Makan Malam

265 35 0
                                    

Dalam seminggu ini, bisa dihitung jari berapa kali aku berpapasan atau melihat Saka di rumah. Cowok itu sepertinya tak kerasan tinggal di rumahnya sendiri. Benar yang dikatakan Bi Sani, Saka hanya pulang sekali dua kali dalam seminggu. Kalaupun pulang, ia akan pulang larut malam untuk besoknya pagi-pagi sekali pergi entah ke mana. Diam-diam aku sebenarnya lega, karena jujur saja aku sepertinya akan sulit untuk bergaul dengan Saka. Cara bicara dan sikap tubuhnya saat bicara pada orang lain benar-benar membuat lawan bicara terintimidasi. Dari caranya bersikap, aku bisa melihat laki-laki dewasa di sana. Mungkin itu yang membuatnya berbeda dari cowok-cowok seumurannya. Entah hanya aku yang merasa begitu, atau orang lain juga sama.

Dalam seminggu ini aku juga sudah bertemu dengan pekerja di rumah ini yang tidak terlalu banyak. Mang Epul si Penjaga Kebun adalah suami Bi Sani, Ceu Itin bagian bersih-bersih dan dua orang satpam yang berjaga shift di pos depan rumah. Semuanya sudah tahu siapa aku karena memang Pak Wira sudah megatakan soal kedatanganku, jadi aku tak perlu repot memperkenalkan diri lagi.

Pagi ini aku ikut Bi Sani berbelanja untuk makan malam. Pak Wira akan pulang seperti yang sudah direncanakan. Ini pertama kalinya aku keluar melihat lingkungan sekitar setelah seminggu pindah. Rasanya segar menghirup udara luar walau sebenarnya sama saja dengan di rumah, mungkin aku hanya terlalu bersemangat untuk melihat-lihat lingkungan yang akan jadi tempat tinggalku ini empat tahun ke depan atau lebih.

Sorenya aku membantu Bi Sani menyiapkan bahan-bahan untuk memasak. Berhubung aku tidak tahu apa yang akan Bi Sani masak, jadi aku hanya melakukan apa yang Bi Sani perintahkan. Mengiris ini itu, mengupas bawang, kentang dan wortel, mengaduk masakan di panci atau menghaluskan bumbu.

Di tengah-tengah 'acara' masak kami, Saka muncul dengan masih mengenakan jaket, sarung tangan, dan masker.

"Papa pulang, Bi?" Saka melepas maskernya, membuka kulkas dan meraih sebotol air mineral dingin dan menenggaknya.

Bi Sani menyuruhku menggantikannya mengaduk sup kental di panci. Aku diam-diam mendengarkan, memperhatikan dari ujung mata. Aku melihat Saka melepas jaket dan sarung tangannya lalu duduk di konter.

"Iya, Den. Sekitar jam enam sampe sini. Ini Bibi lagi nyiapin makan malem."

Saka menganggukkan kepalanya, "Taya."

Aku berjengit, tak menyangka Saka akan memanggil namaku, diam-diam takjub karena Saka tahu namaku (selama ini kukira dia nggak tahu namaku).

"Y-ya?" aku menoleh dengan cepat. Rupanya gerakan tiba-tibaku itu membuat cairan sup tumpah dari sendok sup yang kupegang ke atas kakiku. Aku berjengit, mengangkat kakiku refleks, dan meringis. Sendok sup di tanganku terjatuh entah ke mana.

"Aduh, Non, hati-hati, dong." Bi Sani berlari mmenghampir dengan cepat, memeriksa kakiku yang memerah seukuran kepalan tangan.

Saka berdiri dari duduknya, melihatku sebentar dengan tatapan cemas lalu kembali duduk.

"Nggak apa-apa, Bi. Nanti aku obatin." Aku berjongkok menyejajarkan dengan Bi Sani yang juga berjongkok untuk melihat luka bakarku yang agak parah. Aku mendongak, tak sengaja bertemu mata dengan Saka yang ekspresinya tak terbaca. Cowok itu mengangkat alisnya, yang kuartikan sebagai pertanyaan apakah aku baik-baik saja. Aku mengangguk pelan sebagai jawaban dan bangkit berdiri.

"Guyur pake air kali ya, Bi, biar adem?"

"Ya udah Non sana ke kamar mandi, bibi cariin obat dulu. Aduh, di mana ya kotak obat di rumah ini. Selama ini nggak ada yang butuh obat, makanya Bibi sih nggak pernah nyetok."

"Nggak papa deh Bi, pake odol aja kali ya."

"Aduh nggak boleh pake odol, ini kena sup yang udah mendidih. Harus dikasih salep."

Malam&Kamu [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang