? Cerita aja sama aku, Ji ... aku 'kan teman kamu, masa enggak mau cerita sama aku?" mendengarnya, Umji hanya tersenyum simpul. Hei, sejak kapan Umji yang memiliki sifat blak-blakan sekarang berubah menjadi orang yang santai?

Wah, kebentur sesuatu nih pasti.

Mau tidak mau, Umji harus cerita, Yerin rese kalau kayak begini, lebih suka maksa-maksa. "Gini lho, Kak ... aku kesel kalau mikirin nanti pulang." lagi-lagi, Yerin dibuat kebingungan oleh ucapan sahabatnya itu.

"Maksudnya?"

"Mas Suga, dia mau anterin aku pulang, tapi enggak jadi, soalnya mau anterin Bu Jennie. Sedih banget aku tuh, Kak! Dikasih harapan tapi malah di PHP-in." Yerin naik turun mengangguk-angguk.

"Yaudah, bareng sama aku aja? 'kan kita searah?"

Tadinya, Umji mau ngangguk, tapi diralat karena sekarang rumah mereka sudah tidak satu arah kembali, ingat bahwa Umji tinggal bersama Suga sekarang. "Enggak usah deh, Kak ... kita udah enggak searah, soalnya nanti pulang aku mau mampir ke supermarket dulu."

Alasan yang paling jelas dan ampuh itu cuma supermarket aja, soalnya ... Kebetulan juga rumah Suga ini deket sama supermarket. "Oh, yaudah ... sebentar lagi bel pulang berbunyi 'kan? Kamu mau pulang duluan aja?"

Umji mengangguk, lalu atensinya kembali teralihkan oleh salah satu murid kelas 7-L dengan membawa beberapa tumpukan buku ditangannya. "Assalamualaikum, Bu Umji, Bu Yerin ...." anak laki-laki itu nyondorin tangan ke Yerin dan Umji.

"Waalaikumsalam ...."

"Eh iya, ini tugasnya udah pada selesai, Bu! Cuma Haechan aja yang belum, dia itu anaknya males, Bu! Bisanya ganggu cewek-cewek aja." Umji mengangguk dengan menahan tawa. "Iya-iya, mana tugasnya? Sini ... oh iya, bilang ke temenmu itu, untuk cepat kumpulkan tugas, ya!"

"Iya, Bu siap kosong lima!"

"Kalau gitu saya pamit dulu, Assalamualaikum ...."

"Waalaikumsalam ...."

Yerin menoleh kearah Umji dengan menunjukkan deretan giginya. "Kamu kenal sama anak itu?" Umji hanya mengangguk untuk menyahuti. "Dia anak kelas 7-L yang pasti."

•••

Umji hanya bisa menghentak-hentakkan kakinya di tanah, masih berjalan menuju halte depan, bukan naik bus, tapi naik angkutan umum.

"Ayo cepetan naik, saya enggak nawarin dua kali."

Birama familier itu, membuat Umji menoleh kearah samping kanan. Acuh tidak acuh, wanita itu hanya melirik sebentar, lalu kembali berjalan. "Ayo udah cepetan, angkutan umum khusus buat anak-anak! Enggak perlu marah seperti itu, Dek Umji!"

"Mas Suga katanya mau anterin Bu Jennie? Yaudah ... aku naik angkutan umum aja, enggak apa-apa, kok."

"Ayo cepat naik, kamu enggak denger tadi saya bilang apa? Saya enggak nawarin dua kali."

"Yaudah, pulang aja duluan!"

"Oh ... oke."

"Eh, Mas! Bentar! Aku mau, deh dianterin Mas kalau maksa!"

Umji sedikit berlari untuk mengejar pria yang tengah mengendarai sepeda motor itu, dia sontak langsung menoleh dan memesong netra. "Sebentar, Mas! Sensian banget sih kalau sama aku ... enggak kayak ke Bu Jennie, ramah."

"Kamu orangnya aneh, kalau di ramahin, kesannya kebih kepedean!" Umji melengkungkan bibir kebawah. "Enggak gitu juga, Mas! Dikira aku anaknya genit, apa!" Suga hanya menghela napas kasar, ketika merasa Umji menaiki motornya, pria itu langsung menjalankan sepeda motor.

Di perjalanan sangat hening, yang membuka suara hanya Umji. Sedangkan pria di depannya hanya sibuk untuk menyupir, tidak peduli Umji berbicara kepadanya.

"Mas, kalau ditanya jawab, bisa enggak?"

"Hm ...."

"Daritadi, jawabnya hmm, heh, oh, aja terus!" helaan napas bisa di dengar oleh wanita itu, Suga cuma bisa hela napas doang, ngomong enggak bisa. "Saya harus fokus, gimana kalau kita nabrak?"

"Ya, jangan berdoa kayak gitu!"

"Bukan berdoa, kita harus waspada aja sebelum terjadi." Umji hanya mengangguk malas, susah kalau berbicara dengan Mas kesayangannya ini. Akhirnya, Umji memutuskan untuk mengunci mulut rapat-rapat, percuma, ngomong juga kayaknya enggak akan ditanggepin sama si Gula pasir di depannya ini.

Jujur saja, selama perjalanan penuh keheningan itu, Umji kembali teringat oleh kelakuan Ayah tirinya sehari yang lalu. Sekarang, dimana Bundanya? Kenapa tidak menanyakan kabar sama sekali tentang Umji?

Benar ... Bunda emang enggak akan peduli lagi sama Umji, buktinya sekarang pun Bunda enggak khawatir, tidak peduli dimana Umji sekarang.

"Mas, anterin aku ke pemakaman dulu, ya?"

.
.
.

Bersambung ....

A/n: satu fakta yang Umji dapatkan: Suga itu kadang orangnya PHP 😄

Jangan lupa tinggalkan jejak^^

See you!

GULA PASIR [UMGA/SUMJI] ✔️Donde viven las historias. Descúbrelo ahora