KETAKUTAN

156 25 0
                                    

Malam harinya aku terbangun karena dingin yang menyengat. Aku meringis, merapatkan sweater Saka yang kupakai dan bergelung lebih rapat. Aku mengusap lenganku, mencoba menghangatkan tubuhku saat seseorang mendaratkan selimut di atas tubuhku. Aku mengerjap, mencoba melihat siapa itu. Sebentuk wajah yang kukenal terlihat di depanku. Meski gelap aku bisa mengenalinya dengan baik. Seketika kantukku menghilang.

"Saka? Udah sadar?" aku bangkit, selimut yang Saka taruh langsung meluncur jatuh.

Saka yang duduk di atas nakas mendongak melihatku yang berdiri, wajahnya tenang.

"Gue bangunin lo ya?"

Aku menggeleng, menatap wajahnya lamat-lamat. Ia masih terlihat sangat pucat dan lemas tapi syukurlah ia sudah sadar. Aku refleks mendaratkan telunjukku di dahinya-bahkan dalam refleksku, aku tetap tidak berani menyentuh Saka-mengecek apakah suhu tubuhnya sudah menurun dari sebelumnya. Aliran hangat menjalari ujung telunjukku.

Saka diam saja, matanya tidak pernah lepas dari wajahku.

"Masih anget."

Saka meraih telunjukku dan menggenggamnya. Ia menunduk memainkan telunjukku lama. Tatapannya kosong, tapi sepertinya ia sedang memikirkan sesuatu.

Saka mungkin tidak menyadarinya. Tapi tubuhku mengejang kala aliran listrik tiba-tiba menjalar dari jari telunjukku yang ada di tangannya. Wajahku memanas hingga kuping, mungkin kalau aku bercermin saat ini aku akan menemukan wajahku yang semerah tomat. Sikap Saka yang seperti inilah yang terus membuatku berpikir bahwa 'mungkin' Saka menyukaiku juga.

Saka akhirnya melepaskan telunjukku dan menuntunku untuk kembali duduk di atas sofa tepat di hadapannya. Saka mengambil selimut yang jatuh dan menyelimuti pangkuanku.

Aku segera ingat pesan Dokter Andre untuk segera meneleponnya begitu Saka sadar. Aku hendak bangkit, tapi Saka menahanku hingga aku kembali terduduk.

"Gue mau bilang Tante Eli lo udah sadar dan minta hubungin Dokter Andre."

"Nggak usah. Kasian kalo bangunin Mama."

"Tapi lo harus langsung diperiksa biar nggak kenapa-napa. Lo tau nggak? Badan lo semalem panaaas banget! Takutnya lo kenapa-napa."

"Nanti pagi aja sekalian."

Aku mencari jam dinding di sekeliling ruangan untuk melihat jam berapa ini, tapi tidak bisa menemukan di mana kebaradaannya.

"Jam 3, Ta, sekarang."

Aku menoleh dan memandangi Saka akhirnya menyerah pada ide untuk membangunkan Tante Eli. Lagipula Saka pasti akan menahanku agar tidak melakukannya dan aku juga tidak tega membangunkan Tante Eli pada jam 3 pagi seperti ini.

"Lo pusing nggak?" tanyaku akhirnya.

"Dikit."

"Infus lo mana?"

"Udah abis, jadi gue copot." Saka mengusap lengannya yang meninggalkan bekas jarum.

"Lo harus makan. Lo kecapekan parah! Lo kurang nutrisi, dehidrasi sama kurang tidur!" kataku penuh penekanan sambil membuka satu-satu jariku untuk tiap kasus yang membuat Saka pingsan kemarin siang.

Saka mengangguk melihatku tiba-tiba 'bersemangat', senyum kecil muncul di bibir pucatnya.

"Makan sekarang, ya? Semalem gue bikin bubur. Gue panasin dulu."

"Nanti pagi aja, Ta. Sekarang masih gelap."

Aku mengerjap bingung, "Kalo gitu lo balik tidur lagi aja sana."

Malam&Kamu [Selesai]Where stories live. Discover now