KEJUTAN

109 25 0
                                    

Saka pamit esok paginya. Aku ingin mengantarnya, tapi Saka menolak karena bandara cukup jauh jaraknya dari rumahku. Ya, Saka akan mengambil transportasi paling cepat untuk menemui Bella. Kadang, aku lupa bahwa Saka sudah bertunangan. Walau Saka bilang tak ada embel-embel romantis dalam pertunangannya, tapi tetap saja itu adalah sebuah ikatan.

Aku melihat taksi Saka hingga menghilang di ujung jalan dan kembali masuk setelahnya. Aku sudah bilang untuk menyampaikan salamku pada Bella dan kalau sempat aku akan menjenguknya juga walau tak bisa secepatnya. Itupun kalau Bella masih sakit saat aku kembali ke sana, semoga saja Bella pulih lebih cepat.

Sepeninggal Saka aku menghabiskan banyak waktuku dengan Ayah. Aku juga membuat janji dengan beberapa teman dekatku di SMA, berkumpul bersama dan main ke sekolah bertemu beberapa guru. Aku menikmati dua minggu liburanku di sini dengan baik. Memanfaatkan waktu yang ada bercengkrama dengan Ayah sebelum aku kembali masuk kuliah dan kami kembali hanya bisa bertemu lewat telepon.

Dua minggu bukan waktu yang lama jika dihabiskan bersama orang yang paling kita sayang. Rasanya berat ketika aku harus pamitan pada Ayah untuk kembali ke rumah Saka. Ayah mengantarku sampai stasiun dan melihatku hingga kereta berangkat. Perjalanan berjam-jam di kereta kulewati dengan tidur. Aku memang naik kereta malam agar sampai di kota Saka pagi hari.

Paginya ponselku bergetar, telepon dari Saka masuk. Aku segera mengangkatnya.

“Halo?”

“Hai. Sampe mana, Ta?” suara khas Saka menggelitik telingaku. Ah, sudah seminggu lebih aku tak mendengar suaranya. Saka tak pernah menghubungiku sejak ia pulang, mungkin sibuk mengurus Bella.

“Dikit lagi sampe kayaknya.” Jawabku.

“Perlu dijemput?”

“Nggak usah. Nanti gue naik bis aja.”

“Gimana kalo gue panggilin taksi?”

“Gak usah. Lo sibuk pasti. Bella gimana?”

Saka diam sebentar, “Udah sehat, kok.”

“Salam buat Bella.”

“Oke. Hati-hati.”

Aku mengangguk sebagai jawaban, walau sadar Saka tak bisa melihatnya. Aku menutup telepon dan membereskan tasku. Beberapa menit kemudian pengumuman sampainya kereta di tujuan terdengar. Aku memakai kembali maskerku dan bersiap turun saat kereta merapat di peron. Tak lupa aku menenteng sebuah kardus berisi sedikit oleh-oleh untuk orang rumah, sementara sebagian lainnya aku masukan ke dalam tas ranselku.

Aku melangkah turun dari kereta, berjalan cekatan keluar dari peron menuju bagian dalam stasiun. Aku celingukan melihat beberapa orang di sekitarku dijemput. Aku terus berjalan keluar menuju jalan raya di depan stasiun. Mataku meniti jalanan, menunggu bis yang bisa kutumpangi untuk pulang ke rumah Saka.

Sebuah mobil tiba-tiba merapat di depanku. Si supir membunyikan klaksonnya. Aku menatap mobil yang sepertinya kukenali ini. Aku menunduk, menyejajarkan kepalaku dengan kaca mobil. Perlahan kacanya terbuka turun dan aku menemukan Tante Eli duduk di belakang setir. Ia melambai padaku dan memintaku untuk cepat naik.

Aku tersenyum, tanpa ragu membuka pintu penumpang depan dan naik.

“Kok Tante bisa di sini?” tanyaku sambil memasang sabuk pengaman.

Tante Eli tersenyum sumringah, “Tadi Saka nelepon minta tolong Tante jemput kamu sekarang. Dia nggak bisa jemput soalnya lagi nemenin Bella ke pameran.”

Aku mengangguk-anggukan kepala, Saka pasti tadi menelepon dari tempat pameran. Kalau ia tak bisa menjemputku kenapa ia basa-basi bertanya tadi. Aku sebenarnya tak berharap Saka akan menjemputku. Lagi pula dari mana cowok itu tahu kalau aku pulang hari ini dan sepertinya ia juga tahu jadwal keretaku hingga ia menelepon tepat saat aku hampir sampai di tujuan.

Malam&Kamu [Selesai]Where stories live. Discover now