MELEPAS

129 26 3
                                    

Di luar sana sore makin menua. Tidak ada guratan oranye, hanya langit yang perlahan menggelap. Aku dan Bella duduk berhadap-hadapan di kafe rumah sakit yang ada di lantai satu. Bella memesan es americano sementara aku hanya mengambil air mineral. Kami diam lama sebelum akhirnya Bella menyingkirkan minumannya ke samping dan menaruh lengannya di atas meja. Ia memajukan posisi duduknya dan menarik napas.

“Lo suka sama Saka, kan?”

Kedua mataku melebar dengan cepat. Itu adalah pertanyaan yang paling tidak terduga.

“Lo nggak perlu jawab. Gue bisa liat dengan jelas perasaan lo ke Saka.” Bella tersenyum miring, “Gue nggak akan bersikap baik sama lo. Karena dari awal gue emang nggak punya niat baik sama lo.” kini ia tersenyum, “Lo pasti udah tau, tapi untuk lebih jelasnya gue akan bilang langsung secara gamblang kalo gue nggak suka sama lo.”

Aku tak bereaksi, membiarkan Bella mengatakan semua yang ingin dia katakan.

“Dari awal gue udah tau kalo lo itu anak yang Om Wira biayain kuliahnya. Gue tau lo kenal Saka. Tapi gue nggak nyangka ternyata lo tinggal di rumah dia.” Bella mendengus, “Saka mungkin udah cerita alasan di balik pertunangan gue sama dia. Sama sekali nggak ada embel-embel ‘cinta’ di sana. Tapi ngeliat lo malam itu di rumah Saka, tetep bikin gue sakit hati.”

Aku terhenyak. Kutatap Bella lamat-lamat. Gadis itu tidak semengintimidasi biasanya. Ia lebih tenang dan tidak menggebu-gebu seperti biasanya kalau kami membicarakan Saka. Yang membuatku semakin kaget adalah kejujuran di matanya saat mengatakan bahwa ia sakit hati melihatku ada di rumah Saka. Hatiku mencelos, menyadari bahwa perasaan Bella pada Saka sebegitu nyata. Aku bisa melihat ketulusan dalam mata Bella yang selama ini tidak pernah kusadari ada di sana.

“Lo tulus sama Saka,” kataku. Entah mengapa sebuah denyut menyakitkan muncul di dadaku.

Bella tersenyum lemah, “Saka itu dunia gue. Gue suka sama dia semenjak SMA dan nggak pernah berubah sampai sekarang.”

Aku menahan napas. Jelas sudah. Bella mencintai Saka.

“Lo mungkin nggak percaya. Tapi gue selalu berharap Saka akhirnya akan ngeliat ke arah gue pada akhirnya. Sejak SMA gue selalu ngejar dia. Tapi Saka nggak pernah noleh ke gue walau sebentar. Waktu akhirnya dia setuju untuk tunangan sama gue, dengan iming-iming saham yang gue pegang, gue kira akhirnya gue bisa dapetin Saka. Nggak masalah awal hubungan kami didasari materi, gue kira seiring berjalannya waktu rasa itu akan tumbuh di hati Saka.”

Aku menelan ludah. Bella yang penuh luka kini ada di hadapanku. Berusaha terlihat tegar namun aku bisa melihat perlahan-lahan dirinya hancur di dalam. Denyut menyesakkan di dadaku makin menjadi. Aku kah yang melukai Bella sebegitu parah?

“Gue mencoba tenang waktu tau lo datang ke sini. Gue pikir lo nggak akan jadi masalah di antara kita. Tapi hari setelah malamnya gue nge-gap lo ada di rumah Saka, Saka marah besar sama gue. Dia bilang jangan pernah gangguin lo lagi kalo gue masih mau jadi tunangannya.” Bella menggeleng tak percaya.

Aku di hadapannya terperangah dalam diam. Aku tidak tahu bahwa Saka marah besar saat itu. Memang malam itu kulihat matanya memancarkan luka, tapi aku tak tahu ia akan meledak pada Bella keesokan harinya. Aku merasakan jantungku berdebar kencang mendengarnya, tidak tahu apa penyebabnya tapi ketakutan tiba-tiba merayapi sekujur tubuhku.

“Lo tau apa yang bikin gue kaget? Bukan karena dia marah, itu wajar kalo dia marah sama gue karena udah ngasarin lo... Tapi hari itu gue liat luka di matanya, selain kemarahan. Awalnya gue nolak percaya. Kenapa Saka begitu karena gue nyentuh lo?” Bella menggeleng tak percaya, “Akhirnya gue tau, lo adalah orang yang selama ini Saka liat dalam hidup dia. Yang bikin semua cewek nggak bisa mendekat sama dia. Yang bikin dia nutup diri untuk siapa pun yang mencoba mendekat. Yang bikin dia nggak pernah sekali pun ngelirik gue yang selalu berusaha mancing dia keluar dari dindingnya itu.”

Malam&Kamu [Selesai]Место, где живут истории. Откройте их для себя