NONTON

145 23 0
                                    

Aku dan rombongan panitia sampai di panti asuhan tempat kami mengadakan BakSos. Mobil pick up yang membawa barang-barang terparkir di depan gedungnya yang berwarna putih pucat. Kebanyakan panitia cowok langsung menurunkan barang-barang bantuan untuk anak-anak di sini. Seorang laki-laki berusia sekitar awal 50an sudah menyambut kami di ambang pintu, Rio menyalaminya dan bercakap-cakap sedikit.

“Masuk semuanya. Anak-anak udah nunggu di dalam.”

Rio menyuruh semua panitia kecuali bagian perlengkapan untuk masuk ke aula yang cukup besar. Aku sudah siap dengan kameraku yang menggantung di leher. Sebenarnya aku tak terlalu mengerti dunia fotografi, tapi nyatanya aku selalu menikmati memotret tiap kali aku pergi ke tempat baru.

Di dalam aula anak-anak kisaran umur 3 tahun sampai SMP sudah duduk berjajar rapi. Anak-anak SMP tentu saja duduk paling belakang dan terlihat ogah-ogahan. Gengsi puber mereka membuat mereka malas ikut acara seperti ini.

Aku berdiri di belakang mereka, menangkap tiap momen di awal pembukaan acara ini.

Pertama-tama bapak pengurus panti asuhan memberikan sambutan, memperkenalkan kami pada anak-anak di sini. Yang TK dan SD tampak bersemangat, sementara yang SMP tampak sibuk mengolok-olok kami para panitia. Aku tersenyum melihat mereka, sedikit mengerti akan sikap mereka karena aku sudah melewati fase itu.

Selanjutnya Rio sebagai ketua pelaksana yang memberikan sambutan, memperkenalkan sekali lagi kami semua ke pada anak-anak yang akan kami temani seharian ini.

Tak disangka ternyata beberapa anak-anak panti asuhan itu sudah menyiapkan beberapa penampilan untuk menyambut kami. Yang kecil menyanyikan yel-yel, ada yang membaca puisi dan ada yang bercerita. Aku terus memotret momen-momen menarik dari beberapa angle yang bagus menurutku.

Acara BakSos hari ini tak banyak. Kami akan mengenalkan anak-anak ini dengan budaya membaca dengan menyumbangkan buku-buku cerita anak dan membuat beberapa kelompok dengan satu mentor untuk mendengarkan bacaan mereka. Ada juga kelas menggambar untuk anak-anak yang belum sekolah. Sementara untuk yang SMP dibuka kelas Bahasa Inggris yang akan jadi salah satu subjek Ujian Nasional mereka.

Acara dijeda dengan istirahat makan siang. Panitia bagian konsumsi sudah menyiapkan prasmanan di depan aula agar anak-anak bisa sekalian belajar budaya mengantri. Saat jam istirahat makan siang ini banyak senior yang datang untuk melihat jalannya acara termasuk Reihan.

“Ta, gimana acara?” ia menyapaku saat aku sedang sibuk makan sambil memotret.

“Lancar, kak. Anak-anaknya juga seneng.”

“Lo makan dulu, deh, baru nanti dilanjut lagi foto-fotonya.”

Aku mengangguk, menaruh kameraku di pangkuan.

“Ehm—lo liburan ini ada rencana apa?”

Aku mengerutkan dahi, diam-diam aku mencari Risa yang sekarang sedang sibuk menemani senior lain yang baru datang.

“Aku mau pulang, kak, mau ketemu ayah.”

“Oiya lo anak rantau, ya.”

Aku tersenyum dan mengangguk, “Kakak nggak makan?”

Reihan menggeleng, “Kapan pulangnya?”

“Minggu besok mungkin?” aku mengangkat alis ke arah Risa yang kini menyadari kalau aku sedang bicara dengan Reihan.

“Oh, berarti seminggu ini lo nggak ngapa-ngapain, ya?”

Aku mengangguk, “Kenapa?”

“Dari pada bosen ikut gue nonton, yuk?”

Malam&Kamu [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang